RUU DKJ Bentuk Upaya Sentralisasi Kekuasaan
![RUU DKJ Bentuk Upaya Sentralisasi Kekuasaan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/12/2fc7db6a99c89286a5a991be7144781f.jpg)
PAKAR politik CSIS Nicky Fahrizal mengatakan pembahasan penunjukan gubernur Jakarta oleh presiden di Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) merupakan wujud upaya melakukan sentralisasi kekuasaan. Upaya itu ingin membangun kekuasaan yang efektif dengan tindakan yang otoriter dengan melakukan penunjukan.
"RUU Daerah Khusus Jakarta itu merupakan wujud dari upaya melakukan sentralisasi kekuasaan. Mencoba untuk kekuasaan tersentralisasi dan menginginkan kekuasaan yang efektif, kalau bisa ditunjuk saja tidak perlu melalui pemilu itu yang bahaya padahal kita dalam lintasan demokrasi yang seharusnya semakin sehat," ujarnya ketika ditemui di Jakarta, Jumat (8/12).
Nicky menekankan praktik penunjukan kepala daerah dianggap sebagai pemerosotan demokrasi. Hal ini selain memang telah disusun secara dalam skema tertentu juga terjadinya ruang publik masyarakat sipil untuk kritis sebagai bentuk keseimbangan.
Baca juga : NasDem Dorong Pasal Penunjukan Langsung Kepala Daerah di RUU DKJ Dicabut
"Menyusutnya ruang publik masyarakat sipil sehingga kebebasan mereka mengecil. Lalu Masyarakat sipil kita tidak terkonsolidasi dengan baik selama 4 tahun 5 tahun terakhir,” ungkapnya.
Baca juga : RUU DKJ: Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden, Warganet Ramai-Ramai Menolak
Instrumen kekuasaan memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap gerakan sipil. Politik merangkul yang diterapkan Joko Widodo membuat sistem keseimbangan menjadi lemah dan mudah disingkirkan oleh kekuasaan.
"Simpul masyarakat sipil ada di pemerintahan ring 1 dan ring 2 itu sudah menjadi lemah. Dan sistem merangkul yang dilakukan Jokowi ketika kita melemah itu gampang sekali dilindas oleh kekuasaan," ucapnya.
Cara tersebut sambung dia sebelumnya pernah dilakukan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan merangkul masyarakat sipil dan akademisi. Namun yang SBY tidak berupaya mengecilkan ruang publik atau keseimbangan.
"Sebenarnya (cara ini) sudah pernah dilakukan oleh SBY dengan cara merangkul tokoh masyarakat sipil dan akademisi menjadi bagian pemerintah namun dia tidak berupaya untuk mengecilkan ruang publik atau menyusutkan ruang publik. Kalau Jokowi menyusutkan ruang publik dan membiarkan masyarakat sipil tidak terkonsolidasi. Ketika ada isu politik dan inkonstitusional jadi tidak menyeluruh yang satu bersuara yang lainnya tidak bersuara. Saya khawatir tidak berpengaruh pada electoral," paparnya.
Dengan demikian menurunya kualitas demokrasi gerakan masyarakat sipil yang tidak berpengaruh pada elektoral tidak memiliki daya doromg kuat untuk melakukan perbaikan. (Z-8)
Terkini Lainnya
Relawan Kesehatan Indonesia Dukung Sudirman Said di Pilgub DKI
Diusulkan Jadi Calon Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi: Tidak Tertarik
Bank DKI Apresiasi Kinerja Kejati DKI Jakarta yang Raih Penghargaan dari Pemprov Jakarta
PKS Bebaskan Anies Tentukan Cawagub
Penertiban Cafe, Pemkot Jaksel Abaikan Instruksi Ketua DPRD DKI
PKB Komentari Pencalonan Anies - Sohibul oleh PKS
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap