visitaaponce.com

Kunci Perampasan Aset ada di Penegakan Aparat Hukum

Kunci Perampasan Aset ada di Penegakan Aparat Hukum
Mantan Hakim Mahkamah Agung (MA)  Gayus Lumbuun mengapresiasi perhatian Jokowi terhadap RUU yang sudah lama mandek itu(MI / M Irfan)

WACANA RUU Perampasan Aset kembali menghangat seiring pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal proses penerbitan RUU tersebut yang tidak kunjung selesai. Aturan perampasan aset sangat penting untuk penegakan hukum tindak pidana korupsi. DPR dan kementerian terkait perlu segera merampungkan proses pembahasan RUU Perampasan Aset. 

Mantan Hakim Mahkamah Agung (MA)  Gayus Lumbuun mengapresiasi perhatian Jokowi terhadap RUU yang sudah lama mandek itu. Menurutnya, keberadaan UU Perampasan Aset sangat penting dan sangat dibutuhkan.

"Sebab pelaku kejahatan tidak akan jera dengan hanya hukuman badan jika tidak disertai penyitaan asetnya," ujar Gayus dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Selasa (18/4).

Baca juga : Pengamat Setuju Badan Pemulihan Aset di Kejagung Diperkuat 

Meski demikian, dia mengingatkan bahwa kunci dari perampasan aset tetap berada di penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung maupun Kepolisian. 

“Harusnya penegak hukum yang melaksanakan perampasan asset seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian, atau lembaga peradilan lain. PPATK tidak bisa menjadi lembaga yang merampas asset. PPATK sifatnya hanya menginformasikan hasil temuannya saja,” jelasnya.

Baca juga : Presiden Didorong Terbitkan Perppu Perampasan Aset

Dalam persoalan penyitaan aset ini, kata Gayus, harus mendapat izin pengadilan. Sementara PPATK hanya lembaga yang sifatnya bukan peradilan, dan berada di bawah presiden. PPATK bentuknya lembaga yang memberikan informasi.

“Memang PPATK berguna bagi penegakan hukum, tapi tidak semua yang berhubungan dengan penegakan hukum adalah penegak hukum,” paparnya.

Gayus mengingatkan masalah penyitaan aset ini sangat sensitif karena berkaitan dengan persoalan HAM. Bahwa seseorang belum dinyatakan bersalah sebelum diputus oleh pengadilan. Kunci dari persoalan penyitaan aset adalah di penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung, Kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ditambahkan mantan anggota Komisi III DPR itu, bahwa naskah akademik dari RUU Perampasan Aset harus kuat, karena berkaitan dengan HAM. 

“Perampasan aset ini merupakan follow up crime dari sejumlah kejahatan, misalnya narkotika, tipikor, dan sebagainya,” lanjut Prof Gayus.

Terkait perbedaan perampasan aset di RUU Perampasan Aset dengan penyitaan barang yang dilakukan terhadap kejahatan korupsi yang merugikan negara, Gayus menjelaskan bahwa perampasan aset itu tidak berdiri sendiri. Akan tetapi berkaitan dengan UU Tipikor yaitu pembuktian terbalik.

Dalam UU Tipikor, aset seorang tersangka baru bisa dirampas bila penyidik membuktikan aset tersebut hasil kejahatan. Jika terdakwa tidak bisa membuktikan aset miliknya diperoleh dengan cara yang sah, maka penyidik masih harus berkewajiban membuktikan bahwa itu hasil kejahatan.

"Karena ini bukan penyitaan biasa, tapi di luar penyitaan yang biasa. Izin perampasan ini di atas penyitaan,” tandasnya.(Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat