visitaaponce.com

Curhat TNI di Balik Revisi UU Nomor 34

Curhat TNI di Balik Revisi UU Nomor 34
Personel Kodim 1624/Flotim yang akan berangkat untuk mengamankan KTT ASEAN di Labuan Bajo(Metrotv/Fransiskus Gerardus Molo )

BELEID revisi UU TNI yang beredar saat ini terdapat klausul yang dapat dinilai sebagai curhatan dari keinginan TNI yang tidak mau diperlakukan lagi sebagai subordinat dari beberapa aspek seperti anggaran, payung hukum dan hal-hal yang bersifat birokrasi.

Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan wajar jika UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) direvisi karena sudah hampir berusia 20 tahun. Dalam UU tersebut juga belum mengakomodir hal-hal yang krusial seperti pasal 47 tentang kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh prajurit TNI aktif.

“Karena ada hal-hal yang sebelumnya belum krusial tapi sekarang harus diatur cantohnya pasal 47 kementerian dan lembaga yang bisa diisi oleh prajurit aktif. Dulu ada 10 kementerian lembaga yang butuh tenaga dan prajurit aktif dan kemudikan diakomodir sekarang ada 18. Ada Bakamla, BNPT, BNN yang harus diakomodir dan memang urusan dan kewenangannya beririsan,” ujarnya, Kamis (11/5).

Baca juga: TNI Bantah Revisi UU TNI Berpotensi Kembalikan Dwifungsi ABRI

Namun dari usulan revisi tersebut terdapat klausul yang bersifat karet seperti yang disebutkan pada huruf F yang merupakan poin tambahan. Dalam poin itu disebutkan kementerian dan lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian lain (TNI) berdasarkan keputusan presiden.

“Di sana ada perubahan klausul yang bersifat karet berdasarkan keputusan presiden, itu tidak jelas batasnya dan rinciannya sehingga bisa saja kementerian yang tidak relevan dimasuki TNI seperti di kementerian pariwisata sekarang ini. Padahal di UU TNI tidak diatur itu, artinya melanggar UU,” ungkapnya.

Baca juga: Revisi UU TNI, DPR Jamin tidak Menghidupkan Dwifungsi TNI

Kelenturan yang terjadi dalam klausul tersebut jika dibiarkan maka akan berdampak luas menjadi politisasi TNI. Sehingga penting untuk publik mengawal revisi UU TNI dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan supremasi sipil. Dia memaknai poin krusial saran perubahan di antaranya terkait kedudukan di bawah presiden. Dalam pasal 3 ayat 1 kedudukan TNI di bawah presiden kedua adalah Panglima TNI yang harus berbintang empat serta persoalan terkait anggaran.

“Tapi jangan sampai menabrak prinsip sehingga harus dikawal dan kekhawatiran ini perlu didiskusikan. TNI juga alami hambatan dan tantangan seperti hal-hal yang bersifat birokrasi dan payung hukum kita tetap harus cari jalan tengahnya. Di satu sisi dia bisa bebas bergerak tapi tetap ada prinsip yang harus dihormati. Tetap harus ada batasan itu. Draf yang beredar beredar saat ini bukan draf baku dan memang harus dibahas artinya sipil masih bisa berkontribusi membahas itu,” tukasnya. (Sru/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat