visitaaponce.com

Puasa, Etos Kerja, dan Budaya Malu

Puasa, Etos Kerja, dan Budaya Malu
Prof. Dr. Imam Subchi, M.A, Guru Besar Antropologi Agama dan Wakil Rektor 2 UIN Syarif Hidayatullah JakartaUIN Syarif Hidayatullah Jakarta(MI/HO)

RAMADAN Tahun 1445H menjadi penanda penting bagi umat Islam seluruh dunia, mereka merayakan sesuai dengan budaya masing-masing. “Puasa bukan sekedar menahan makan dan minum saja, juga menahan diri dari perkataan lagwu (perkataan/perbuatan yang tidak berfaedah) dan rofats. Jika ada seseorang yang mengejekmu atau usil padamu, katakan padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR. Ibnu Majah dan Hakim). 

Jadi, menurut Nabi SAW, dalam sabdanya tersebut, esensi puasa tidak hanya sekedar menahan makan dan minum saja. Namun, puasa itu juga harus mampu menahan diri dari hal-hal lain diluar menahan lapar dan dahaga yang diistilahkan Nabi dalam hadits diatas dengan sebutan Laghwu dan Rofats.

Di samping itu, puasa juga melatih kesabaran, keteraturan, disiplin dalam menjalankan tugas, dan profesional. Ketika seseorang berpuasa selayaknya berdampak pada keseriusan dalam menjalalankan kewajibannya sebagai pegawai baik negeri maupun swasta. 

Baca juga : Ini Tips Bagi Penderita GERD yang Ingin Berpuasa

Profesionalisme merupakan akar kehidupan pegawai yang senantiasa perlu ditingkatkan. 

Minggu pertama Ramadan kerap menjadi momen kritis bagi tumbuh kembang profesionalisme. Puasa di siang hari dan salat tarawih di malam hari kerap dijadikan acuan seseorang untuk mereposisi kembali kesibukannya. Tentu saja, yang menjadi masalah adalah tatkala ritual tersebut menjadi dalih untuk melakukan mangkir profesionalisme. Ini merupakan suatu laku yang tidak terpuji. 

Ramadan adalah bulan peningkatan. Kadar iman dan takwa tentu menemukan momentumnya untuk diperbaiki dan dikembangkan. Namun, di sisi lain, perlu juga upgrading profesionalisme, utamanya untuk menyediakan layanan di bidang administrasi, akademik serta ranah profesi lainnya, seperti digitalisasi serta keamanan. Kedua ranah ini harus berjalan beriringan. 

Baca juga : Penderita Sakit Ginjal Tahap Lanjut Disarankan tidak Puasa

Konsisten dan disiplin  

Pada bulan Ramadan, suasana di lingkungan perkantoran mungkin sedikit menjadi berbeda. Bulan suci ini membawa berkah tersendiri bagi seluruh komunitas umat Islam yang menjalankannya di lingkungan perkantoran dan lain-lain, sebab suasananya lebih menahan diri dari makanan dan minuman, namun menjelang berbuka, sebagaian menjalankan buka puasa di perkantoran, mungkin sebagian besar lainnya di lingkungan rumah atau keluarga, dan ini membuat suasana lebih hangat meriah.

Profesionalitas dalam bidang pelayanan pekerjaan membutuhkan kesadaran akan tanggung jawab dan kewajiban. Para pegawai harus tetap memberikan pelayanan yang prima meskipun berpuasa. Hal ini meliputi kemampuan untuk menjaga efisiensi dalam penanganan administrasi, memberikan respon yang cepat terhadap pertanyaan dan permintaan, serta mengutamakan kebutuhan masyarakat yang dilayani.

Selain itu, kejujuran dan integritas juga menjadi unsur kunci dalam menjaga profesionalitas. Dalam mengelola berbagai dokumen dan proses administratif misalnya, pegawai harus menunjukkan integritas yang tinggi. Hal ini termasuk menjaga kerahasiaan informasi pribadi mahasiswa dan dosen, serta menghindari praktik-praktik yang menjurus pada mal wewenang dan tugas yang bisa berdampak pada kerusakan sistem administratif di semua bidang. 

Baca juga : Melatih Diri Menjadi Insan yang Takwa melalui Puasa Ramadan

Di lingkungan akademik umpamanya, profesionalitas juga memegang peranan yang sama pentingnya. Dosen dan tenaga akademik di lingkungan kampus harus mampu menjaga kualitas tri dharma, pendidikan, pengajaran, penelitian dan pengabdian meskipun menjalani ibadah puasa. 

Mereka perlu mengatur jadwal perkuliahan dan konsultasi dengan cermat dan mendorong para mahasiswa untuk meningkatkan fokus dan kerja akademiknya. Selain itu, mereka juga diharapkan tetap memberikan feedback yang konstruktif dan bermanfaat kepada mahasiswa, tanpa mengabaikan kualitas pengajaran.

Profesionalitas dalam bidang akademik juga tercermin dalam komitmen untuk terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan. Dosen dan tenaga akademik di kampus diharapkan untuk terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Baca juga : Ibu Hamil Diingatkan Perhatikan Kandungan Nutrisi Saat Berpuasa

Selain pelayanan administratif dan akademik, profesionalitas juga penting dalam profesi lainnya di lingkungan kampus, seperti karyawan kebersihan, keamanan, dan lain-lain. 

Mereka juga memiliki peran yang signifikan dalam menjaga kelancaran operasional universitas selama bulan Ramadhan. Profesionalitas mereka tercermin dalam kebersihan lingkungan kampus, keamanan dan ketertiban, serta pelayanan yang ramah dan responsif kepada seluruh sivitas akademika.

Dalam hal relevansi puasa, profesionalitas merupakan hal yang terkait erat. Setiap individu yang terlibat dalam pelayanan administratif, akademik, dan profesi lainnya di kampus mengutamakan etika kerja yang tinggi, integritas, dan komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh masyarakat akademik. 

Baca juga : Memahami Pola Nutrisi Sehat akan Membantu Anda Menjaga Stamina Saat Berpuasa

Dengan demikian, atmosfer Ramadhan di lingkungan kampus akan menjadi momentum yang berharga untuk memperkuat profesionalisme dan mempererat ikatan antar anggota komunitas universitas.

Budaya malu

Bagi para pegawai yang menerima gaji namun gagal mencapai target pekerjaan, terutama di bulan Ramadan, menunjukkan adanya keterbatasan dalam kepemimpinan dan tanggung jawab mereka. Gaji yang diterima seharusnya diiringi dengan kinerja yang prima dan pencapaian target yang sesuai dengan tanggung jawab mereka. 

Ketidakmampuan mencapai target pekerjaan, terutama di bulan Ramadhan yang membutuhkan kesiapan dan komitmen ekstra, mencerminkan kurangnya kesadaran akan tanggung jawab sosial dan etika kepemimpinan.

Baca juga : Jangan Lupa Perhatikan Pengolahan Makanan Selama Puasa

Ketidakberpihakan pada nilai-nilai moral juga menjadi fokus penting dalam analisis ini. Gaji memadai para pegawai seharusnya tidak hanya diukur dari segi nilai finansial, tetapi juga dari dampak positif yang mereka hasilkan bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. 

Ketika mereka tidak mampu mencapai target pekerjaan, terutama dalam konteks pelayanan publik di bulan Ramadan, hal ini menunjukkan kurangnya komitmen pada nilai-nilai moral dan etika kerja yang seharusnya menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.

Ramadan tahun ini seharusnya juga dapat dimaknai sebagai momen berpijak bahwa sudah sepatutnya setiap manusia memperhatikan sisi malu-nya. Malu jika tidak bisa mengerjakan kewajibannya sebagai pegawai, malu dengan kemalasan dengan menerima gaji yang memadai menurut kadar aturan, malu melihat sekelilingnya kurang bersih bagi petugas kebersihan, malu karena mengabaikan tanggungjawab sebagai abdi negara. 
Menyebarkan budaya malu, adalah suatu keniscayaan. 

Baca juga : Ini Tips Agar Kulit Tetap Sehat dan Glowing Saat Puasa

Dengan berkaca diri untuk emoh berbuat kontra tanggung jawab, dapat dimaknai sebagai suatu hikmah Ramadhan yang sifatnya intim, namun berdampak besar bagi tumbuh kembang institusi dimana mereka bekerja. Islam menjadikan rasa malu sebagai salah satu ciri khas misi ajarannya. 

Rasulullah SAW menjelaskan, setiap agama memiliki ciri khas akhlaknya, dan akhlak yang menjadi ciri khas agama Islam adalah rasa malu (HR. Imam Malik). 

Di sisi lain, Rasulullah menyatakan, rasa malu dan keimanan merupakan dua teman karib. Apabila salah satunya telah sirna, maka yang lainnya juga akan ikut sirna (HR. Imam al-Hakim).  

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat