visitaaponce.com

Komisi Yudisial Butuh Banyak Calon Potensial Hakim Ad Hoc HAM

Komisi Yudisial Butuh Banyak Calon Potensial Hakim Ad Hoc HAM
Komisi Yudisial mengaku membutuhkan banyak calon potensial hakim ad hoc HAM, setelah calon yang diajukan ke DPR ditolak.(Antara)

KOMISI Yudisial (KY) mengungkapkan pihaknya membutuhkan calon potensial hakim ad hoc HAM maupun hakim agung sebanyak-banyaknya.

Kekinian, seleksi jilid dua calon hakim ad hoc agung hak asasi manusia (HAM) telah menemui titik terang setelah sebelumnya sempat mandek. Mahkamah Agung (MA) telah mengirimkan surat permintaan seleksi hakim ad hoc kepada KY. 

Seleksi perlu dilakukan kembali, imbas DPR hanya menyetujui tiga calon hakim agung dari delapan calon yang diajukan KY setelah melakukan proses uji kelayakan dan kepatutan. Tanpa tedeng aling-aling, DPR bahkan tidak menyetujui satu pun dari tiga calon hakim ad hoc HAM.

Baca juga:Polisi Dinilai Gagal Paham Kasus Helmut Hermawan

Juru bicara KY Miko Ginting menuturkan KY membuka kesempatan seluas-luasnya bagi para calon potensial hakim ad hoc HAM dan hakim agung untuk mendaftar. Hal itu diperlukan agar pilihan KY juga lebih banyak.

“Untuk itu, ini panggilan sebenarnya bagi calon-calon potensial maupun organisasi masyarakat sipil sebagai kantong calon-calon potensial untuk menyiapkan dan mendorong kandidat,” terang Miko kepada Media Indonesia, Selasa (18/4).

Baca juga: KY Mulai Lakukan Seleksi Calon Hakim Ad Hoc

Miko mengaku saat ini tahap pendaftaran atau pengusulan hakim ad hoc HAM dan hakim agung belum dibuka.

Meski begitu, Miko menyebut kini seleksi hakim ad hoc HAM tengah dalam tahap persiapan. KY sudah memutuskan jadwal seleksi dalam Pleno.

“Kemungkinan setelah libur lebaran (pendaftaran seleksi hakim ad hoc HAM) dibuka),” tandas Miko.

Terpisah, anggota divisi pemantauan impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Jane Rosalina Rumpia, menilai diulangnya proses seleksi hakim ad hoc HAM mengundang kekhawatiran. Pasalnya tenggat kasasi paling lama 90 hari dari pendaftaran perkara sampai ke putusan dikeluarkan Pengadilan Tinggi.

Namun, kata Jane, jika melihat dari aturan tentu tidak diatur dengan jelas konsekuensi dari lamanya proses perkara yang melebihi batas pengaturannya.

“Preseden pengadilan HAM sebelumnya juga melebihi tenggat waktu yang ada seperti Abepura berkas kasasi diajukan Kejagung pada 5 Oktober 2005 dan diputus pada 25 Januari 2007, Pengadilan HAM ad hoc Timor Timur berkas Eurico Gutteres kasasinya diajukan 16 Agustus 2004 dan diputus pada 13 Maret 2006,” tutur Jane kepada Media Indonesia.

Untuk itu, Jane berpendapat bahwa MA tetap dapat menyelenggarakan proses kasasi ketika perangkatnya sudah siap dan pendaftarnya sudah cukup dan memadai. 

Diketahui seleksi hakim ad hoc HAM memengaruhi pelaksanaan kasasi atas putusan bebas terdakwa perkara pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada peristiwa Paniai terhambat. 

Pada sidang putusan, Kamis (8/12/2022), majelis hakim Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar membebaskan terdakwa tunggal perkara Paniai, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Selaku mantan Perwira Penghubung (Pabung) Kodim 1705/Paniai, dakwaan jaksa terhadap Isak atas pertanggungjawaban komando dinyatakan hakim tidak terbukti.

Hakim menilai masih ada pihak-pihak lain yang layak bertangung jawab atas peristiwa yang menewaskan empat warga sipil pada 2014 itu. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat