visitaaponce.com

Sekitar 2,5 Miliar Orang akan Alami Gangguan Pendengaran pada 2050

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut miliaran orang diperkirakan menderita gangguan pendengaran pada 2050. Itu merupakan laporan pendengaran global pertama yang dikeluarkan lembaga tersebut.

WHO mengatakan angka kasusnya bisa mencapai sekitar 2,5 miliar orang di seluruh dunia. Artinya, kata mereka, 1 dari 4 oarang akan hidup dengan beberapa derajat gangguan pendengaran pada 2050.

"Di sebagian besar negara, perawatan telinga dan pendengaran masih belum terintegrasi ke dalam sistem kesehatan nasional dan mengakses layanan perawatan merupakan tantangan bagi mereka yang menderita penyakit telinga dan gangguan pendengaran,” demikian kata WHO, seperti dikutip Foxnews.com. Senin (8/3).

Selain itu, kata mereka, akses ke perawatan telinga dan pendengaran tidak diukur dan didokumentasikan dengan baik, dan indikator yang relevan tidak tersedia atau kurang dalam sistem informasi kesehatan.

Organisasi tersebut mencatat kurangnya akses ke perawatan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah, berkontribusi besar terhadap masalah kesehatan pendengaran.

“Di negara-negara berpenghasilan rendah, misalnya, sekitar 78% memiliki kurang dari satu spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) per satu juta penduduk,” perkiraan WHO.

Namun, di negara-negara dengan proporsi profesional perawatan telinga dan pendengaran yang relatif tinggi juga terdapat distribusi spesialis yang tidak merata. “Ini tidak hanya menjadi tantangan bagi orang-orang yang membutuhkan perawatan tetapi juga menempatkan tuntutan yang tidak masuk akal pada kader yang menyediakan layanan ini," lanjutnya.

Kehilangan pendengaran dapat dicegah dengan strategi intervensi yang lebih baik. Misalnya, pada anak-anak, hampir 60% gangguan pendengaran dapat dicegah melalui vaksinasi tertentu dan peningkatan perawatan ibu dan bayi di antara metode lainnya.

"Setelah didiagnosis, intervensi dini adalah kuncinya. Perawatan medis dan bedah dapat menyembuhkan sebagian besar penyakit telinga, berpotensi membalikkan gangguan pendengaran yang terkait. Namun, jika gangguan pendengaran tidak dapat disembuhkan, rehabilitasi dapat memastikan bahwa mereka yang terkena dampak menghindari konsekuensi merugikan dari gangguan pendengaran. Rentang  pilihan yang efektif tersedia," tutur WHO.

Menurutnya, teknologi pendengaran, seperti alat bantu dengar dan implan koklea, jika disertai dengan layanan dukungan yang tepat dan terapi rehabilitasi akan efektif dan hemat biaya serta dapat bermanfaat bagi anak-anak dan orang dewasa.

WHO menyebut berinvestasi dalam perawatan pendengaran bakal menghemat biaya bagi pemerintah di seluruh dunia. Untuk setiap US$1 yang diinvestasikan di bidang ini, pemerintah dapat mengharapkan pengembalian sebesar US$16 atau sekitat Rp229 ribu.

Menurut WHO, jika masalah gangguan pendengaran tidak ditangani, jumlah orang yang menderita gangguan pendengaran bisa meningkat "lebih dari 1,5 kali lipat selama tiga dekade mendatang" atau menjadi 2,5 miliar orang. (AFP/M-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat