Mengintip Arsitektur Budaya Peranakan Tionghoa di Desa Parakan, Temanggung
BUDAYA peranakan Tionghoa di Indonesia adalah hasil dari proses yang terjadi selama ratusan tahun. Proses kebudayaan ini terbentuk akibat akulturasi dan asimilasi dari hasil kawin silang antara orang Tionghoa dengan pribumi yang dimulai sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, yang akhirnya menghasilkan perpaduan budaya Tionghoa, budaya Lokal, dan budaya Belanda.
Budaya peranakan tersebut telah memperkaya khasanah budaya Indonesia.
“Kebudayaan ini membentuk suatu budaya yang sangat unik. Buat saya justru sangat eksotis,” ujar Arsitek dan Kolektor Seni Chris Dharmawan dalam Obrolan Heritage “Parakan Living Heritage” yang diadakan Ikatan Arsitek Indonesia dan Universitas Trisakti, Jumat (23/7).
Baca juga: Pandemi Tidak Mematahkan Semangat Selina Mengajar Anak Kolong Jembatan
Dalam acara tersebut, ia juga menunjukkan beberapa barang, model rumah, dan arsitektur yang khas dengan budaya ini.
Kuda-kuda rumah dan motif rumah peranakan Tionghoa memiliki bentuk yang mirip dengan batik Pekalongan. Selain itu, terdapat unsur-unsur Eropa yang membuat budaya ini unik.
Namun sayang, budaya tersebut perlahan dimakan waktu. Seiring globalisasi, budaya tersebut sudah jarang sekali dipraktikkan lagi.
Menurut Dharmawan, banyak anak muda Tionghoa yang tidak lagi melestarikan budaya tersebut, bahkan mungkin tidak tahu.
“Budaya tionghoa seperti kehilangan identitas,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Dharmawan bersama Sutrisno Murtiyoso dan Lily Wibisono menyusun dan menulis buku yang berjudul “Parakan Living Heritage” yang menampilkan ekspresi budaya peranakan Tionghoa, beserta arsitektur dan pernak perniknya di Kota Parakan, Temanggung.
“Waktu saya ke Parakan, bangunan-bangunannya masih bagus, masyarakatnya ramah, tapi anak-anak mudanya tidak ada, pada kemana ya anak-anak mudanya?” ujar Feri Latief selaku moderator di acara tersebut sambil tertawa.
“Ternyata anak-anak mudanya semua pergi ke kota, jadi hanya tersisa orang-orang tua saja,” tambahnya.
Dharmawan dan rekannya berupaya terus melestarikan budaya peranakan Tionghoa, salah satunya dengan melakukan konservasi bangunan peninggalan orang Tionghoa.
“Konservasi bangunan adalah upaya pelestarian suatu bangunan. Caranya dengan mengganti barang-barang yang rusak dengan material-material asli saat bangunan itu dibangun,” jelas Dharmawan.
Ia berharap semakin banyak orang yang menyadari untuk terus melestarikan budaya Peranakan Tionghoa dan mengingat betapa beragamnya budaya di Indonesia, terutama anak-anak muda keturunan Tionghoa. (OL-1)
Terkini Lainnya
Gelar Sayembara, Kementerian PUPR Kumpulkan Ratusan Desain Rusun Perkotaan
Sinar Mas Land Sabet Empat Penghargaan Asia Pacific Property Awards 2024
Eugene Museum Bakal Hadir di Bali Mulai 2026
SOHO Upper West Laris, Sinar Mas Land Tawarkan Apartemen Tipe 2BR
Arsitek Rima Ginanjar: 'Green Architects' Solusi Menekan Emisi Karbon
Menteri PUPR Resmi Membuka Festival dan Konferensi Arsitektur ARCH:ID
Melalui Restoran Gopek, Sarirasa Group Sajikan Kuliner Khas Peranakan
Batik Oey Soe Tjoen Melintas Zaman
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap