Inovasi Pengelolaan Risiko Bencana Hidrometeorologi
‘ADAPTASI pada perubahan iklim’ merupakan kalimat yang sering kita baca dan kita dengar di mana-mana. Perubahan iklim kemudian dikaitkan dengan cuaca ekstrem yang berujung pada meningkatnya bencana hidrometeorologi atau bencana yang terjadi berhubungan dengan hujan.
Banyak bencana di Indonesia yang digolongkan dalam bencana hidrometeorologi, yaitu banjir dan kekeringan, yang kemudian dapat meluas menjadi tanah longsor ataupun kebakaran hutan dan lahan.
BMKG dan BNPB pun disibukkan untuk mengurus masalah banjir, tanah longsor, dan kekeringan, serta kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun, karena akhir-akhir ini pada awal musim penghujan pun sudah ada daerah yang mengalami kebanjiran. Begitu juga beberapa daerah di Indonesia telah mengalami kekeringan walaupun musim kemarau baru saja dimulai.
Baca juga : Land Subsidence Picu Naiknya Permukaan Air Laut
Peningkatan frekuensi kejadian inilah yang kemudian mendorong soal bencana hidrometeorologi menjadi salah satu tema yang akan dibahas dalam 10th World Water Forum di Bali pada 18 – 25 Mei 2024.
Pemerintah telah melakukan tindakan yang benar dengan melibatkan masyarakat untuk menghadapi bencana. Itu tecermin dari adanya pasal pengaturan partisipasi masyarakat dalam menghadapi bencana di Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 26 dan 27 undang-undang itu menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam keputusan penanggulangan bencana dan wajib melakukan kegiatan penanggulangan bencana. Kedua pasal ini menjadi dasar dibentuknya Desa Tangguh Bencana, di mana masyarakat dilibatkan baik di waktu sebelum terjadinya bencana, saat bencana, maupun sesudah bencana.
Meskipun demikian, pelibatan masyarakat di Desa Tangguh Bencana belumlah cukup optimal. Dari beberapa yang telah dibentuk, titik berat lebih pada penanganan apabila terjadi bencana, bukan pada pengurangan risiko bencana. Sebagai contoh, pada daerah yang sering mengalami banjir, penanganan pra-bencana adalah persiapan menghadapi banjir, di mana lokasi pengungsian, bagaimana logistik, dan sebagainya.
Baca juga : Peringatan Hari Bumi harus Dibarengi Mitigasi Bencana Hidrometeorologi
Padahal sesungguhnya masyarakat, terutama di perdesaan, dapat lebih diberdayakan untuk mengamati fenomena alam yang terjadi karena sejak kecil telah mengerti dan paham tanda-tanda alam akan terjadinya bencana di wilayahnya, sehingga mempunyai feeling bagaimana atau kapan bencana itu akan terjadi.
Kepekaan dan kewaspadaan masyarakat ini dapat dimanfaatkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan bahkan BMKG. Misalnya, BMKG dapat melibatkan masyarakat dalam pengamatan hujan, khususnya di daerah-daerah hulu daerah aliran sungai (DAS) yang dalam sistem hidrologis menjadi penyumbang banjir, dan selama ini belum terpantau oleh BMKG. Masyarakat pun bisa diberikan pelatihan oleh BMKG terkait hal itu.
Saat ini, BMKG baru dapat mengumpulkan data hujan pada area yang secara infrastruktur bisa dijangkau, seperti di tengah dan hilir suatu DAS. Pada daerah yang terpencil, seperti desa-desa yang berbatasan dengan hutan, data hujan masih belum terpantau. Keadaan ini dimaklumi karena besarnya biaya untuk memperoleh data hujan tersebut, mulai dari peralatan yang mahal serta anggaran untuk pengamat yang terbatas.
Baca juga : Antisipasi Bencana Geologi, Peneliti BRIN Kaji Karakteristik Wilayah Sundaland
Peluang pelibatan masyarakat dalam pengumpulan data hujan ini perlu dipertimbangkan dengan baik. Hal lain yang harus dipersiapkan ialah mekanisme penyampaian/lalu lintas data hujan tersebut dari pengamat sampai ke BMKG, bagaimana menjaga agar data yang dikumpulkan benar dan akurat. Kuncinya ada pada penggunaan alat yang mudah dioperasikan, dan memberi kemudahan kepada pengamat untuk memperbaikinya apabila terjadi kerusakan.
Penggunaan penakar hujan manual dan sederhana sebaiknya menjadi pilihan, yang pemeliharaannya dapat dilakukan dengan sumber daya lokal dan bahan-bahannya tersedia, bahkan di desa yang terpencil yang jauh dari pusat kota. Apabila semua hal itu dapat diatasi, data hujan yang dikumpulkan oleh BMKG dapat lebih lengkap. Dan, yang terutama sekali, masyarakat secara tidak langsung dapat berpartisipasi dalam pencegahan bencana.
Pengalaman yang penulis peroleh dari pemasangan penakar hujan yang sederhana dan menempatkannya di sekolah dasar pada desa-desa di hulu DAS memberikan hasil yang cukup memuaskan. Pengukuran dan pencatatan data dilakukan oleh murid-murid SD dan pengumpulan data dilakukan oleh guru-gurunya.
Baca juga : Gelombang Panas Melambat Akibat Perubahan Iklim, Memperpanjang Kesengsaraan
Dari kegiatan tersebut, paling tidak ada tiga keuntungan yang dapat diperoleh dengan memberdayakan masyarakat setempat. Pertama, data hujan di daerah terpencil, selama masih terdapat SD, akan dapat diperoleh sehingga BMKG bisa memperoleh data hujan yang lebih merata.
Kedua, menanamkan pengetahuan mengenai hubungan hujan dan bencana kepada masyarakat, terutama anak-anak sejak dini, bagaimana hujan yang turun saat ini di suatu tempat bisa menjadi banjir di tempat lain.
Keuntungan yang ketiga ialah penghematan biaya pengumpulan data itu karena memanfaatkan murid dan guru SD. Hal ini akan menjadi lebih mudah apabila BMKG dapat bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, misalnya memasukkan pengetahuan tentang hujan dan bencana dalam kurikulum pendidikan, serta pengetahuan mengenai hujan dan bencana menjadi salah satu penerapan dari kurikulum tersebut.
Apabila hal ini dapat dilaksanakan, kita dapat mempunyai data hujan dari hasil pengukuran yang lengkap sehingga dapat dimanfaatkan lebih luas lagi.
Selamat membahas bersama, Air untuk Kesejahteraan, di 10th World Water Forum 2024. Sekiranya forum ini nantinya dapat menghasilkan lebih banyak lagi pertukaran informasi, pengalaman, kerjasama, dan kesepakatan antarnegara.
(Z-9)
Terkini Lainnya
Ini Manfaat World Water Forum ke-10 bagi Indonesia
Indonesia Angkat 3 Concrete Deliverables dalam World Water Forum Ke-10
Gelar Halal bihalal, Menteri Basuki Ingatkan Perbarui Niat Kerja untuk Ibadah
Menteri PUPR Minta Masalah ODOL Dibahas dengan Melibatkan Semua Pihak
Dinas PUPR Klaten Kebut Perbaikan Ruas Jalan Alternatif Mudik Lebaran 2024
Menyambut 10th World Water Forum 2024: Peran Serta Masyarakat Menghadapi Ancaman Bencana Hidrometeorologi
4 Desa di Ciamis Terkena Bencana Hidrometeorologi Usai Hujan
Cuaca Ekstrem masih Ancam Sejumlah Wilayah di Jateng
Peringatan Hari Bumi harus Dibarengi Mitigasi Bencana Hidrometeorologi
Waspada Bencana Hidrometeorologi di Arus Balik
Inovasi Pengelolaan Risiko Bencana Hidrometeorologi
Jokowi dan Internet di Papua Pegunungan
Menyambut 10th World Water Forum 2024: Peran Serta Masyarakat Menghadapi Ancaman Bencana Hidrometeorologi
Kartini dan Emansipasi bagi PRT
Menakar Kebutuhan Pendanaan untuk Pilpres 2024 Putaran Kedua
Arus Balik, Urbanisasi, dan Nasib Penduduk Perdesaan
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Gerakan Green Movement Sabuk Hijau Nusantara Tanam 10 Ribu Pohon di IKN
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap