visitaaponce.com

Feri Amsari MK Perlu Diberi Pagar Khusus Melalui UU Hukum Acara MK

Feri Amsari: MK Perlu Diberi Pagar Khusus Melalui UU Hukum Acara MK
Gedung MK(MI/Susanto )

KETUA Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyampaikan bahwa MK akan mempertimbangkan semua aspek dalam memutus gugatan pengujian materiil mengenai sistem pemilu. Salah seorang politikus di DPR mengarahkan agar wewenang MK dilucuti apabila tetap mengeyel dengan mengubah sistem pemilu.

Menanggapi itu, pakar hukum tata negara, Feri Amsari, menuturkan tidak tepat seorang DPR memberikan ancaman kepada MK.

“Seharusnya DPR tidak begitu karena itu sifatnya tentu saja mencoba secara politik mengintervensi putusan MK,” ungkap Feri kepada Media Indonesia, Kamis (1/6/2023).

Baca juga: Ketua MK Berharap Gugatan soal Sistem Pemilu akan Diputus Segera

Paling tepat, kata Feri, DPR memberikan pagar-pagar penting untuk MK melalui pembentukan UU hukum acara MK yang selama ini berkali-kali digagas tapi tidak pernah berhasil dibentuk oleh DPR.

“Nah menurut saya di dalam UU hukum acara itu ditentukan bahwa mahkamah tidak dapat melakukan putusan yg mengubah putusannya dengan berbagai syarat,” terangnya.

Baca juga: Mahfud Singgung Korupsi Terbanyak di DPR, Formappi: Pemberantasannya Melemah di Parlemen

“Misalnya selama tidak terjadi perubahan UUD 1945, mahkamah tidak bisa sesuka hati mengubah putusan yang terdahulu tanpa memenuhi syarat yang sudah ditentukan,” tegasnya.

Jika melanggar, lanjut Feri, mahkamah bisa dibawa ke mahkamah etik. Hukum acara ini penting bagi mahkamah agar mahkamah punya pagar supaya tidak asal-asalan mengubah putusan.

“Apalagi dilihat kapasitas hakim konstitusi sangat jauh dari standar seorang negarawan yang paham konstitusi jadi perlu diberi pagar-pagar penting. Menurut saya itu UU hukum acara bukan di UU MK,” tandas Feri. 

Senada, peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli, tidak setuju dengan usul DPR yang ingin melucuti wewenang MK.

”Yang perlu dilakukan adalah memberikan kejelasan atau memberikan batas-batas yang wewenang MK terkait dengan kewenangannya dalam menguji UU yang bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Lili kepada Media Indonesia. 

Tafsir dalam klausul itu, kata Lili, perlu diperjelas dalam UU MK apakah MK berwenang membuat norma baru atau hanya berwenang memutuskan jika sebuah UU bertentangan dengan UUD. 

“MK cukup membatalkan saja bukan membuat norma baru,” pungkasnya. (Ykb/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat