Pengakuan OPM Harus Diikuti dengan Dialog
PEMBELA hak asasi manusia (HAM) dari Papua Theo Hasegem menilai penyebutan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) adalah bentuk pengakuan pemerintah melalui Tentara Nasional Indonesia (TNI) terhadap keberadaan organisasi tersebut. Oleh karenanya, ia menyebut langkah berikutnya yang perlu dilakukan pemerintah adalah membuka ruang dialog dengan OPM.
Theo berpendapat, pengakuan atas OPM itu adalah bagian dari kekalahan TNI. Pendekatan penegakan hukum dan humanis saat TNI melabelkan OPM sebagai KKB dinilainya tidak berhasil. Ia juga mengatakan OPM adalah label yang selalu dipakai oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).
"Kalau sudah (ada pengakuan) seperti itu, berarti pemerintah harus buka ruang dialog karena OPM mereka ingin menentukan nasib sendiri," jelasnya saat dihubungi Media Indonesia dari Jakarta, Sabtu (13/4).
Baca juga : Lima Anggota KKB Papua Tewas Disergap TNI-Polri
Menurut Theo, alasan pemerintah lewat TNI melabelkan KKB Papua sebagai OPM disebabkan banyaknya warga sipil maupun prajurit yang menjadi korban atas konflik di Papua. Selain itu, penegakan hukum saat OPM masih disebut Papua juga dinilai tidak berhasil.
Baginya, proses perdamaian di Bumi Cenderawasih tidak akan tercipta selama TNI melakukan pendekatan militer dalam menghadapi OPM. Theo percaya, dialog adalah cara terbaik untuk menciptakan stabilitas di sana karena keinginan OPM adalah menentukan nasib sendiri.
"Buka ruang dialog yang bermartabat yang difasilitasi oleh pihak ketiga, karena ada yang merasa ingin merdeka," tandasnya.
Baca juga : Penggunaan Istilah OPM Bisa Picu Pelanggaran HAM Berat
Seperti halnya Theo, dua peneliti isu Papua, baik dari Jaringan Damai Papua seperti Adriana Elisabeth dan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Cahyo Pamungkas juga berpendapat bahwa dialog adalah kunci dari terciptanya perdamaian di Papua. Sebab, pemicu konflik di sana adalah perbedaan ideologi antara pemerintah Indonesia dan OPM.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen R Nugraha Gumilar mengatakan, pelabelan OPM yang dimaksud oleh pihaknya hanyalah kelompok yang terlibat dalam konflik bersenjata. Ia juga menjelaskan bahwa perubahan label dari KKB menjadi OPM sebagai upaya menegaskan bahwa kelompok tersebut merupakan tentara.
Kebijakan itu, sambungnya, adalah bentuk komitmen pimpinan TNI dalam melindungi prajurit di lapangan. "OPM adalah tentara atau kombatan dan berhak menjadi korban atau sasaran berdasarkan hukum humaniter," jelas Nugraha.
Oleh karena itu, prajurit yang bertugas di sana diharapkan tidak ragu-ragu lagi dalam menindak OPM secara tegas, khususnya terhadap mereka yang bertindak brutal dalam merampok, membunuh, memperkosa, maupun membakar fasilitas umum. (Z-10)
Terkini Lainnya
Viral Aksi Walk Out RI di KTT Melanesia Vanuatu, Pengamat: Tunjukkan Posisi Tegas Indonesia
Suplai Senjata ke KKB Diduga dari Hasil Transaksi Oknum Aparat
Tidak Cukup Nota Protes, Indonesia Perlu Ubah Sikap Politik Fiji
Polri Perpanjang Operasi Pencegahan Penyebaran Paham Radikalisme di Sulteng
TNI Kaji Perubahan Nama Puspen TNI Jadi Puskominfo
TNI Buka Suara Soal Dugaan Anggota Terlibat Kebakaran Rumah Wartawan
Prabowo Jalani Operasi Kaki Kiri di RSPPN Bintaro Jakarta
Tim Siber TNI Bergerak Selidik Peretas Data BAIS
Tim Siber TNI masih Dalami Dugaan Peretasan Data BAIS
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap