visitaaponce.com

Sajak-sajak Federico Garcia Lorca

Sajak-sajak Federico Garcia Lorca 
(Ilustrasi Susan Pannullo)

Memento 

Saat aku mati, 
kuburkan aku bersama gitarku 
di bawah pasir. 

Saat tiada aku, 
bentangkan aku di antara pohon jeruk 
dan pepermin. 

Saat aku mati, 
letakkan aku jika kau mau 
pada baling-baling cuaca. 

Saat tiada aku! 


Adam 

Pohon pengetahuan basah di pagi hari 
di mana kudengar rintihan-rintihan baru. 
Ada suara menyisahkan kristal luka 
dan segaris tetulang di jendela. 

Sementara cahaya tetap saja datang dan menang 
bahwa kau telah lupa tujuan dalam cerita fable, 
pembuluh darah terseok-seok melarikan diri 
menuju serat apel yang segar berlumpur. 

Adam bermimpi tentang tetanah liat panas 
ada seorang bocah berlari-lari 
mengalahkan bayangan di pipinya. 

Namun Adam yang lain juga ikut bermimpi 
tentang bulan hitam berbatu tanpa bebijian 
di mana seberkas cahaya meneranginya. 


La Tarara 

Tarara, ya; 
Tarara, tidak; 
Tarara, gadis, 
aku melihatnya. 

Tarara, ambil 
gaun hijau 
beragam motif 
dengan lonceng jingle. 

Tarara, ya; 
Tarara, tidak; 
Tarara, gadis, 
aku melihatnya. 

Lihat aku Tarara 
ekor sutranya 
di atas sapu 
dan pepermin. 

Oh Tarara gila. 
gerakkan pinggangmu 
untuk seorang anak laki-laki 
dan seranting zaitun. 


Café Cantante 

Lampu kristal 
dan cermin hijau. 

Di panggung gelap, 
Parrala mengingat 
sebuah percakapan 
tentang kematian. 
Api penyucian, 
belum datang, 
saat dia dipanggil-Nya kembali. 
Orang-orang 
mendengar isak tangis. 
Sedang di cermin hijau, 
ekor sutra panjang 
bergerak-bergerak. 

 

Aroma menawan hati mengalir dari tubuhmu dan menancap ke sukmaku.  


Serenata 

Di bibir sungai
malam kian basah
dan di buah dada Lolita 
ranting mengering karena cinta. 

Ranting mengering karena cinta. 

Malam berparas dingin 
di jembatan bulan Maret. 
Lolita membasuh tubuhnya 
dengan air payau dan kembang. 

Ranting mengering karena cinta. 

Malam bercadas lembut 
sinar berkilauan di atap. 
Aliran perak dan cermin. 
Memikat mata hingga paha putihmu. 

Ranting mengering karena cinta. 


In Memoriam 

Poplar manis, 
Poplar manis, 
kau telah ditempah  
dari sebatang emas. 
Kau muda belia kemarin, 
hijau menggila 
dari burung mulia. 
Ini hari kau putus asa 
di wuwungan langit Agustus 
sama seperti aku di kaki langit 
memanggil-manggil rohku sendiri. 
Aroma menawan hati 
mengalir dari tubuhmu 
menancap ke sukmaku. 
Cendekiawan, 
kakek bijak muncul dari padang rumput! 
Bagi kami, 
kau telah ditempah 
dari sebatang emas. 


San Miguel 

San Miguel tampak dari pagar, 
merambat ke bukit-bukit, 
bayangannya kian bagal 
serupa bunga matahari 

Bayang-bayang mata 
diselimuti malam angker. 
Pada tikungan arah angin, 
fajar payau berderak. 

Langit putih 
menutup mata air raksa 
memberi arti kesuraman 
pada penghujung hati yang tenang. 
Dan air menjadi begitu dingin 
tak ada yang menyentuhnya. 
Air kehidupan, hanya ditemukan 
saat mendaki gunung-gunung. 

*
San Miguel penuh pesona 
di kamar tidur tampak menaranya,
memperlihatkan paha yang mulus, 
dikelilingi oleh lentera. 

Malaikat agung mampu dijinakkan 
dalam gerakan kedua belas, 
berpura-pura marah, namun tetap saja anggun 
serupa bulu burung bulbul. 
San Miguel berkacamata dan bernyanyi; 
menghangati tiga ribu malam,
penuh wangi surgawi dikelilingi 
semerbak bunga bakung. 


Ombak baku pukul di pantai, 
puisi di balkon 
bulan di pantai 
kehilangan makna, 
suara-suara masih terdengar. 
Manola datang memakan 
biji bunga matahari, 
keledai besar sembunyi di balik tembaga. 
Kesatria tinggi datang kemarin 
dan perempuan berambut cokelat, 
tampak kembali bersedih, nostalgia 
bersama burung bulbul. 
Sementara Uskup Manila, 
buta warna dan miskin, 
memberkati misa dalam dua sakramen 
bagi perempuan dan laki-laki. 


San Miguel berdiri diam 
di ceruk menara gadingnya, 
dengan jubah penuh keagungan 
terlihat menawan dari selembar cermin. 

San Miguel, raja globus 
dan bilangan-bilangan ganjil, 
serupa sepupu nan tampan 
menjadi penjerit dan pengintai. 

 

 

Bacaan rujukan 
1. Gibson, Ian. The Assassination of Federico García Lorca. London: Penguin Books, 1983. Hlm 60-164. 
2. Gypsy Ballads, bilingual edition translated by Jane Duran and Gloria Garcia Lorca. London: Enitharmon Press, 2016. 
3. Maurer, Christopher. Federico García Lorca: Selected Poems. London: Penguin Books, 2001. 

 

 

 

 

 


Federico Garcia Lorca, penyair, dramawan, dan sutradara teater berkebangsaan Spanyol. Lahir di Fuente Vaqueros, 5 Juni 1898 dan wafat di Viznar, Granada, 19 Agustus 1936. Lorca muda belajar filsafat dan hukum di Universitas Granada, tetapi ia segera meninggalkan studi hukumnya untuk belajar sastra, seni, dan teater. Pada 1918, ia menerbitkan sebuah buku puisi berjudul Impresiones y paisajes/Impressions and Landscapes yang terinspirasi oleh perjalanannya ke Kastilia. Pada 1919, Lorca muda pindah ke Universitas Madrid di mana ia mengorganisir pertunjukan teater dan pembacaan puisi di depan umum. Selama periode awal inilah, Lorca berhubungan dekat dengan sekelompok seniman yang pada dasarnya bekerja dengan bentuk seni dan puisi avant-garde. Kelompok itu kemudian dikenal sebagai Generasi 27, termasuk pelukis Salvadore Dali, pembuat film Luis Bunuel, dan penyair Rafael Alberti. Tahun-tahun berikutnya, Lorca juga menerbitkan bukunya, antara lain Libro de poemas/Book of Poems (1921) dan Poema del cante jondoes/Poem of Deep Song yang ditulis pada 1921 tapi tidak dipublikasikan sampai pada 1931. Ia menghilang secara misterius pada awal Perang Saudara Spanyol. Puisi-puisi di Sajak Kofe diterjemahkan dari bahasa Inggris dan bahasa Spanyol ke dalam bahasa Indonesia oleh Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan penulis buku kumpulan puisi Hoi!, sebuah kisah tentang diaspora Indonesia di Rusia. Ilustrasi header: Lorca (70x70 cm, 2013), karya pelukis Argentina keturunan India dan Italia Susan Pannullo. (SK-1) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat