visitaaponce.com

Penggusuran Masyarakat Rempang Bukti Pemerintah Gagal Laksanakan Mandat Konstitusi

Penggusuran Masyarakat Rempang Bukti Pemerintah Gagal Laksanakan Mandat Konstitusi
Pengunjuk rasa melempari personel polisi saat aksi unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam.(ANTARA/TEGUH PRIHATNA)

LEMBAGA Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengecam kebijakan pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau demi kepentingan industri swasta.

Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah David Effendi menilai, penggusuran di pulau rempang menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. Padahal, dalam UUD 1945 disebutkan tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Selain itu, negara gagal menjalankan pasal 33 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dna dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata David dalam keterangan resmi, Rabu (13/9).

Baca juga: Panglima TNI Kirim Tim Gabungan ke Pulau Rempang

Sebaliknya, melalui penggusuran paksa itu, negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka berupa Proyek Eco-city seluas 17 ribu hektare.

“Pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan bahkan terlihat brutal, pada 7 September 2023, ini sangat memalukan. Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan,” tegas dia.

David melanjutkan, pemukiman warga di Pulau Rempang tercatat telah ada sejak 1834. Meskipun proyek itu memiliki potensi besar untuk menarik investasi hingga Rp318 triliun hingga 2080, rencana itu menyebabkan warga tergusur. Karena itu, kata David, LHKP dan MHH Pimpinan Pusat Muhammadiyah berdiri bersama berbagai elemen gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang sudah turut bersolidaritas menyatakan sikap.

Pertama, meminta Presiden dan Menteri Koordinator Bidang Perkonomian Republik Indonesia untuk mengevaluasi dan mencabut proyek Rempang Eco-City sebagai PSN sebagaimana termaktub di dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Presiden juga didesak untuk mengevaluasi dan mencabut PSN yang memicu konflik dan memperparah kerusakan lingkungan,” imbuh dia.

Kedua, mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Kepulauan Riau untuk segera membebaskan sejumlah warga yang sedang ditahan serta menarik seluruh aparat bersenjata dari lokasi konflik.

Baca juga: Menteri ATR Sebut Lahan Tinggal di Pulau Rempang Tidak Kantongi HGU

Ketiga, mendesak pemerintah segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati serta mengedepankan perspektif HAM, mendayagunakan dialog dengan cara-cara damai yang mengutakaman kelestarian lingkungan dan keadilan antar generasi.

Keempat, mendesak DPR RI untuk mengevalusi beragam peraturan perundangan yang tidak sesuai dengan mandat konstitusi karena akan menjadikan masyarakat sebagai korban dan melanggengkan krisis sosio-ekologis.

Kelima, mendesak Kementrian PPN/Bappenas untuk menyusun rencana Pembangunan Jangka Panjang dan jangka menengah yang penuh dengan partisipasi bermakna, melibatkan pihak-pihak yang akan terdampak serta memastikan prinsip keadilan antar generasi.

Keenam, mendesak Kapolri dan Panglima TNI untuk segera memerintahkan penarikan pasukan dari lokasi yang menjadi milik masyarakat Pulau Rempang, mengevaluasi penggunaan gas air mata dalam kekerasan yang terjadi pada tanggal 7 September 2023 di Pulau Rempang serta mencopot Kapolda kepulauan Riau, Kapolres Barelang, dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam yang terbukti melakukan kekerasan pada masyarakat sipil.

Ketujuh, mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggungjawab melakukan pemulihan kepada perempuan dan anak-anak terdampak brutalitas aparat kepolisian, dan segala bentuk represi dan intimidasi oleh aparat pemerintah.

“Terakhir, mendesak pemerintah agar segera menjamin dan memuliakan hak-hak masyarakat Pulau Rempang untuk hidup, mempertahankan kebudayaan dan tinggal di tanah yang selama ini mereka tempati, serta mengedepankan pendekatan hak asasi manusia,” pungkas David. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat