visitaaponce.com

Polarisasi bukan Sekadar Mitos Tapi Nyata

Polarisasi bukan Sekadar Mitos Tapi Nyata
Pemaparan survei opini publik bertajuk "Polarisasi politik di Indonesia: Mitos atau Fakta" yang diadakan UI.(MI/HO)

LABORATORIUM Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) menggelar survei opini publik bertajuk "Polarisasi politik di Indonesia: Mitos atau Fakta" yang dilaksanakan di Hotel Bidakara, Minggu (19/3). 

Dalam paparan surveinya, Guru Besar Psikologi Politik UI Hamdi Muluk mengatakan polarisasi politik di Indonesia bukan sekedar mitos tapi fakta dan terjadi di masyarakat. Hal itu tercermin dari hasil survei yang menunjukkan masyarakat terpolarisasi menjadi 2 kelompok yakni kluster 1 yang propemerintah dan kluster 2 yang tidak berpihak pada pemerintah atau anti terhadap asing dan aseng.

"Hasil survei menunjukkan masyarakat terpolarisasi menjadi 2 kelompok dengan ukuran proporsional yakni kluster 1 sebesar 57% versus kluster 2 sebesar 43%," kata Hamdi saat pemaparan survei, Minggu (19/3).

Baca juga: Kampanye Pemilu Tak Boleh Bertentangan dengan Pancasila

Secara rinci, kluster 1 merupakan kelompok pro-Jokowi yang relatif sekuler ke arah moderat, puas terhadap kinerja pemerintah, relatif tidak berprasangka terhadap kekuatan ekonomi asing dan "aseng".

Sementara, kluster 2 memiliki merupakan kelompok dalam ideologi politik dimensi keagamaan. Mereka meyakini pemimpin harus seiman atau seagama, kebijakan publik berlandaskan agama, hingga sanksi punitif terhadap penista agama, perda syariah mendapat endorsement yang tinggi.

"Klaster 2 ini juga lebih percaya pada teori konspiratif bahwa pemerintah adalah konspirasi dari kekuatan asing dan "aseng". Kluster ini menyatakan ketidakpuasan terhadap kebijakan dan hasil yang dicapai pemerintah," ujar Hamdi.

Baca juga: Presiden PKS: Tudingan Anies Sosok Sumber Polarisasi Tanpa Bukti

Selain itu, survei ini juga menemukan ada indikasi implikasi dari pengkutuban ini pada konsekuensi afeksi (perasaan). Di mana, terlihat kedua kluster ini cenderung mengembangkan emosi negatif kepada kelompok di luar kelompok yang tidak sealiran dalam konteks dukungan selama Pilpres 2019.

Meski demikian, lanjut Hamdi, survei yang dilakukan ini tidak menemukan implikasi negatif dari pengkutuban ini dalam perilaku sosial yang berkekerasan, dan atau perilaku segregasi sosial yang yang lebih serius.

"Implikasi lebih ke arah sentimen negatif (afeksi). Namun tentu kehati-hatian tetap diperlukan supaya implikasi tidak berkembang kearah yang lebih serius," jelasnya.

Sebagai informasi, survei opini publik Laboratorium Psikologi Politik UI soal sisa polarisasi Pilpres 2019 ini digelar pada periode 6 Februari hingga 28 Februari 2023.

Pada survei ini, teknik analisis yang digunakan seperti item-response theory (IRT), principal component (PCA), dan latent classification analysis (clustering) dengan metode mengukur Sigma Distance. Total responden sebesar 1.190 WNI berusia 17 tahun ke atas yang berasal dari 33 provinsi.

Hadir sebagai narasumber, guru besar Fakultas Psikologi Prof Hamdi Muluk, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, Ketua Lakpesdam PBNU Ulil Abshar Abdalla, Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari. (RO-Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat