visitaaponce.com

The Rootless Bloom Berkompetisi di Festival Busan

The Rootless Bloom Berkompetisi di Festival Busan
Cupplikan adegan film The Rootless Bloom karya Rein Maychaelson.(Dok. Studio Rumah Kedua)

FILM pendek The Rootless Bloom karya sutradara Rein Maychaelson dan produser Astrid Saerong dari rumah produksi Studio Rumah Kedua akan tayang perdana (world premiere) di Busan International Film Festival (BIFF) 2023. Pada BIFF 2023 yang berlangsung pada 4-13 Oktober nanti, The Rootles Bloom juga masuk kompetisi di program Wide Angle: Asian Short Film Competition.

 

Film pendek ini dibintangi dua aktris pendatang baru, Larissa dan Abby Latip. Kisahnya tentang dua saudari Cindy dan Jena yang menghabiskan hari, di tengah perpisahan kedua orangtua mereka.

 

Meski pergi, Cindy dan Jena masih terbebani oleh pilihan untuk menentukan akan ikut ayah atau ibu mereka. Sepanjang hari, mereka mengobrol serius tentang artinya jika memilih orangtua yang satu dengan yang lainnya.

 

Latar belakang cerita itu datang dari pengalaman personal sang sutradara. Dalam siaran persnya, Rein mengungkapkan jika kenangan tentang masa kecilnya itu muncul kembali setelah sang ibu meninggal.

 

“Bukan hanya tidak hanya kenangan indah, saya juga teringat kenangan yang ‘aneh’. Ketika orangtua saya bertengkar hebat. Mereka beragumen dan mengunci diri di kamar. Namun saya dan saudara-saudara saya masih bisa mendengar pertengkaran dari kamar kami. Kemudian mereka memanggil kami. Kami seolah ‘dipaksa’ untuk memilih orang tua kami masing-masing,” kata Rein dalam siaran pers yang diterima Media Indonesia, Rabu, (6/9).

 

Melalui film pendek The Rootless Bloom, Rein juga berusaha membuka percakapan mengenai generasinya. Sebagai yang berasal dari kelompok tionghoa-Indonesia, pertanyaan tentang identitas selalu mengganggu Rein saat tumbuh dewasa.

 

“Kami orang Indonesia, terlebih generasi saya, yang sudah lahir dan besar di Indonesia, tapi sering kali tidak diperlakukan seperti kami bagian dari Indonesia. Perbedaan ras ini juga sering dimanfaatkan dalam permainan kekuasaan politik dari satu rezim ke rezim yang lain. Untuk sementara waktu, kami orang Tionghoa Indonesia terpaksa mengubah dan melupakan nama keluarga kami, yang berarti memotong akar kami sebagaimana nama marga adalah aspek yang cukup penting bagi budaya Tionghoa,” tuturnya.

 

Rein baru saja menyelesaikan residensi selama sebulan di Bangkok sebagai peserta Southeast Asian Film Lab. Kini ia sedang mengerjakan film fiksi panjang pertamanya, The Burning Land, yang memenangkan Fellowship Prize di Singapore International Film Festival. (M-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat