The Rootless Bloom Berkompetisi di Festival Busan
![The Rootless Bloom Berkompetisi di Festival Busan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/09/47b483d6fba050bad63e5f4eea746db7.jpeg)
FILM pendek The Rootless Bloom karya sutradara Rein Maychaelson dan produser Astrid Saerong dari rumah produksi Studio Rumah Kedua akan tayang perdana (world premiere) di Busan International Film Festival (BIFF) 2023. Pada BIFF 2023 yang berlangsung pada 4-13 Oktober nanti, The Rootles Bloom juga masuk kompetisi di program Wide Angle: Asian Short Film Competition.
Film pendek ini dibintangi dua aktris pendatang baru, Larissa dan Abby Latip. Kisahnya tentang dua saudari Cindy dan Jena yang menghabiskan hari, di tengah perpisahan kedua orangtua mereka.
Meski pergi, Cindy dan Jena masih terbebani oleh pilihan untuk menentukan akan ikut ayah atau ibu mereka. Sepanjang hari, mereka mengobrol serius tentang artinya jika memilih orangtua yang satu dengan yang lainnya.
Latar belakang cerita itu datang dari pengalaman personal sang sutradara. Dalam siaran persnya, Rein mengungkapkan jika kenangan tentang masa kecilnya itu muncul kembali setelah sang ibu meninggal.
“Bukan hanya tidak hanya kenangan indah, saya juga teringat kenangan yang ‘aneh’. Ketika orangtua saya bertengkar hebat. Mereka beragumen dan mengunci diri di kamar. Namun saya dan saudara-saudara saya masih bisa mendengar pertengkaran dari kamar kami. Kemudian mereka memanggil kami. Kami seolah ‘dipaksa’ untuk memilih orang tua kami masing-masing,” kata Rein dalam siaran pers yang diterima Media Indonesia, Rabu, (6/9).
Melalui film pendek The Rootless Bloom, Rein juga berusaha membuka percakapan mengenai generasinya. Sebagai yang berasal dari kelompok tionghoa-Indonesia, pertanyaan tentang identitas selalu mengganggu Rein saat tumbuh dewasa.
“Kami orang Indonesia, terlebih generasi saya, yang sudah lahir dan besar di Indonesia, tapi sering kali tidak diperlakukan seperti kami bagian dari Indonesia. Perbedaan ras ini juga sering dimanfaatkan dalam permainan kekuasaan politik dari satu rezim ke rezim yang lain. Untuk sementara waktu, kami orang Tionghoa Indonesia terpaksa mengubah dan melupakan nama keluarga kami, yang berarti memotong akar kami sebagaimana nama marga adalah aspek yang cukup penting bagi budaya Tionghoa,” tuturnya.
Rein baru saja menyelesaikan residensi selama sebulan di Bangkok sebagai peserta Southeast Asian Film Lab. Kini ia sedang mengerjakan film fiksi panjang pertamanya, The Burning Land, yang memenangkan Fellowship Prize di Singapore International Film Festival. (M-1)
Terkini Lainnya
Film 24 Jam Bersama Gaspar Masuk Netflix Maret Mendatang
Drakor Moving Menangkan 6 Kategori di BIFF 2023
Laura Basuki Mengaku Bahagia Bisa Tampil di BIFF 2023
Film Ali Topan Rilis Video First Look Jelang Tayang di BIFF
Sara akan Tayang Perdana di BIFF
Film 24 Jam Bersama Gaspar Masuk Seleksi Asian Project Market 2022
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap