visitaaponce.com

Sejarah Kerajaan Tarumanegara, Raja-raja, Peninggalan Prasasti, hingga Karya Sastranya

Sejarah Kerajaan Tarumanegara, Raja-raja, Peninggalan Prasasti, hingga Karya Sastranya
Wisatawan mengunjungi kompleks percandian Batujaya di Desa Segaran, Batujaya, Karawang, Jawa Barat.(MI)

Dalam keragaman kerajaan yang pernah eksis di Indonesia, Kerajaan Tarumanegara menjadi salah satu penanda penting dalam perjalanan sejarah Nusantara. Menyandang peranan krusial pada periode antara abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi, kerajaan ini berhasil menguasai sebagian besar wilayah barat pulau Jawa pada zamannya, mencapai puncak kejayaannya dengan pencapaian yang nyaris sempurna.

Kehadiran dan keberhasilan Kerajaan Tarumanegara mencerminkan kekayaan ragam budaya dan kearifan lokal yang mengakar di Nusantara. Penguasaannya atas wilayah yang luas menciptakan jejak penting dalam perkembangan peradaban di kawasan ini, menjadi saksi bisu dari kejayaan dan dinamika kompleks yang menghiasi masa lampau Indonesia.

Sejarah Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara, yang berpusat di tepi sungai Citarum di Jawa Barat, tidak muncul dari inisiatif penduduk lokal. Sebaliknya, kerajaan ini didirikan oleh Maharesi Jayasingawarman, seorang bangsawan asal Salankayana, India. Pendirian kerajaan tersebut merupakan respons terhadap kekacauan dan penjajahan yang dialami oleh Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.

Baca juga: Sejarah Kerajaan Kediri, Puncak Kejayaan, dan Peninggalannya

Dalam menghadapi situasi tersebut, Jayasingawarman memutuskan untuk melarikan diri dan mendirikan kerajaan baru di wilayah Nusantara. Data dari Prasasti Kebon Kopi dan Prasasti Ciaruteun menunjukkan bahwa Kerajaan Tarumanegara berdiri sekitar abad ke-4 atau ke-5 Masehi.

Kerajaan ini, yang mengikuti ajaran Hindu, dibentuk oleh Jayasingawarman setelah diterima oleh Raja Dewawarman VIII dari Kerajaan Salakanagara. Pasca-menikahi putri Raja Dewawarman VIII, Jayasingawarman memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup daerah yang sekarang dikenal sebagai Bekasi, dan menamainya Kerajaan Taruma pada tahun 358 M. Dari saat itu, Jayasingawarman memimpin kerajaan selama 24 tahun, hingga tahun 382 M.

Setelah mendirikan Kerajaan Tarumanegara, ibu kota kerajaan, Jayasingapura, menggantikan pusat pemerintahan yang sebelumnya ada di Kerajaan Salakanagara. Sejak saat itu, Kerajaan Tarumanegara mengendalikan berbagai kerajaan setempat, sementara Kerajaan Salakanagara hanya memiliki status sebagai kerajaan daerah.

Jayasingawarman, yang merupakan seorang maharesi dari Dinasti Salankayana di India, bermigrasi ke Nusantara setelah wilayah kekuasaannya diserang dan ditaklukkan oleh Maharaja Samudragupta dari Kemaharajaan Gupta. Melalui pernikahan dengan putri Raja Dewawarman VIII di Jawa Barat, Jayasingawarman menjadi pendiri Kerajaan Tarumanegara pada periode 358–382 M. Pusat pemerintahan kerajaan yang sebelumnya ada di Rajatapura atau Salakanagara, yang terletak di kawasan Teluk Lada, Kabupaten Pandeglang, Banten, pindah ke Tarumanegara.

Baca juga: Ini Dia Kerajaan Islam Pertama di Indonesia dan Peninggalannya

Pergeseran ini tidak hanya mengubah status Kerajaan Salakanagara menjadi kerajaan daerah, tetapi juga mengangkat Kerajaan Tarumanegara sebagai kerajaan utama di wilayah Jawa Barat. Sejak wafatnya Jayasingawarman, kepemimpinan Kerajaan Tarumanegara dilanjutkan oleh Dharmayawarman, meskipun catatan sejarah tentangnya relatif minim. Barulah pada masa pemerintahan Purnawarman sebagai raja ketiga, Kerajaan Tarumanegara berhasil mencapai puncak kejayaannya.

Raja-raja Tarumanegara

Raja-raja Kerajaan Tarumanegara yang pernah menjabat tersebut sebagai berikut.

1. Jayasingawarman (358-382 M)

2. Dharmayawarman (382-395 M)

3. Purnawarman (395-434 M)

4. Wisnuwarman (434-455 M)

5. Indrawarman (455-515 M)

6. Candrawarman (515-535 M)

7. Suryawarman (535-561 M)

8. Kertawarman (561-628 M)

9. Sudhawarman (628-639 M)

10. Hariwangsawarman (639-640 M)

11. Nagajayawarman (640-666 M)

12. Linggawarman (666-669 M)

Kepemimpinan Raja-raja Tarumanegara

Pada puncak kejayaan Kerajaan Tarumanegara di bawah pemerintahan Maharaja Purnawarman, raja ketiga yang berketurunan Hindu aliran Vaisnawa, terjadi perubahan signifikan dalam struktur dan perkembangan kerajaan. Purnawarman memulai era baru dengan keputusannya membangun ibu kota kerajaan yang lebih strategis pada tahun 397 Masehi, yang dikenal sebagai Sundapura, menandai permulaan cikal-bakal kata "Sunda" sebagaimana kita mengenalnya saat ini. Keberanian dan kebijaksanaan Maharaja Purnawarman terlihat dalam tindakannya yang memperhatikan dengan serius kesejahteraan rakyatnya.

Dalam upayanya untuk meningkatkan ketahanan lingkungan, Maharaja Purnawarman menginisiasi proyek penggalian Sungai Gomati sepanjang 12 km. Proyek ini bertujuan untuk mengurangi risiko bencana alam, seperti banjir atau kekeringan, yang dapat terjadi selama musim tertentu. Selain itu, keberhasilan ekonomi kerajaan dapat dilihat dari aksi kemurahan hati raja yang memberikan sedekah sebanyak 1.000 ekor sapi kepada para Brahmana, menandakan kemakmuran dan kepedulian terhadap kebutuhan spiritual masyarakat.

Sistem pertanian yang terorganisir dan tata pemerintahan yang efisien turut memberikan kontribusi pada kesejahteraan penduduk. Di bawah kepemimpinan Maharaja Purnawarman, Kerajaan Tarumanegara menguasai 48 kerajaan daerah, membentang dari Banten, Jakarta, Bogor, hingga Cirebon, melibatkan sebagian besar wilayah Jawa Barat. Hubungan diplomatik yang sukses dengan Cina juga membawa dampak positif pada perdagangan dan pelayaran, memperkaya budaya dan ekonomi kerajaan.

Namun, ketika Raja Linggawarman meninggal pada tahun 669 Masehi setelah hanya memerintah selama tiga tahun, tahta kerajaan secara otomatis jatuh ke tangan menantunya, Tarusbawa. Perubahan ini menandai akhir dari Kerajaan Tarumanegara, karena Tarusbawa lebih cenderung untuk mengembalikan kekuasaan ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda, yang sebelumnya berada di bawah dominasi Tarumanegara.

Keputusan ini mendapat keberatan dari Kerajaan Galuh, yang memilih untuk memisahkan diri. Akibatnya, bekas wilayah Kerajaan Tarumanegara terbagi menjadi dua, yaitu Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh, dan Sungai Citarum menjadi pembatasnya.

Peninggalan berharga dan sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara dapat ditemukan dalam bentuk prasasti, arca, dan naskah yang tersebar di beberapa lokasi. Prasasti-prasasti ini, tujuh di antaranya, memberikan bukti konkret tentang eksistensi dan peran penting kerajaan ini dalam pembentukan sejarah Nusantara. Lima prasasti ditemukan di daerah Bogor, satu prasasti di Jakarta, dan satu lagi di Lebak, Banten, semuanya menyimpan jejak berharga dari masa kejayaan Kerajaan Tarumanegara.

Prasasti, Arca, dan Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Prasasti

1. Prasasti Ciaruteun atau Ciampea

2. Prasasti Jambu atau Koleangkak

3. Prasasti Kebon Kopi

4. Prasasti Tugu

5. Prasasti Cidanghiang atau Lebak

6. Prasasti Muara Cianten

7. Prasasti Pasir Awi

8. Percandian Batujaya

Arca

1. Arca Rajarsi

2. Arca Wisnu Cibuaya I

3. Arca Wisnu Cibuaya II

Karya sastra

1. Naskah Wangsekerta

Jatuhnya Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara mengalami penurunan pengaruh yang signifikan sejak diperintah oleh Raja Linggawarman, yang memegang kendali sejak tahun 666 M. Setelah tiga tahun masa pemerintahannya, Linggawarman meninggal dunia, dan kepemimpinan Kerajaan Tarumanegara harus beralih ke tangan menantunya, Tarusbawa.

Tarumanegara tidak melanjutkan kepemimpinan di bawah Tarusbawa, karena Raja tersebut lebih memilih untuk kembali ke wilayah asalnya, yaitu Kerajaan Sunda, yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. Bagi Tarusbawa, Kerajaan Tarumanegara telah kehilangan pengaruh besar seperti pada masa lalu, sehingga dianggap sudah tidak relevan.

Ia mulai merencanakan pembentukan kekuatan baru di bawah Kerajaan Sunda, wilayah asalnya, dan berusaha mengalihkan pusat kekuasaan dari Kerajaan Tarumanegara ke Kerajaan Sunda. Tindakan ini menyebabkan perpecahan lebih lanjut, terutama saat Kerajaan Galuh, yang juga merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanegara, memutuskan untuk mundur dari kekuasaan Kerajaan Tarumanegara.

Dampak dari persaingan untuk mengambil alih kekuasaan setelah kematian Linggawarman ini menyebabkan sisa-sisa wilayah Kerajaan Tarumanegara terpecah menjadi dua kerajaan yang berbeda. Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh masing-masing melanjutkan perjalanan sejarah Kerajaan Tarumanegara dengan pemerintahan sendiri, yang terpisah oleh Sungai Citarum yang memisahkan kedua wilayah tersebut. Proses keruntuhan ini juga diperkuat oleh serangan dari luar, khususnya ketika Kerajaan Majapahit berusaha menaklukkan Kerajaan Tarumanegara.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat