visitaaponce.com

Hari Kebangkitan Nasional Jadi Momentum Pulihkan Nilai Luhur Keindonesiaan

Hari Kebangkitan Nasional Jadi Momentum Pulihkan Nilai Luhur Keindonesiaan
Forum Diskusi Denpasar 12 bertema 'Nilai-nilai Baik Untuk Indonesia Bangkit; Sebuah Renungan Kebangkitan Nasional',(Dok. Pribadi)

PADA 20 Mei 2022 nanti, bangsa Indonesia akan kembali mengenang hari Kebangkitan Nasional. Peringatan yang setiap tahun dirayakan sejak 1928 ini menjadi momentum penting untuk menggali kembali nilai-nilai kebangsaan yang saat ini mulai terkikis arus perubahan zaman.

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, ketika berbicara mengenai nilai-nilai baik untuk Indonesia, sebetulnya menggugah kembali ingatan pada hal-hal yang sangat dasar ketika Indonesia dibentuk. Hal itu merupakan pikiran-pikiran besar dari bapak bangsa yang telah yakin dan paham bahwa kita adalah suatu bangsa sebagaimana pertama kali disampaikan pada hari Sumpah Pemuda pada 1928.

"Apa sesungguhnya yang harus kita lakukan? Kita dalami kembali dan harus kita ingatkan terutama kemudian kita aplikasikan pada anak milenial," ujarnya dalam diskusi Denpasar 12 dengan tema 'Nilai-nilai Baik Untuk Indonesia Bangkit; Sebuah Renungan Kebangkitan Nasional', Rabu (18/5).

Menurutnya, bangsa Indonesia tidak bisa melupakan sejarah perjalanan bangsa. Ada beberapa peristiwa besar yang kemudian berakibat secara langsung terhadap lunturnya nilai-nilai kebangsaan. 

"Belum lama ini masih segar dalam ingatan kita bagaimana kita harus berhadapan, pertentangan nilai yang sebetulnya tidak pernah ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," imbuhnya.

Polarisasi yang terjadi, perbedaan-perbedaan nilai, pandangan yang kemudian terjadi secara tajam dan bisa berpotensi memecah belah bangsa. Hal itu bisa berujung pada perubahan pola perilaku dan yang lebih membahayakan adalah bagaimana kita sebuah bangsa melihat eksistensi diri kita.

"Tantangan yang kita hadapi saat ini sangat nyata, bukan hanya sekadar 'infiltrasi ideologi', tetapi juga berubahnya nilai-nilai karena perubahan zaman itu sendiri. Lompatan-lompatan teknologi menghasilkan juga perilaku dan perubahan budaya yang tidak bisa kita hindarkan berdampak kepada kehidupan kita sehari-hari," kata dia.

Rerie pun mengajak semua elemen bangsa menggunakan momentum Kebangkitan Nasional untuk kembali memupuk kesadaran sebagai suatu bangsa. "Menggali kembali lagi nilai-nilai keindonesiaan kita dan juga tentunya bersama-sama meneguhkan niat dan tekad kita membangun Indonesia tercinta, Indonesia maju dan Indonesia emas," tegasnya.

Founder/Managing Director Barrett Academy for The Advancement of Human Values Richard Barrett mengungkapkan, Indonesia saat ini memiliki peran penting lewat Presidensi G20. Ini menjadi kesempatan besar untuk bisa mewujudkan kesejahteraan sebagaimana menjadi cita-cita semua bangsa.

Ada dua aspek terkait kesejahteraan yaitu kesejahteraan nasional dan kesejahteraan pribadi. Kesejahteraan nasional adalah memperbaiki kemampuan sebuah negara untuk bisa memenuhi kebutuhan bangsa pada tahap pembangunan. Kesejahteraan pribadi untuk bisa memenuhi kebutuhan orang pada saat masa perkembangan mereka beradab. Hal itulah yang mendorong nilai-nilai bertumbuh dan terus berprogres.

"Bangsa seluruh dunia sudah mengakui bahwa kunci untuk kemajuan ekonomi berkelanjutan atau memperbaiki kesejahteraan warganya," kata dia.

Berdasarkan inikator kesejahteraan dari Barett Acdemy yang berbasis di London itu, Indonesia adalah negara dengan social capital nomor satu dalam G20 dan nomor 6 di dunia. 

"Ini luar biasa. Ini semua tentang gotong-royong," sebutnya.

Baca juga : Pengamalan Pancasila Sila ke-2 dalam Kehidupan Sehari-hari

Untuk perdamaian, Indonesia berada di posisi 9 dalam G20 dan nomor 47 secara global. Personal safety nomor 11 di G20 dan 68 di dunia. Kemudian, kualitas lingkungan nomor 12 di G20 dan 62 di dunia, stabilitas urutan 13 di G20 dan 72 secara global.

Ada juga dukungan bisnis di posisi 13 untuk G20 dan 60 di dunia, Kualitas gender urutan 13 di G20 dan 77 secara global. Demokrasi di posisi 15 untuk G20 dan 61 di dunia, kebebasan individu di posisi 15 dalam G20 dan 92 di dunia. Pendidikan urutan 16 di G20 dan 80 secara global serta masih banyak indikator lainnya.

"Nilai-nilai itu bertumbuh seiring umur manusia dan suatu bangsa. Dengan beberap level mungkin kondisi Indonesia cukup baik, menegah, terus berprogres menjadi bangsa yang lebih baik," kata dia.

Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif mengatakan, pada momen memperingati Hari Kebangkitan Nasional, secara kebetulan dunia juga membincangkan tentang kebangkitan. Jauh sebelum covid-19 merebak, Indonesia sebenarnya sudah memimpikan suatu kebangkitan baru. 

"Bukan apa-apa meski banyak capaian setelah 114 tahun tapi tingkat cases kecepatan maju dibandingkan dengan negara-negara lain kita mengalami perlambatan," jelasnya.

Sebagai contoh perbandingan Indonesia dengan Korea Selatan cukup jauh. Begitu juga dengan negara-negara tetangga lainnya. Padahal Indonesia sudah lama merdeka dan pada awal kemerdekaan GNP Indonesia jauh lebih tinggi.

"Belajar dari sejarah, kebangkitan itu harus dimulai dari kebangkitan nilai. Usaha membangkitkan nilai dan mutu manusia untuk mudahnya pembangunan wellbeing," ucapnya.

Menurutnya, Pancasila dan nilai-nilai luhur seperti gotong-royong yang terus diperkuat. Sehingga kesenjangan bisa terus ditekan dan bangsa Indonesia sama-sama bangkit menjadi bangsa yang maju dan unggul.

Sementara itu, Chair Women20 Uli Silalahi menekankan pada perspektif masyarakat tekait peran gender. Meski masih banyak tantang, hadirnya teknologi dan digitalisasi sebenarnya bisa dimaksimalkan untuk memperluas pemahaman masyarakat terkait gender.

"Digitalisasi dan teknologi di berbagai bidang membawa potensi besar untuk mempercepat pemberdayaan perempuan, menjangkau berbagai lapisan masyarakat dengan informasi. Sekarang tinggal peran kita sebagai masyarakat memonitor. Saya yakin bahwa wanita berdaya Indonesia maju," tegasnya.

Wartawan Senior Saur Hutabarat menambahkan, pentingnya menanamkan nilai-nilai baik. Indonesia merupakan negara denga social capital yang hebat tetapi korupsi masih terus terjadi.

"Perlu memperluas keteladanan kolektif, keteladanan kepublikan yaitu manusia -manusia Indonesia yang berjati diri, yang kedalaman batinnya sejalan dengan keluasan pikirannya dan searah dengan tindakannya," tutup Saur. (OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat