visitaaponce.com

Peringatan MALARI Penundaan Pemilu dan 3 Periode Jabatan Presiden Melawan Reformasi dan Demokrasi

Peringatan MALARI: Penundaan Pemilu dan 3 Periode Jabatan Presiden Melawan Reformasi dan Demokrasi
Dr Rizal Ramli, tokoh aktivis mahasiswa 78 dan beberapa kali masuk dalam pemerintahan, menjadi pembicara di peringatan 49 tahun Malari, di T(dok.ist)

MALARI (Malapetaka 15 Januari) tahun 1974 adalah hari di mana terjadi kerusuhan yang berkaitan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka. Gerakan Mahasiswa yang dipelopori Hariman Siregar dari Dewan Mahasiswa UI saat itu menolak kedatangan PM Jepang, dengan alasan Indonesia jangan terlalu bergantung kepada modal asing.

Itu adalah kejadian 49 tahun lalu. Peringatan Malari  yang bersamaan dengan HUT Indemo (Indonesia Demokrasi Monitor) yang ke-23 digelar di TIM, Senin (16/01/23). Ratusan aktivis dari berbagai angkatan dan daerah tumplek hadir memadati ruangan.

Bursah Zarnubi, pendiri Humanika yang memimpin acara itu mengatakan, tema peringatan acara hari ini adalah Menolak Lupa: Pertahankan Demokrasi. Tema itu menjadi sangat penting karena saat ini ada upaya-upaya yang  mau menyelewengkan demokrasi. Ide penundaan pemilu dan perpanjangan 3 periode masa jabatan yang kembali digaungkan. Menurut Bursah, siapa yang menginginkan perpanjangan jabatan adalah mau merusak demokrasi.

Menguatkan tema tersebut, pelaku utama Peristiwa Malari Hariman Siregar juga merasa aneh ada keinginan tiga  periode dan tunda pemilu dengan alasan tidak ada duit. "Kalau ngga ada duit kenapa malah bangun IKN,"? tanya Hariman. Kemudian Hariman  menceritakan saat menjumpai Bung Hatta bahwa yang dimaksud dapat dipilih kembali dalam UUD 1945 asli itupun semangatnya adalah 2 (dua) periode. Karena itu Hariman merasa aneh saat mendapat info bahwa Jokowi masih mau lagi setelah 2024 nanti.

Dalam kesempatan itu juga akademisi ilmu politik Dr. Sidratahta Mukhtar, mengatakan kalau perpanjangan masa jabatan presiden itu adalah ancaman dalam konsolidasi demokrasi. Seharusnya setiap presiden itu mendorong agar demokrasi menjadi lebih matang. Seharusnya presiden memberi arahan untuk kematangan demokrasi itu. Hal ini pernah dilakukan oleh Presiden Habibie dan Gus Dur.

Sementara itu akademisi ilmu hukum yang juga aktivis Chudri Sitompul, SH., mengingatkan bahwa Hitler pun dipilih secara demokratis dan menggunaan demokrasi menjadi sangat otoriter. Karena itulah agar demokrasi tidak diselewengkan, maka esensi demokrasi yang berupa pembatasan kekuasaan dan kontrol masyarakat dan penghormatan kepada hak asasi harus terus dipertahankan dan dikembangkan. Bila ada penyelewengan maka masyarakat sipil yang haru berdiri di barisan terdepan.

Masih dalam acara itu, Refly Harun juga mengatakan bahwa Ambang Batas Pilpres 20% harus dihapuskan. Harusnya Presiden bisa mengeluarkan Perppu untuk menghapus itu. Bila desakan dari masyarakat sangat kuat dalam waktu dekat ini pun Presiden bisa keluarkan Perppu itu.

Senada dengan Refly yang menggugat system pemilu, Rizal Ramli, tokoh aktivis mahasiswa 78 yang beberapa kali masuk dalam pemerintahan, menyatakan anggota KPU wajib diganti oleh perwakilan partai sehingga masing-masing anggota KPU akan mengawal suaranya. Menurut Rizal Ramli Jokowi yang tidak pernah berjuang untuk demokrasi dan bisa mengantarkannya ke kuasaan sekarang malah memreteli demokrasi. Bila begini terus sebaiknya Jokowi turun saja karena memreteli demokrasi.

Penyampaian yang berapi-api dari Rizal Ramli langsung disambut oleh Jumhur Hidayat, tokoh aktivis mahasiswa tahun 80an, agar kekecewaan semua aktivis terhadap keadaan hari ini, dapat disalurkan dengan ikut bersama-sama turun ke jalan. Kebetulan beberapa kelompok masyarakat sipil termasuk kaum buruh, petani, masyarakat adat, aktivis lingkungan hidup, mahasiswa dan sebagainya merencanakan mengepung DPR pada tanggal 14 Februari mendatang. (OL-13)

Baca Juga: Mensesneg tegaskan Tidak ada Reshuffle Kabinet Bulan Ini

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat