visitaaponce.com

93 Organisasi di Indonesia Yakin dengan Keamanan Siber Mereka

93% Organisasi di Indonesia Yakin dengan Keamanan Siber Mereka
Country Manager Palo Alto Networks Indonesia Adi Rusli(MI/Joan Imanuella Hanna Pangemanan)

PALO Alto Networks, perusahaan keamanan siber global, membagikan laporan berjudul "State of Cybersecurity ASEAN 2023" yang dibahas di Jakarta Selatan, Senin (18/9). Laporan itu membahas tentang tingginya persentase dari organisasi di Indonesia yang yakin dengan keamanan siber mereka.

Salah satu temuan utama yang terungkap dalam laporan itu adalah bahwa sekitar 93% dari organisasi di Indonesia merasa cukup yakin dengan langkah-langkah keamanan siber yang telah mereka terapkan saat ini. 

Angka itu menempatkan Indonesia sebagai pemimpin di kawasan Asia Pasifik dalam hal keyakinan terhadap keamanan siber. 

Baca juga: Di Paruh Pertama 2023, Ancaman Siber terhadap UMKM Indonesia Meningkat

Namun, yang menarik adalah meskipun tingginya tingkat keyakinan ini, sekitar 60% dari perusahaan yang disurvei mengakui mereka masih menghadapi risiko yang signifikan dari ancaman siber yang terus berkembang.

Laporan ini juga menyoroti tiga tantangan utama yang dihadapi perusahaan dan organisasi di Indonesia dalam hal keamanan siber. 

Pertama, terdapat peningkatan aktivitas transaksi digital yang melibatkan pihak ketiga, mencapai 58%. Kedua, munculnya ancaman dari perangkat Internet of Things (IoT) yang tidak terpantau, mencapai 49%. Dan ketiga, ketergantungan yang semakin besar pada layanan dan aplikasi berbasis cloud, mencapai 48%. Tiga tantangan ini diidentifikasi sebagai fokus utama dalam upaya meningkatkan keamanan siber di Indonesia.

Baca juga: Kolombia Pertimbangkan Tindakan Hukum terhadap Perusahaan AS yang Jadi Sasaran Serangan Siber

Sebagian besar perusahaan di Indonesia, lebih dari 53%, menjadikan keamanan siber sebagai topik yang sering dibahas dalam rapat dewan direksi setiap kuartal, dan bahkan menjadi salah satu agenda utama. 

Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara kedua tertinggi di ASEAN dalam hal perhatian terhadap keamanan siber di tingkat eksekutif perusahaan. Dalam upaya untuk menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, 63% organisasi di Indonesia berencana untuk meningkatkan anggaran yang dialokasikan untuk keamanan siber pada 2023.

Lebih menarik lagi, sekitar 30% organisasi di Indonesia mencatat peningkatan anggaran keamanan siber hingga lebih dari 50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ini merupakan tren positif yang mengindikasikan semakin banyak organisasi yang berinvestasi dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi ancaman keamanan siber. 

Salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan anggaran ini adalah proses digitalisasi yang semakin berkembang di berbagai sektor.

Tidak hanya itu, sekitar 75% perusahaan di Indonesia mengalokasikan anggaran mereka untuk keamanan siber. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara tertinggi di Asia Pasifik dalam hal alokasi anggaran untuk keamanan siber. 

Prioritas ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya keamanan siber di berbagai sektor industri, terutama di sektor perbankan dan jasa keuangan, serta transportasi dan logistik.

Namun, dibandingkan dengan organisasi besar, organisasi kecil di Indonesia cenderung kurang yakin dalam menghadapi tantangan keamanan siber. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran serta kurangnya sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam menangani ancaman siber.

Vice President Regional untuk ASEAN di Palo Alto Networks Steven Scheurmann menyatakan, "Keyakinan organisasi terhadap langkah-langkah pertahanan keamanan siber mereka menunjukkan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menghadapi berbagai jenis ancaman siber yang semakin kompleks." 

Namun, menurutnya keyakinan ini harus diimbangi dengan kewaspadaan. Pendekatan yang proaktif terhadap keamanan siber menjadi sangat penting dan memerlukan partisipasi aktif dari semua pihak dalam organisasi.

Indonesia menonjol sebagai salah satu negara di ASEAN dengan jumlah serangan gangguan keamanan siber yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik, dengan hanya 23% dari organisasi melaporkan serangan semacam itu. 

Selain itu, organisasi di Indonesia juga menonjol dalam pengembangan strategi keamanan operasional teknologi (OT) dan Internet of Things (IoT) di ASEAN, mencapai 54%. 

Hal ini sangat penting mengingat kerentanan sejumlah layanan penting, sektor publik, dan infrastruktur kritis di Indonesia terhadap ancaman siber. 

Keamanan siber OT menjadi prioritas utama di wilayah ini, dengan 77% organisasi yang mengoperasikan OT memiliki tim yang sama untuk mengelola infrastruktur dan sistem teknologi informasi (TI)/OT mereka.

Dalam konteks regional, integrasi kecerdasan buatan (AI) menjadi salah satu tren teknologi yang paling banyak diadopsi oleh organisasi-organisasi di ASEAN, khususnya dalam sektor telekomunikasi, teknologi, dan komunikasi. 

Hal ini sejalan dengan langkah yang diambil oleh organisasi di Indonesia, di mana 70% dari mereka (angka tertinggi di ASEAN) mempertimbangkan untuk mengintegrasikan AI, dengan perkiraan peningkatan dalam beberapa tahun mendatang. 

Tren ini juga diikuti oleh teknologi Distributed Ledger (DLT), yang mencakup teknologi blockchain, ledger, dan smart contract, digunakan oleh hampir separuh organisasi di Indonesia, mencapai 47%.

Country Manager Palo Alto Networks Indonesia Adi Rusli menyimpulkan, "Pelaku kejahatan siber terus mengembangkan strategi penyerangan mereka, sementara sejumlah besar UKM masih menganggap keamanan siber sebagai tindakan jangka pendek." 

Hal ini menjadi alasan bagi mayoritas UKM untuk tidak memperbarui kemampuan keamanan mereka untuk mengimbangi serangan kejahatan siber. Banyak UKM di ASEAN, termasuk Indonesia, memainkan peran penting dalam perekonomian negara. 

"Oleh karena itu, sangatlah penting bagi mereka untuk selalu memperbarui kemampuan keamanan sistem mereka, diiringi dengan strategi penanggulangan insiden yang dapat ditindaklanjuti, sebagai langkah awal untuk memperbaiki strategi keamanan. Selain itu, fokus yang lebih besar pada otomatisasi proses keamanan siber yang sudah dijalankan juga sangat penting untuk memperkuat ketangguhan dan tingkat keyakinan dalam menghadapi serangan siber," tambah Adi Rusli.

Survei ini dilakukan secara daring oleh Palo Alto Networks pada April 2023 dengan melibatkan sekitar 500 pimpinan dan pengambil keputusan di bidang TI di lima industri utama di Asia Tenggara, termasuk sektor jasa keuangan, sektor publik, telekomunikasi, ritel, transportasi, dan manufaktur. Sejumlah besar responden berasal dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat