visitaaponce.com

Upaya Realistis Sore di Album Terbaru

Upaya Realistis Sore di Album Terbaru
Ki-ka: Personel Sore, Bemby Gusti, Awan Garnida, dan Ade Paloh. .(MI/ Fathurrozak)

SETELAH terakhir pada 2015, grup band Sore akhirnya merilis album keempat, Quo Vadis, Sore?, Jumat (10/2). Sore kini digawangi Ade Paloh, Awan Garnida, dan Bemby Gusti.

 

Sejak memulai perjalanan pada 2002, Sore telah merilis album penuh studio Centralismo (2005), Ports of Lima (2008), dan Los Skut Leboys (2015). Pengerjaan Quo Vadis, Sore? memakan waktu hingga 1,5 tahun mulai dari pengumpulan materinya. Semula, ada 20 trek yang telah disiapkan, namun kemudian dikurasi menjadi 14 trek.

 

Tiga trek di antaranya, yakni Real, Is it (format digital dan cakram padat-CD pada 2022), Rosa (format digital, piringan hitam, dan pita kaset, 2022), dan Maka Terjadilah Sekilas Kisah Murah (format digital, 2022), telah dirilis lebih dulu. Terkait album baru tersebut, sang vokalis Ade Paloh menjelaskan, mereka ingin terdengar lebih simpel dan berupaya menjadi lebih realistik dengan mencoba ‘mengurangi’ lirik bermajas.

 

“Yang lebih signifikan lagi, di sini (Quo Vadis, Sore?), terdapat lebih banyak lagu berbahasa Inggris dibanding bahasa Indonesia. Ada keterbatasan lirik bahasa Indonesia yang biasanya kami gunakan. Jadi eksplorasinya lebih ke bahasa Inggris. Untuk memuat arti yang lebih banyak dan pesannya, di lagu diantarnnya menjadi lebih fluid dengan bahasa Inggris,” kata Ade kepada Media Indonesia usai perilisan album Quo Vadis, Sore? di Dekhad Gandaria, Jakarta Selatan, Rabu, (8/2).

 

Ade melanjutkan, tema di album terbaru masih tentang kehidupan namun lebih nyata. “Saya secara khusus untuk pertama kalinya menciptakan lagu untuk istri, ada tiga. Itu kan real, ada orangnya. Ada juga misal seperti lagu Maka Terjadilah Sekilas Kisah Murah, itu ada teman yang ditinggal tunangan, ya kisah picisan murah, lebih real sekarang di album ini. Enggak mau yang terlalu bermajas, walau lirik di dalamnya masih dalam lingkup majas,” sambung Ade.

 

Ia menambahkan, keputusan untuk menghindari penggunaan lirik-lirik yang lebih bermajas itu juga merupakan upaya keluar dari kebosanan. Dalam proses penggarapan album, Ade mengakui jika mereka sempat tersendat karena suasana hati (mood).

Mereka kemudian mendapatkan enegi kembali setelah menonton Get Back The Beatles. Banyak trek yang tercipta setelah menonton dokumenter tersebut.

 

“Latar belakang kami adalah para pencinta musik The Beatles. Kami dibesarkan dengan musik mereka. Ketika menonton Get Back, itu dibuka secara lugas dan menciptakan animo baru di hati, seperti balik lai ke masa dulu. Seperti memencet reset button. Dan kalau didengarkan di album terbaru kami, banyak yang lebih minimalis dibanding terdahulu. Ada yang enggak pakai drum, ada yang cuma pakai gitaran,” terang Ade.

 

Lagi-lagi, konsep minimalis dalam instrumen di album ini, juga ditujukan untuk keluar dari kebosanan. “Yang pengen dikejar ya, kami enggak mau terlalu banyak bumbu. Bosan dengan hal-hal demikian. Ibarat makanan, yang enggak dikasih banyak bumbu aja kan akan dimakan. Jadi rasa seperti kayak gitu sebenarnya (yang ingin didapatkan),” tegasnya.

 

Beberapa trek di album tersebut diperdengarkan secara langsung di festival Pasar Musik pada Jumat, (10/2). Sore tampil biasanya tampil berlima, kini tampil dengan satu keyboardist sebagai pemain tambahan. (M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat