visitaaponce.com

UU Lembaga Kepresidenan sangat Penting untuk Mencegah Cawe-cawe Presiden

UU Lembaga Kepresidenan sangat Penting untuk Mencegah Cawe-cawe Presiden
Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Prabowo Subianto.(BPMI Setpres)

Keberadaan Undang-Undang (UU) Lembaga Kepresidenan sangat diperlukan untuk mengatur batasan-batasan yang dimiliki Presiden, terutama menjelang masa transisi kekuasaan. Berkaca dari Pemilu 2024, adanya dukungan dari presiden kepala negara kontestan peserta pemilu tertentu yang berkamuflase dalam bentuk program pemerintah diharap tidak terulang.

Hal itu disampaikan Guru Besar Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan ketika dihubungi, Rabu (24/4).

"Secara kasat mata, kemarin, di Pilpres 2024 kita melihat bagaimana tindakan, perbuatan yang bisa dibaca sebagai keberpihakan presiden kepada salah satu calon. Jadi ini karena ada momentum sekarang harus diangkat lagi karena ada kecenderungan kekuasaan tidak terbatas," kata Djohermansyah.

Baca juga : Penyelesaian Sengketa Pilpres di MK Tetap 14 Hari Kalender

Ia menjelaskan, kesadaran untuk mengatur batasan kewenangan presiden sebanarnya sudah aja sejak awal reformasi. Saat pemerintahan Presiden BJ Habibie, Djohermansyah masuk bagian dari anggota Tim 7 untuk merumuskan sejumlah undang-undang bidang politik.

Saat itu ada empat draf UU yang disusun yaitu UU tentang Partai Politik, UU tentang Pemilu, UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD, serta UU Lembaga Kepresidenan.

"Tapi hanya UU Kepresidenan yang tidak sempat dibahas karena keterbatas waktu ada pemilu 1999," kata dia.

Baca juga : Ide Calon Tunggal Pilpres 2024 Merupakan Kemunduran Demokrasi

Djohermansyah mengatakan gagasan tentang RUU Lembaga Kepresidenan kemudian kembali mengemuka. Bahkan sudah ada draf versi 2001. Undang-Undang megenai Lembaga Kepresidenan bisa berguna untuk mengelaborasi lebih jauh batas-batas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Presiden yang diberikan oleh UUD 1945.

Menurutnya, RUU Lembaga Kepresidenan bisa mengatur lebih rinci batasan tupoksi Presiden dari UU 1945 yang dinilai masih umum. Ia mencontohkan soal adanya klausul larangan atau batasan presiden dalam momentum tertentu seperti pemilu.

Misalnya, sambung dia, adanya aturan wajib cuti selama masa kampanye ketika presiden kembali mencalonkan atau ada kerabat serta keluarga yang ikut berkontestasi.

Baca juga : Anies-Muhaimin Berkomitmen Jaga Peralihan Kekuasaan dengan Damai

"Selama masa kampanye wajib cuti sepenuhnya, tidak seperti di UU Pemilu sekarang hanya sebatas saat kegiatan kampanye. Itu untuk mencegah adanya kampanye terselubung. Dibuat lah larangan itu, kalau melanggar ada sanksi diberhentikan," kata dia.

Dorongan pembahasan RUU Lembaga Kepresidenan juga sempat disampaikan hakim konstitusi Arief Hidayat saat menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

Menurut Arief, UU ini penting untuk mengatur tugas pokok dan fungsi presiden. Menurut Arief, semestinya, seluruh cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, tak boleh cawe-cawe dan memihak pada proses pemilu. Sebab, mereka dibatasi oleh paham konstitusionalisme dan dipagari rambu-rambu hukum positif, moral, dan etika. (Z-11)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat