visitaaponce.com

Suka Duka Pengemudi Truk

Suka Duka Pengemudi Truk
Djoko Setijowarno(MI/Adam Dwi)

PENGEMUDI truk menanggung beban sistem logistik yang salah. Tanggung jawab pemilik barang (pabrik) dibebankan pada pengemudi. Setiap terjadi kecelakaan lalu lintas, pengemudi dijadikan tersangka. Belum lagi masih suburnya pungli di sepanjang perjalanan aliran logistik. 

Tidak ada kaderisasi pengemudi truk dan minim bimbingan teknis. Jadikan pengemudi truk mitra, bukan tersangka. Kompetensi pengemudi truk ditingkatkan, pendapatan dinaikkan. Saat ini pengemudi truk sudah jarang yang membawa kernet. Dampaknya, regenerasi pengemudi truk terhambat alias tidak ada. Biasanya sopir belajar mengemudi ketika dia menjadi kernet, menggantikan sopir yang lelah.

Namun, karena saat ini ongkos muat kembali ke angka di era 2000an, sudah terlalu minim, perolehan bagi hasil antara pengemudi dengan pengusaha truk pun anjlok. Dulu pengemudi truk identik dengan banyak istri atau pacar. Bahkan, dulu jika terjadi persaingan antar pengemudi truk untuk mendapatkan wanita cantik di warung kopi, mereka berani berlomba memikat si wanita dengan memberikan hadiah. Memberi hadiah sepeda motor atau perhiasan adalah hal yang jamak bagi para pengemudi truk. Saat ini, pengemudi truk jarang ada yang mau membawa kernet agar masih ada sisa uang yang bisa dibawa pulang untuk keluarganya.

Saat ini sudah banyak pengemudi truk yang membawa istrinya untuk berperan sebagai tukang masak, tukang cuci, tukang pijit, dan tukang menghitung barang yang dimuat dan dibongkar. Perilaku pengemudi truk yang dulu sering menghiasi warung remang-remang berubah menjadi sering membawa istrinya sekarang ini adalah bukan karena alasan pertobatan atau agamais. Namun lebih karena pengiritan akibat tidak punya uang lagi.

Sebelum 2000 pengusaha pun berani mengambil kredit armada truk baru jika memiliki sudah memiliki satu truk lunas. Istilahnya satu menggendong satu. Akan tetapi saat ini tiga armada truk lunas baru bisa menghidupi satu armada truk kredit. Atau kredit truk dibayar dengan dana hasil kerja lainnya.

Jika mendapat kontrak mengangkut barang senilai Rp5 juta, dibagi Rp2,5 juta buat sopir dan Rp2,5 juta buat pemilik kendaraan. Namun, persentase tidak harus fifty-fifty. Barang yang berpotensi dicuri, sopir (55%) dan pemilik truk (45%). Jika barang yang diangkut tergolong aman, pembagiannya sopir (45%) dan pemilik truk (55%).

Pengemudi truk menanggung pengeluaran untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM), tarif tol, makan dan minum, MCK, pungutan liar, petugas resmi, tilang, tarif parkir, pecah ban, dan berbagai retribusi lainnya. Sementara pengusaha angkutan akan menanggung angsuran kredit kendaraan, penyusutan kendaraan, penggantian ban, oli dan suku cadang, stooring dan derek, perizinan dan surat menyurat, 

Kalau ketahuan overload, pengemudi membayar tilang sebesar Rp500 ribu. Tapi dia ingin muat overload agar ongkosnya tinggi dan secara otomatis bagi hasilnya juga tinggi. Jadi sebenarnya tidak ada pengemudi truk yang terpaksa muat lebih. Itu pilihan pengusaha dan pengemudi. Akibat tekanan ongkos murah dari pemilik barang. Jika ongkos bagus dan muatan ringan, pengemudi dan pengusaha angkutan sama-sama happy. Karena sebenarnya yang dikejar itu nilai ongkosnya. Itulah suka duka pengemudi truk di Indonesia.

Kalau BBM irit, tidak harus lewat jalan tol (tarif tol mahal), tidak ada preman, tidak ada petugas menjahili, tarif parkir murah, tidak ada retribusi, berbahagialah sang pengemudi truk. Namun sebaliknya, jika penggunaan BBM boros, harus lewat jalan tol, banyak preman, banyak petugas jahil, tarif parkir mahal dan banyak retribusi, celakalah nasib sang pengemudi. 

Selain mengakibatkan kaderisasi pengemudi truk terhambat, banyaknya pengemudi truk yang tidak membawa pendamping atau kernet sama sekali juga menyebabkan tingginya angka kecelakaan tunggal. Sebab waktu dan tenaga yang mestinya digunakan untuk istirahat, terpaksa digunakan untuk melakukan pekerjaan kernet. Biasanya jika ada kernet, pengemudi bisa tidur saat bongkar dan muat barang. Namun, tidak adanya kernet mengharuskan pengemudi harus melakukan penghitungan barang yang dibongkar dan dimuat. Mekanisme bongkar muat barang harus diperbaiki.

Pengemudi truk juga harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menutup barang muatan. Selain itu, masih juga harus melakukan perawatan kendaraan, seperti melakukan pengecekan tekanan angin dan bahkan melakukan bongkar dan pasang ban sendiri. Mestinya, sistem bongkar muat barang di Indonesia sudah memikirkan tanpa kernet.

Istirahat pengemudi pun jadi tidak relaks benar. Pasalnya, jika tidurnya terlalu lelap bisa-bisa ketika bangun barang bawaannya hilang. Sering juga ketika ada sopir yang tertidur terlalu lelap di rest area jalan Tol, muatan truk akan digerayangi pencuri atau muatannya dilubangi dan diambil oleh begal truk. Sekarang malah yang lebih populer lagi adalah pencurian speedometer, accu, dinamo, dan ban cadangan.

Pengemudi truk di Eropa

Di Eropa, pengemudi truk hanya mengecek oli saja. Lagipula jarang terjadi ban kempes atau pecah, karena muatan standar masih dalam batas load index ban. Pengemudi dapat tidur dengan nyaman di ruang dalam kabin truk. Jika kendaraan dicurigai mengangkut overload, pengemudi tidak diapa-apakan, tapi si pembawa manifes barang yang harus mempertanggungjawabkannya. Atau polisi di perbatasan negara akan mengundang perwakilan dari pabrik untuk hadir ke penimbangan supaya bertanggung jawab.

Di dalam manifes barang ada jumlah muatan dan berat muatan. Soal tata cara muat dan tonase mereka self assasment, namun jika dicurigai oleh polisi, kendaraan akan digiring ke lokasi penimbangan dan akan digeledah. Jika muatan tidak sesuai dengan manifes, itu baru persoalan.

Sekarang, di Eropa seringnya operasi narkoba memakai anjing pelacak, sedangkan operasi Tonase malah jarang. Pokoknya yang sering terjadi adalah barang selundupan. Belum tentu narkoba, bisa saja barang yang harus pakai bea masuk khusus. Kebanyakan pelanggaran overload dilakukan oleh truk-truk yang berasal dari Eropa Timur seperti Rusia, Rumania, Albania, Republik Ceko, Hungaria, dan Bulgaria.

Sebab di Eropa Timur masih banyak aparat yang korup dan gampang disuap. Negara yang paling ketat dan disegani oleh para sopir adalah Jerman, Swiss, Austria, Inggris, dan negara-negara Skandinavia. Overload masih sering terjadi juga di Eropa Barat, namun paling banyak adalah pelanggaran tata cara muat.

Misalkan ikatan barang tidak benar. Tetapi sepanjang masih bisa diatasi atau diperbaiki tidak akan ditilang, cuma diminta membetulkan saja. Jika terjadi kasus tonase tidak sesuai dengan manifes, pengemudi truk diminta istirahat, lalu polisi menelpon pemilik barang agar mempertanggung jawabkan. Selama pengemudi menunggu argometer jalan terus. Karena standard trading conditions berjalan dengan baik. Waktu tunggu pengemudi truk akan diganti rugi oleh pemilik barang.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat