visitaaponce.com

Konservasi Indonesia Kukuhkan Jejaring Sasi Bentang Laut Kepala Burung

Konservasi Indonesia Kukuhkan Jejaring Sasi Bentang Laut Kepala Burung
Pelatihan untuk memperkuat pengelolaan kawasan konservasi perairan oleh Konservasi Indonesia(MI/HO)

SEBANYAK 31 penggagas dan pengelola Sasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung Papua mendapatkan pelatihan untuk memperkuat pengelolaan kawasan konservasi perairan. Peserta yang berasal dari Raja Ampat, Kaimana, Fakfak, Teluk Cenderawasih, Teluk Wondama, dan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Malaumkarta itu dilatih oleh trainer dari Konservasi Indonesia selama tiga hari, sejak Senin (4/12) Rabu (6/12) di Sorong, Papua Barat.

Baca juga: Kerugian Akibat Perubahan Iklim Capai Rp540 T, Begini Konsep Transisi Energi Anies

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan (P2KP) Provinsi Papua Barat Daya, Absalom Salossa mengatakan, Sasi sebagai tradisi yang telah ada di tanah Papua sejak ratusan tahun lalu menjadi kearifan lokal yang mampu menjaga keseimbangan alam.

“Harapan saya supaya Sasi ditingkatkan, ditularkan kepada anak-cucu kita, dan kepada daerah-daerah lain. Tanpa Sasi, satu mata rantai keseimbangan lingkungan akan terputus. Ke depan kami akan mendukung dalam hal penganggaran untuk berkolaborasi, bergandengan tangan dengan komunitas yang ada,” kata Absalom lewat keterangan yang diterima.

Baca juga: Hiu Paus Hadir di Teluk Jakarta, Dinas KPKP DKI Jakarta : Tanda Perairan Bersih

Pada kesempatan yang sasma, Direktur Strategi Konservasi Papua dari Konservasi Indonesia, Meity Mongdong, menilai pemahaman atas pengelolaan sumber daya alam harus sejalan dengan penguatan sumber daya manusia yang berbasis kearifan lokal sekaligus berkelanjutan. Pemerintah pun telah membuat berbagai regulasi untuk melestarikan sumber daya laut mulai dari penguatan secara kelembagaan, pengelolaan sumber daya kawasan, serta penguatan sosial ekonomi dan budaya.

“Praktik Sasi ini sudah mulai hilang di sejumlah kelompok masyarakat, sementara kebutuhan ekonomi makin meningkat, sumber daya alam makin berkurang. Konservasi Indonesia mempunyai strategi untuk mendukung kebijakan pembangunan pemerintah yang salah satunya adalah dengan mengelola sumber daya laut dan pesisir secara efektif, serta mendukung hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alamnya. Mendukung revitalisasi Sasi adalah intervensi yang tepat untuk dilakukan dalam mencapai dua tujuan di atas tadi,” tutur Meity.

Pada kawasan perairan bentang kepala burung Papua tradisi konservasi sumber daya laut berbasis kearifan lokal ini memiliki beberapa sebutan yakni Sasi, Nggama dan Kerakera. Ketiganya mempunyai kesamaan yakni membatasi pemanfaatan dari sumber daya alam tertentu untuk memberikan kesempatan kepada alam untuk melakukan regenerasi, serta manfaat yang berkelanjutan bagi masyarakat.

Karena itu Konservasi Indonesia menginisiasi dibangunnya Jejaring Sasi untuk memperkuat ketahanan masyarakat sekaligus sumber daya alam itu sendiri.

“Seluruh pesisir saling terhubung dengan peraturan Sasi yang artinya wilayah kelola masyarakat pesisir terlindungi. Ketika ada ancaman terhadap perusakan pesisir, tidak hanya lokasi tersebut yang bersuara, tapi seluruh masyarakat yang terbangun solidaritasnya oleh Sasi ini akan ikut bersuara. Tujuan Jejaring Sasi adalah untuk membangun perlindungan dan pengelolaan bersama atas wilayah kelola masyarakat dan memastikan ketahanan masyarakat adat dan masyarakat lokal lainnya terjaga untuk waktu yang panjang,” jelas Meity.

Pada pelatihan ini, imbuh Meity, Konservasi Indonesia memberikan pemaparan agar masyarakat mempunyai suara kolektif yang kuat atas wilayah kelolanya. Tujuan lainya ialah embekali pengetahuan mengenai pola reproduksi biota yang memiliki nilai ekonomis penting sehingga penerapan Sasi bisa optimal menghasilkan manfaat, sambil secara bersamaan memastikan keberlanjutan sumber daya alamnya.

“Biarpun manusia menambah jumlah alat tangkap, memperbesar, membuat yang lebih canggih, tetap saja ikan dan biota laut makin berkurang. Karena reproduksi ikan dan biota laut jauh lebih lambat perkembangbiakannya dari  kecepatan manusia menangkap, jadi menghidupkan Sasi adalah upaya yang sangat arif untuk memastikan sumber perikanan masyarakat pesisir," tandas Meity.

Salah satu peserta pelatihan asal Kampung Aisandami, Kabupaten Teluk Wondama, Tonce Somisa bergarap pelatihan ini membuat masyarakat mendapat hasil maksimal pada saat Sasi dijalankan. “Sasi di kampung kami diberlakukan selama tiga tahun, dan belum dibuka hingga tahun ini. Setelah pelatihan ini, ketika Sasi dibuka kembali, kami akan membuat laporan agar masyarakat bisa mendapatkan hasil yang terbaik,” ujarnya.

Sementara itu, Raja Kumisi, Muhammad Nasir Aituarauw yang hadir sebagai tokoh Sasi dari Kampung Adi Jaya, Kaimana, menyebut masyarakat di kampungnya sadar benar dengan dampak besar dari tradisi berbasis konservasi ini.

 “Yang kita Sasi adalah lola, teripang, dan buah kelapa. Untuk lola dan teripang sudah dilakukan selama 24 tahun. Manfaat dari Sasi Nggama yang sudah dilakukan sejak turun temurun ini sangat luar biasa sekali untuk pendapatan Masyarakat di Kampung Adi Jaya. Ketika Sasi dibuka semua masyarakat diberikan kesempatan untuk menyelam dan mendapat hasil yang cukup banyak untuk dijual," tandasnya. (P-3)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat