Super Garuda Shield 2023 dan Ketidakpastian Geopolitik di Indo-Pasifik
![Super Garuda Shield 2023 dan Ketidakpastian Geopolitik di Indo-Pasifik](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/09/b6b96671772007e857ce2d4810e38996.png)
SUPER Garuda Shield (SGS) 2023 adalah ajang latihan militer terbesar sepanjang sejarah yang diselenggarakan Indonesia dan Amerika Serikat. Kegiatan SGS kali ini dibuka pada 31 Agustus 2023 oleh Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono bersama Corps Commanding General Lt Gen Xavier Brunson. Upacara pembukaan dilaksanakan di Puslatpur 5 Marinir Baluran, Jawa Timur diikuti 5 ribu personel militer dari 19 negara. Latihan ini sudah ditutup pada Rabu (13/9).
SGS merupakan latihan tahunan yang ruang lingkup dan skalanya terus meningkat sejak digelar 2009. Kali ini SGS melibatkan tujuh negara peserta latihan yaitu Indonesia, Inggris, Prancis, Singapura, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat. Sementara negara-negara yang bertindak sebagai pengamat adalah Philipina, Belanda, Brasil, Brunei, India, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Malaysia, Papua Nugini, Selandia Baru, dan Timor Leste. Secara normatif latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapabiltas dan kemitraan baik sebagai peserta maupun pengamat untuk menunjukkan komitmen dalam mendukung perdamaian dan kerja sama.
Operasi gabungan dimulai dengan combine arms rehearsal (CAR), disusul latihan close quarter battle (CQB), combat freefall, kecepatan, pendadakan dan daya kejut adalah rangkaian kegiatan latihan untuk meningkatkan profesionalisme personel militer masing-masing. Panglima TNI mengatakan bahwa latihan Garuda Shield 2023 adalah dalam rangka mempersiapkan kita untuk menghadapi spectrum tantangan yang kompleks melalui agenda latihan darat, ambush, maritime dan airborne operation.
Latihan SGS tersebut adalah membangun hubungan persahabatan militer antarnegara khususnya yang berada di kawasan Indo-Pasifik yang saat ini sedang memanas. Dalam konteks itu, Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata AS Jenderal Charles A Flynn mengungkapkan bahwa SGS 2023 sebagai wujud komitmen untuk menegakkan tatanan berbasis aturan di Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Kehadiran Tiongkok di Selat Taiwan dan sikap asertif mereka di Laut Cina Selatan (LCS) dinilai sebagai ancaman bagi Amerika dan sekutunya. Gelaran latihan SGS 2023 adalah bentuk komunikasi geopolitik AS terhadap Tiongkok di Indo-Pasifik. Selat Taiwan menjadi arena persaingan antara AS dengan Tiongkok. Keduanya sering melakukan latihan angkatan laut di wilayah tersebut yang berkontribusi terhadap peningkatan persepsi ancaman dan meningkatnya rasa tidak aman di kawasan itu.
Persaingan AS dan Tiongkok
Orientasi geopolitik AS dan Tiongkok adalah menguasai kawasan Indo-Pasifik setidaknya LCS bagi Tiongkok. Indo-Pasifik adalah kawasan yang secara geografis berada dalam lingkup Samudra Hindia, Samudra Pasifik bagian barat dan tengah, serta wilayah yang menghubungkan kedua samudra tersebut di sepanjang LCS. Di masa depan kawasan ini merupakan ajang perebutan pengaruh di bidang ekonomi, militer dan diplomasi.
Sebelum SGS 2023 digelar, pada 28 Agustus 2023 Otoritas Kemaritiman Sumber Daya Alam Tiongkok mengeluarkan peta standar Tiongkok edisi 2023 yang mencakup wilayah maritim (ZEE) dekat Sabah dan Serawak, Brunei, Philipina, Indonesia, Vietnam serta India. Peta klaim terbaru tersebut tentu membuat tensi geopolitik di kawasan menjadi panas.
Konsep Indo-Pasifik menjadi perbincangan hangat setelah PM Jepang Shinzo Abe pada 2017 menyampaikan pidato tentang kompetisi AS dan Tiongkok di kawasan itu. Tiongkok dengan pertumbuhan ekonomi dibarengi dengan peningkatan kapabilitas dan kapasitas militernya menggunakan instrumen itu untuk bertumbuh menjadi negara dengan kekuatan pengaruh di Indo-Pasifik.
Konsep seidenstrasse (jalur sutera) di era terdahulu berusaha dikembangkan kembali di era kontemporer. Nine dash line adalah bentuk konsep geopolitik Tiongkok untuk menguasai kawasan LCS. Sementara AS berusaha membendung Tiongkok melalui konsep Pivot to Asia dan Freedom of Navigation Operation (Fonops).
Upaya AS juga dilihat dari hadirnya kembali pangkalan militer mereka di Philipina (sekutu tradisional AS) ditambah Prancis dan Jerman telah hadir di Philipina juga sebagai bagian dari kekuatan pengganda AS. Kehadiran militer AS di Manus, Papua Nugini menjadi indikasi bahwa AS dan sekutunya sangat serius untuk membendung laju Tiongkok di kawasan.
Indo-Pasifik adalah wilayah biogeografis bahari di dunia dan kaya akan sumber alam sehingga berpotensi menjadi wilayah konflik baru antarnegara. Dalam upaya menguasai LCS, Tiongkok sering memamerkan kekuatan armada laut (menurut World Directory of Modern Military Warships (WDMMW) 2023, Tiongkok berada di urutan kedua kekuatan angkatan lautnya).
Laut tetap menjadi arena kehidupan mengingat luas laut yang melebihi daratan akan menjadi sumber daya bagi kehidupan. Penguatan Angkatan Laut Tiongkok yang semakin jemawa seakan mengingatkan kita pada tesis Alfred Thayer Mahan, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat bahwa kekuatan laut merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara. Jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara.
Tesis Mahan ini menjadi inspirasi Tiongkok dalam meningkatkan power untuk kepentingan nasionalnya. Nine dash line dan peta baru yang dirilis jelas meningkatkan ketegangan di Indo-Pasifik. Khusus bagi negara-negara ASEAN yang mana Indonesia berada di dalamnya perlu untuk kembali ke perundingan dengan mengedepankan code of conduct (CoC).
Sebagai negara senior di ASEAN, Indonesia dapat menjadi pemantik diplomasi mengingat kawasan natuna Utara diklaim juga oleh Tiongkok. Negara-negara yang masuk dalam klaim peta baru Tiongkok dapat menyatukan langkah, termasuk mengundang India yang bermasalah juga dalam hal perbatasan darat dengan Tiongkok.
Bagi Indonesia, klaim Tiongkok di Natuna Utara harus mampu dihambat dengan adanya kekuatan hukum internasional yaitu berupa Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Klaim Tiongkok dan manuver militer AS dan sekutunya menciptakan ketidakpastian geopolitik di Indo-Pasifik. Peran Indonesia menjadi sangat penting untuk menguatkan diplomasi didukung oleh sesama negara ASEAN lainnya.
Ketidakpastian kawasan akan menimbulkan instabilitas yang dapat mengganggu semua pihak. Suhu politik harus dapat diturunkan oleh semua stake holder kawasan. Dalam sejarah, kawasan Asia Pasifik pernah menjadi palagan perang. Kita tidak berharap perang terjadi kembali apalagi di kawasan Indo-Pasifik yang sangat luas dengan sejumlah negara di dalamnya, karena bila pecah perang dampaknya akan sangat mengerikan.
Terkini Lainnya
Kemauan Pemerintah Urusi Serangan Ransomware di PDNS 2 Dinilai Rendah
Pernyataan Panglima Soal Multifungsi TNI Dinilai Berbahaya
Prodi HI UKI Bersama DPR RI Diskusikan Aturan Intelijen di Indonesia
Draf RUU TNI Pastikan TNI Bisa Duduki Jabatan Sipil Tapi Harus Mundur
DPR RI dan Pemerintah Bahas Kerja Sama Pertahanan dengan 4 Negara
Prabowo Subianto Ingin TNI-Polri Bantu Wujudkan Tujuan Nasional
Australia Ikut Latihan Gabungan Garuda Shield untuk Pertama Kalinya
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap