visitaaponce.com

Polusi Udara di Kawasan Canggu Bikin Resah, Satpol PP Batasi Musik Outdor

Polusi Udara di Kawasan Canggu Bikin Resah, Satpol PP Batasi Musik Outdor
SatPol PP Bali mengundang pihak terkait, atas keresahan warga dengan polusi suara dari musik outdor di kawasan Canggu, Rabu (14/9/2022)(MI/Arnold)

SATUAN Polisi Pamong Praja (SatPol PP) Bali mengundang pihak terkait, atas keresahan warga dengan polusi suara dari musik outdor di kawasan Canggu yang melewati ambang batas. Hasilnya, musik ourdor dibatasi hingga pukul 01.00 Wita dengan desibel suara maksimal 70.

"Kami mengundang beberapa pihak antara lain Kadis Pariwisata Kabupaten Badung, Kadis Pariwisata Provinsi Bali, SatPol PP Kabupaten Badung, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Camat Kuta Utara, Perbekel Canggu, Bendesa Adat Canggu, Perbekel Tibuneneng, Bendesa Adat Berawa. Mereka ini adalah para pihak yang kami undang untuk menyamakan persepsi tentang keluhan polusi suara seperti yang diberitakan selama ini," ujar Kepala SatPol PP Bali Dewa Darmadi saat dikonfirmasi Rabu (14/9/2022).

Setelah para pihak sudah menyamakan persepsi, jelas Dewa Darmadi, langkah berikutnya adalah melakukan sosialisasi kepada pengusaha atau pelaku pariwisata. Ia menegaskan, jika para pihak tersebut bukan dipanggil tetapi diundang untuk mendapatkan sosialisasi dan edukasi. Pada kesempatan kali ini, diakuinya tidak mengundang para pengusaha pariwisata. Setelah pertemuan ini baru mereka diberi tahu syarat desibel suara ketika malam hari.

Ada pun materi yang akan disosialisasi adalah Peraturan Pemerintah RI No: 41 Tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara. Dimana pasal 3 dikatakan bahwa perlindungan mutu udara ambien didasarkan pada baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang batas kebisingan dan Indeks Standar Pencemar Udara. PP No 41 Tahun 1999 ini secara operasional termaktub dalam Pergub Bali No: 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup.

"Ketika isu itu berkembang, tim kami sudah turun. Memang diakui bahwa desibel suara dari beberapa tempat hiburan malam di wilayah Canggu dan sekitarnya melebihi ambang batas atas. Syaratnya di atas jam 22.00 Wita, desibel suara maksimal 70. Faktanya sampai 80 desibel. Seharusnya semakin malam suara harus semakin kecil," ujar Dewa Darmadi.

Satpol PP, jelas Dewa Darmadi, belum bisa serta-merta menindak, apalagi menutup, segel, cabut izin seperti yang dituntut dalam petisi. Karena kewenangan itu ada di provinsi dan pengusaha belum tahu. "Ini kami sosialisasi, kita beri edukasi dan pembinaan. Saya optimis mereka pasti taat azas," ujarnya.

Ia juga mengakui sudah membaca berbagai berita soal petisi polusi suara. Ia menegaskan tuntutan petisi tersebut terlalu berlebihan. "Masa pemerintah diminta bertindak tegas, menutup, cabut izin dan sebagainya. Tidak segampang itu. Semua ada ada tahapan dan prosedurnya. Tidak ada yang perlu dikuatirkan dan petisi itu berlebihan," ujarnya.

Petisi itu, jelasnya, menempatkan Bali dalam situasi yang gawat sekali, seolah-olah ancaman Bali akan hancur, budayanya akan rusak karena kebisingan suara. Ia juga ragu bahwa suara
musik menggetarkan kaca rumah tinggal. Ini juga berlebihan. Setelah ditelusuri, tidak ada pemukiman penduduk di seputar tempat hiburan malam di Canggu. Dengan kata lain, tidak ada club malam yang berada di tengah pemukiman penduduk.

Dalam masa pemulihan dari keterpurukan ekonomi Bali karena dampak Covid 19, menurutnya, harus disikapi dengan bijak, sehingga predikat Bali sebagai destinasi wisata dunia tetap bisa dipertahankan. Tentunya dengan bangun kembali komitmen semua pihak termasuk komponen pariwisata dengan segala macam usaha di bidang sarana prasarana, akomodasi pariwisata dan penunjangnya. Oleh karenanya SatPol PP mengambil inisiasi dengan cepat untuk mengadakan rapat koordinasi melibatkan pihak-pihak terkait di tingkat provinsi dan Kabupaten Badung dalam rangka
menyamakan presepsi sesuai ketentuan aturan yang ada  berupa Pergub 16 Tahun 2016. Ketentuan ini yang harus dipahami oleh kita semua.

"Kita tidak mau gegabah. Kita harus ingat. Bali ini sebentar lagi akan ada KTT G-20. Banyak event besar terjadi. Pariwisata mulai bangkit," ujarnya.

Hasil rapat koordinasi tersebut akhirnya disepakati jika musik yang outdoor atau beach club ditutup pukul 01.00 WITA. Namun yang ditutup hanya suara musiknya saja. Sementara aktivitas lainnya dipersilahkan dilanjutkan tanpa suara musik dengan batas waktu yang tidak ditentukan.

Hal ini juga dijelaskan oleh anggota Kelompok Ahli Bidang Pembangunan Provinsi Bali Cipto Aji Gunawan. Menurutnya, selama ini memang belum diatur soal aturan musik di outdoor, sehingga terjadi kekosongan aturan untuk bisnis hiburan malam yang outdoor. Sementara untuk yang indoor diberikan batas waktu hingga pukul 03.00 WITA dinihari.

"Pariwisata itu apa pun produknya harus memihak kepada masyarakat. Jika masyarakat Canggu dan sekitarnya merasa tidak terganggu maka sesungguhnya tidak menjadi masalah. Kalau pun merasa terganggu maka kita harus cek dimana batas toleransinya, dimana dampaknya. Tetapi kalau masyarakat yang ada menikmati maka sejujurnya tidak menjadi masalah," ujarnya. (OL-13)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat