visitaaponce.com

Getir Puisi Nelayan Bagang Sumbawa

Getir Puisi Nelayan Bagang Sumbawa
Suasana syuting film Sang Punggawa Laut Sumbawa(Eagle Award/SCS_Sumbawa)

Sang Punggawa Laut Sumbawa dibuka dengan visual udara yang menunjukkan wujud kapal bagang di tengah birunya lautan. Beberapa adegan kemudian menunjukkan para penghuni kapal tersebut. Mulai dari adegan kapten yang tengah melakukan panggilan telepon video hingga memasak cumi.

Dokumenter yang disutradarai Harsa Perdana dan M. Farhan ini mengangkat kisah kapten kapal Bagang, Jabbaruddin, yang sudah menjadi nelayan sejak usianya 1 tahun. Ia kini hidup bersama ketiga anaknya. Istrinya, yang ada di adegan konferensi video itu, berada jauh di luar negeri menjadi pekerja migran.

Film yang menjadi juara kedua dalam kompetisi Eagle Awards Documentary Competition (EADC) 2022 ini menyajikan narasi personal keluarga Jabbaruddin atau akrab disapa Haren. Namun juga punya resonansi pada isu yang lebih luas, seperti fenomena para perempuan di Sumbawa, NTB, menjadi pekerja migran di luar negeri untuk menghidupi para anak atau keluarga mereka. Sementara, di sisi lain, film ini juga menyoroti dinamika hidup dari nelayan bagang. Mulai dari tantangan tangkapan ikan dan pemanfaatan teknologi. 

Yang menarik dari film ini, sutradara mampu menangkap berbagai lapisan subyeknya. Dari peristiwa-peristiwa keseharian yang digarap secara observatif. Lapisan itu bahkan mampu menangkap dinamika batin Haren dengan sang istri. Juga bagaimana meski secara keterbatasan jarak, sutradara mampu menghadirkan emosi istri dan persoalan yang dihadapi dari percakapan dengan sang suami maupun anak.

Visual yang disuguhkan, memanfaatkan kekuatan lanskap laut dan pesisir Sumbawa yang memberikan efek puitik di film ini, di samping tangkapan kameranya. Meski, sesekali kamera juga tampak berupaya eksploitatif dengan memberikan sudut gambar extreme close up saat salah satu anak Haren menangis ketika melakukan panggilan telepon kepada ibunya. 

Latar kapal bagang di tengah laut, juga memberikan sumbangan kegetiran bagaimana Haren merenungi kehidupannya sebagai suami yang harus menavigasi kehidupan di tengah laut bersama kru juga keluarganya. Ekspresi wajah subyek yang ditangkap dengan menjaga jarak, momen-momen hening, serta kemasan dokumenternya yang dipilih secara kreatif, memberikan efektivitas kuat. 

Otentisitas yang tertangkap tanpa intimidasi berlebih dari sutradara, menjadi kelebihan utama film ini. Sehingga bangunan ceritanya juga tersampaikan secara natural dari observasi pembuat. Film ini mampu membangkitkan simpati penonton dari lensa yang menyorot subyeknya. Mengundang penonton untuk mempertanyakan dan sesekali menentang atau membela Haren maupun istrinya. Juga membuka perspektif persoalan yang dihadapi di lanskap Sumbawa.

EADC ditujukan bagi para sineas muda yang memiliki semangat kreatif dan inovatif di seluruh Indonesia. EADC dihelat oleh Eagle Institute Indonesia, bekerja sama dengan Kementerian Kominfo dan Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi. (M-2) 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat