visitaaponce.com

8 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang Wajib Kamu Ketahui

8 Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang Wajib Kamu Ketahui
Lonceng Cakra Donya(wikimedia)

Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai hingga kini masih terpelihara dengan baik. Masing-masing menunjukkan kejayaan, dan bukti-bukti peradaban Indonesia zaman penyebaran agama Islam pertama kali.

Lantas, apa saja peninggalan-peninggalan berharga tersebut yang masih ada dan terawat dengan baik hingga kini? Ikuti ulasan ini sampai akhir untuk wawasan kamu terkait kehidupan sosial, budaya, dan politik yang berkembang di bawah naungan kekuasaan kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia itu.

Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai Beserta Gambarnya

Para ahli sejarah menemukan banyak sekali peninggalan Kerajaan Samudra Pasai berupa artefak-artefak kuno sebagaimana yang disebut dalam ulasan di bawah.

Baca juga : Wapres Usulkan Zakat Sebagai Pengurang Pajak

1. Nisan Samudera Pasai

Nisan dalam agama Islam merupakan penanda kuburan. Arkeolog telah menemukan ratusan nisan kuno era Kerajaan Samudra Pasai di sekitaran Aceh. Salah satu yang paling populer yakni Nisan Sultan Malik Al-Saleh, pendiri pertama Kerajaan Islam Samudera Pasai.

Sebelum dikenal dengan nama Malikussaleh dan mendapat julukan Malik Al Saleh, pendiri Kerajaan Samudera Pasai ini bernama Meurah Silu. Berlokasi di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera. Tepatnya, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe, nisan tersebut menunjukkan bahwa kerajaan Samudra Pasai pernah berjaya di Aceh dan sekitarnya.

Nah, selain nisan Sultan Malik Al-Saleh, terdapat beberapa nisan lagi yang masih terjaga dan kemudian didokumentasikan oleh para ahli sejarah. Makam-makam tersebut adalah:

Baca juga : DPR RI Minta Pemerintah Tiongkok Hentikan Penghancuran Menara Masjid Najiaying

1.    Makam Sultanah Nahrisyah (salah satu pemimpin wanita zaman Kerajaan Samudera Pasai)
2.    Makam Sultan Zainal Abidin (sultan ke 5 Kerajaan Samudera Pasai)
3.    Makam Abu Syech Zainal Abidin bin Abu Zaid (sultan Samudera Pasai yang ke-9)
4.    Makam Paduka Situl Alam binti Sultan Ahmad 
5.    Makam Tengku Sidi Abdullah Tajul Nillah yang merupakan cicit Khalifah Al-Muntasir yang berasal dari Dinasti Abbasiyah
6.    Makam Peut Ploh Peut (sekelompok ulama yang meninggal karena dieksekusi Raja Bakoi yang suka berwenang-wenang)
7.    Makam Teungku Syarif
8.    Makam Said Syarif (menteri dari Kerajaan Samudera Pasai)
9.    Makam Kandang Meuh (kompleks pemakaman Sultan Ibrahim Mansyur Syah beserta keluarganya)
10.    Makam Naina Hisamuddin
11.    Makam Teungku di Iboih (makam Maulana Abdurrahman Al-Fasi, lebih tua daripada makam Malikussaleh)
12.    Makam Perdana Menteri
13.    Makam Ratu Al-Aqla (puteri Sultan Malikul Dhahir), 
14.    Makam Batee Balee (Sultan Mahmutsyah, keturunan Kesultanan ke tiga pada masa Kerajaan Malikussaleh)

Biasanya, nisan yang rata-rata tingginya melebihi satu meter ini dibuat dari sejenis batu kali. Dibentuk pipih dengan nuansa megah dengan rupa yang macam-macam. Disertai ukiran Arab indah mengenai ayat Al-Quran dan keterangan tokoh yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya.

Nisan-nisan tersebut merupakan peninggalan sejarah yang sangat penting, mengingat kesultanan semacam Samudera Pasai itu tidak meninggalkan bekas bangunan besar lainnya. 

Baca juga : Wajah Islam Tiongkok di KAA Bandung

2. Gerabah Lokal, Keramik Asing serta Benda Logam

Arkeolog juga pernah menemukan pecahan gerabah lokal dan keramik asing, serta benda logam dari besi, perunggu dan timah. Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai ini menandakan adanya aktivitas perdagangan yang terjadi pada masa kerajaan Samudera Pasai dulu.
Bukan hanya dari kalangan masyarakat kerajaan, namun aktivitas perdagangan ini juga disinyalir terjalin dengan pedagang dari berbagai negara.

3. Koin Dirham Samudra Pasai

Dirham merupakan mata uang Arab zaman Nabi yang juga dipakai di era Samudra Pasai. Dirham/derham/deureuham berupa koin yang terbuat dari emas murni dan digunakan untuk alat pembayaran.

Mata uang yang terbuat dari emas bernilai 17-18 karat dengan diameter 1 cm dan berat 0,57 gram. Pada masing-masing koin dirham ini terdapat aksara Arab dengan nama-nama sultan yang pernah memerintah Samudera Pasai. 

Baca juga : PII: Pemerintah Afghanistan harus Waspadai Jebakan Hutang Tiongkok

Nah, tulisan-tulisan ini sama dengan yang ada di batu-batu nisan. Sehingga menjadi dasar sejarah bahwa dirham tersebut merupakan peninggalan Kesultanan Samudra Pasai.

Selain itu, terdapat dirham yang terbuat dari timah yang dipergunakan sebagai alat tukar di pasar. Adapun keberadaan uang-uang dirham tersebut secara tidak langsung mencerminkan kejayaan dan kemakmuran dari Kesultanan Samudra Pasai.  

4. Cakra Donya

Cakra Donya merupakan benda peninggalan era Samudra Pasai pada tahun 1409 M. Ini merupakan hadiah seorang Laksamana Cheng Ho kepada Sultan Malikud-Dhahir. Hadiah tersebut menandakan persahabatan antara Kaisar Tiongkok dengan Kesultanan Samudra Pasai. 

Baca juga : DPP PII Minta RI Bujuk Tiongkok Terima Bantuan Luar Tangani Covid-19

Bentuknya berupa lonceng yang terbuat dari besi. Lonceng ini dimanfaat sebagai penanda bahaya, seperti pemberian aba-aba perang serta hal-hal berbahaya yang terjadi di laut. Serta digunakan sebagai penanda azan dan waktu berbuka puasa. 

Sampai pada masa tertentu, cakra donya tidak digunakan lagi dan dipindahkan ke Museum Aceh, yaitu pada tahun 1915.

5. Stempel Sultan al-Malik az-Zhahir

Stempel ini diduga milik Muhammad al-Malik az-Zhahir, yakni sultan kedua yang memerintah Kerajaan Samudra Pasai yang wafat pada tahun 726 Hijriyah. Penemuan stempel tua yang diperkirakan sudah berusia lebih dari 683 tahun tersebut terjadi di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Aceh Utara, oleh seorang pematang tambak.

Baca juga : Tingkatkan Literasi Islam, Amanah Takaful Tebar 10.000 Al Quran di Pidie

Saat ditemukan, stempel Islam tertua berukuran 2 x 1 cm tersebut sudah tidak bergagang karena patah. Beratnya tak sampai satu milligram, terbuat dari sejenis tanduk hewan. Lalu, terdapat kalimat Mamlakah Muhammad dalam kaligrafi Khufi.  

6. Hikayat Raja-raja Pasai

Selain peninggalan benda bersejarah, Kesultanan Samudera Pasai juga turut andil dalam sejarah keilmuan Islam yang disampaikan dari karya-karya tulisnya. Salah satunya yaitu Hikayat Raja-raja Pasai. 

Karya tulis yang yang diperkirakan sudah ada sejak tahun 1360 M tersebut menjadi penanda munculnya serta perkembangan sastra Melayu klasik di Nusantara. Yang mana bahasa tersebut kemudian digunakan oleh ulama besar Aceh bernama Syaikh Abdurrauf al-Singkili dalam menuliskan buku-bukunya. 

Baca juga : PII: Revolusi Toilet Cerminan Rakyat China Tolak Xi Jinping

Perkembangan ilmu tasawwuf juga terjadi seiring dengan populernya sastra Melayu klasik. Kitab berjudul Durru al-Manzu karya seorang syech besar beranama Maulana Abu Ishak menjadi bukti dari perkembangan tersebut. Dalam kitab tersebut, diceritakan peran Samudera Pasai yang kala itu berhasil menjadi pusat tamaddun (peradaban) Islam di Asia Tenggara. 

7. Naskah Surat Sultan Zainal Abidin 

Naskah surat hasil tulisan tangan SUltan Zainal Abidin bisa disebut sebagai bukti otentik kerajaan Samudera Pasai selanjutnya.

Surat tersebut ditulisnya sebelum meninggal pada tahun 1519 M yang ditujukan kepada Kapten Moran yang pada saat itu merupakan wakil raja Portugis di India. Berisi tentang pengaduan sultan yang merasa kesultanan dirugikan oleh utusan Portugis, padahal kedua kekuasaan ini menjalin hubungan sejak lama. 

Baca juga : Tugu Kongres Santri Pancasila, Simbol Tegaknya Pancasila di Tanah Rencong

Di balik penulisan surat tersebut, sultan Zainal Abidin sedang berada di masa-masa akhir pemerintahannya sekaligus mendekati masa akhir dari Samudra Pasai. Kini surat tersebut tersimpan di Museum Aceh.

8. Tradisi Peutroen Aneuk

Tidak hanya artefak kuno, peninggalan budaya Samudra Pasai juga bisa disaksikan dalam bentuk tradisi yang ternyata, dan salah satunya masih dilestarikan sampai sekarang. Tradisi tersebut bernama Peutroen Aneuk, yakni upacara bayi menginjak tanah pertama kali dan diajak berkeliling rumah, lalu dimandikan. Bahkan, ada yang mengajaknya berziarah di sekitar rumah.

Sejumlah peninggalan tersebut hanya sedikit dari yang ditemukan para peneliti. Lengkapnya dapat dilihat di Desa Kuta Keureng Aceh Utara yang dipastikan ahli sejarah sebagai kawasan Kerajaan Samudera Pasai.

Baca juga : Gubernur Sumut Distribusikan 30 ribu Al-Quran Wakaf BWA

Wisatawan Aceh maupun dari berbagai daerah dapat melihat beberapa artefak kuno yang ditemukan para peneliti di daerah tersebut secara langsung di Museum Islam Samudra Pasai yang terletak di Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Selain lebih aman dan nyaman, kamu bisa mengetahui informasi sejarah yang akurat dari museum ini.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Esa tanjung

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat