visitaaponce.com

Keterbukaan Lembaga Filantrofi Muslim dalam Isu Moderasi

Keterbukaan Lembaga Filantrofi Muslim dalam Isu Moderasi   
Pertemuan bersama Paus Fransiskus di 2019.(Dok pribadi)

BERBICARA tentang inklusivitas, kita akan merujuk pada isu keberagaman dan toleransi antarumat beragama. Isu keberagaman, kerukunan atau moderasi menjadi fokus penting dalam pembangunan nasional dan masuk pada prioritas utama di berbagai lembaga negara di Indonesia. 

Menariknya, program inklusivitas antarumat beragama ini hadir di lembaga filantropi Islam seperti Dompet Dhuafa, yang banyak diketahui sebagai lembaga penyalur zakat yang mewadahi pengembangan internal umat Islam itu sendiri. 

Keterbukaan Dompet Dhuafa dalam isu moderasi cukup menarik karena tidak semua lembaga filantropi Islam memiliki program pemberdayaan keumatan lintas agama. Kita bisa sebut Youth for Peace Camp yang merupakan forum internasional tahunan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa, menghadirkan para pemuda dari berbagai belahan dunia. 

Tujuannya adalah berdiskusi mengenai situasi terkini dan menemukan solusi agar terwujudnya tatanan perdamaian dunia. Selain itu, Dompet Dhuafa mendukung program perorangan dengan mengirimkan delegasi muslim pada dialog lintas agama di Roma, Italia pada 2021. 

Program interfaith leaders yang didukung oleh Dompet Dhuafa ini pada dasarnya adalah program pengiriman delegasi di bidang pendidikan di bidang interfaith atau isu kerukunan. Program ini tidak hanya sebagai bentuk pengiriman duta Islam untuk dunia, namun juga sebagai bagian pendidikan bagi muslim agar menjadi muslim yang memiliki pandangan global, melihat perbedaan sebagai rahmat. Ini tidak hanya sebagai bentuk pengenalan atau syiar perdamaian demi harmonisasi di antara umat beragama namun juga pengenalan satu sama lain. 

Keindahan persaudaraan antarumat ini tidak hanya pengaplikasian terhadap isi kandungan kitab suci, melainkan pula implementasi human fraternity atau persaudaraan kemanusian dalam bentuk kerja sama dan hidup berdampingan di antara perbedaan. Bisa dikatakan bahwa program yang diselenggarakan itu adalah bentuk komitmen penting sebagai lembaga filantropi Islam, untuk mendorong pembangunan nasional di skala inklusivitas. 

Pengenalan Islam

Program dialog antaragama ini adalah cara menjembatani perbedaan konsepsi kepercayaan melalui pembelajaran satu sama lain. Diharapkan agar nantinya muncul kesadaran bersama untuk menghargai perbedaan yang dimulai dari generasi muda, untuk berperan serta dalam isu perdamaian dengan penanggulangan kekerasan atas nama agama di Indonesia. 

Di satu sisi, melalui program pengiriman perwakilan muslim dalam kegiatan interfaith leaders di jantung kota agama Katolik tersebut, merupakan pengenalan Islam di sekolah berbasis keagamaan di Roma. Ini merupakan upaya untuk menjelaskan Islam terhadap Barat lebih spesifik lagi kepada pastur dan suster dari belahan dunia. 

Hal itu diharapkan dapat menjadi jembatan untuk memahami perbedaan secara imanen dan menemukan titik temu dalam sebuah diskusi perkuliahan. Tentu saja ini bisa ditandai positif karena masing–masing kepercayaan dapat berinteraksi secara komprehensif, dan dapat mengonfirmasi pandangan atau dugaan-dugaan tidak berdasar secara langsung. Dengan demikian, masing-masing akan lebih mengenal dan menemukan titik pertemuan untuk terwujud perdamaian dan harmonisasi. 

Di samping itu, pengalaman semacam ini sangat penting bagi Indonesia. Hal itu karena pembelajaran di sana sebagai minoritas, dapat berguna di Indonesia yang notabane negeri berpendudukan muslim terbesar di dunia, dapat mengajarkan kebijaksanaan kepada seluruh umat. Hal ini bagian dari menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan dalam bingkai Kebhinekaan.

Titik temu

Isu kerukunan pada mulanya mungkin tidak menjadi prioritas lembaga-lembaga internal Islam. Namun mulai berkembang dan sejalan dengan Roadmap Penguatan Moderasi Beragama oleh Kementerian Agama RI 2020–2024, yaitu untuk menciptakan tata kehidupan beragama yang harmonis, rukun, damai dan toleran dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk. 

Melalui program inklusivitas, dimulailah aktualisasi konsep cara beragama di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia, mengingat kita adalah masyarakat multi kultur dengan perbedaan suku, ras, bahasa dan agama.

Pada dasarnya setiap agama mempunyai nilai dan norma yang dipegang kuat oleh pemeluknya masing–masing. Tetapi perlu disadari bahwa tiap kepercayaan mempunyai titik temu yang bisa menyatukan tanpa mengabaikan perbedaan tersebut. Titik temu inilah yang perlu diperkuat dengan cara menyediakan ruang dialog dan diskusi dalam rangka mengenal perbedaan dan menjalin relasi persamaan satu sama lain. 

Agaknya, hal ini jarang dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia sehingga ragam isu perpecahan kerap kali hadir mengoyak tenung kebangsaan negeri. Kita dapat melihat kasus di sepanjang 2018–2019 ditemukan 202 format kekerasan atas nama agama dengan lima tipe konflik; salah satunya adalah sektarianisme dan komunal. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab bersama agar tidak terjadi disintegrasi antar anak bangsa dan tetap kokoh di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia. 

Kesadaran akan pentingnya persatuan dan hidup berdampingan ini sepertinya mulai disoroti oleh lembaga filantropi Islam seperti Dompet Dhuafa. Kita mungkin bisa melihat bagaimana lembaga pengumpul dana zakat ini berperan dalam isu kerukunan antarumat. Hal yang patut diapresiasi bagaimana lembaga semacam ini, notabane merupakan lembaga pengelola dana keumatan, dapat mengembangkan perannya di ranah perdamaian atau pembangunan nasional berbasis isu kerukunan antarumat beragama. Melalui pendidikan kesadaran intelektual diharapkan muncul generasi yang dapat saling bersinergi tanpa melihat batas perbedaan.

Sebagai lembaga yang bergerak dalam penghimpun dana zakat yang pendistribusiannya diberikan kepada delapan kelompok yang berhak sesuai dengan pengaturan di dalam Alquran, lembaga ini dapat berperan dalam kebaikan yang lebih luas. Mereka tidak hanya sebagai penyalur materi untuk membantu dalam hal sandang, pangan, dan papan melainkan pula dalam bentuk immaterial dengan peningkatan SDM melalui dukungan terhadap program–program pemberdayaan umat dan penguatan sumber daya manusia di bidang pendidikan. 

Dukungan lembaga filantropi yang berdiri sejak 1993 ini terhadap isu perdamaian dapat diartikan positif. Bahkan bisa menjadi inspirasi bagi lembaga lain yakni kesadaran para pemuda muslim untuk berkontribusi sosial tanpa batasan SARA. Sesuatu yang merupakan implementasi nilai-nilai Islam yang bersifat terbuka dan tidak memihak. 

Prof Dr Nurul Huda SE, MM, M.Si selaku pemerhati di bidang zakat pada wawancara 26 Januari 2022, menyampaikan bahwa penyaluran dana zakat pada dasarnya tidak dapat secara langsung didistribusikan untuk kepentingan isu kerukunan umat. Namun dapat diwujudkan dalam bentuk program pendidikan, dan hal tersebut diperkenankan. 

Bisa dikatakan bahwa program pendidikan semacam di atas memiliki tujuan baik dan patut dijadikan contoh lembaga filantropi lain untuk mengembangkan diri dalam program nasional dan internasional. Hal itu demi terciptanya perdamaian dan harmonisasi di tengah masyarakat Indonesia. 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat