visitaaponce.com

Mengenali dan Mengatasi Adiksi Gim Daring

Mengenali dan Mengatasi Adiksi Gim Daring
Kecanduan bermain gim dapat mengakibatkan berbagai efek buruk.(Usplash/ Florian Olivo)

F, seorang mahasiswa berusia 21 tahun, sudah bermain gim (permainan) sejak duduk di bangku SMP, sekitar 7 tahun yang lalu. Setiap hari, F menghabiskan 10-12 jam untuk bermain gim, terutama gim daring di komputer atau ponsel.

 

“Awalnya, saya diajak oleh teman untuk bermain Dota 2 di komputer. Sebenarnya, sudah dari kecil saya bermain gim, tetapi tidak pernah bermain gim online bersama teman-teman. Biasanya saya bermain gim-gim yang bisa dimainkan sendiri, atau disebutnya dengan gim single player. Baru kali itu main gim online bersama teman-teman yang lain Sejak hari itu, kegiatan bermain bersama ini menjadi rutinitas kami setiap pulang sekolah,” kata F pada wawancara yang dilaksanakan pada Sabtu, 26 Agustus 2023.

 

Lebih lanjut F mengatakan jika bermain gim daring bersama teman-teman terasa sangat seru, apalagi jika memenangi pertandingan. “Hal yang membuat kami bermain terus adalah karena keseruan, kenyamanan dan kemenangan di setiap match (pertandingan). Perasaan ini yang menjadi dorongan kami untuk tidak berhenti. Alhasil, kami kadang sampai lupa waktu dan bisa bermain hingga 10 jam sehari,” jawab F.

 

Rutinitas bermain gim itu membuat F lalai mengerjakan tugas sekolah dan belajar untuk mempersiapkan ujian. F pun pernah dimarahi gurunya karena tugas tidak selesai, tidur di kelas, dan juga nilai ujiannya yang di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Walaupun sudah sampai dipanggil ke ruangan Bimbingan Konseling (BK), F terus bermain gim.

 

Tidak hanya pendidikan yang terganggu, tetapi juga hubungan F dengan orangtua menjadi renggang. Peringatan orangtua untuk berhenti bermain gim tidak digubris F. Bahkan ia sampai kerap lupa makan dan hanya tidur 3-4 jam/hari demi bermain gim. Ketika berhenti bermain, F merasa tidak nyaman dan sulit berkonsentrasi untuk aktivitas lain.

 

Saat ini, gim yang dimainkan F tidak hanya Dota 2, tetapi juga berbagai gim baru, seperti Valorant, Overwatch 2, hingga Mobile Legends. Perubahan barulah terpaksa ia lakukan setelah IPKnya di semester VI tidak mencapai target (3,2). Hal ini membuat F pelan-pelan mulai menurunkan waktu bermainnya walaupun masih sangat sulit untuk berhenti total dari bermain.

 

Kondisi yang dialami F dapat disebut dengan kencanduan (adiksi) gim. Menurut buku keluaran WHO, yakni edisi ke-11 International Classification of Diseases (ICD-11), adiksi terhadap gim dapat didiagnosis setidaknya dalam kurun waktu 12 bulan.

 

Seseorang mengalami adiksi jika mengalami gangguan kontrol atas bermain gim, memprioritaskan bermain daripada aktivitas lainnya, serta mengalami peningkatan bermain walaupun terhadap konsekuensi yang negatif. Efek dari kecanduan ini contohnya adalah nilai ujian yang turun, dikeluarkan dari sekolah, hanya fokus bermain dan tidak melakukan aktivitas lain, dan dapat terjadi gangguan pola makan dan pola tidur.

 

Bagian otak manusia yang berubah akibat adiksi gim adalah terkait pelepasan dopamin. Dopamin dapat disebut sebagai “sinyal” kebahagiaan. Ketika seseorang bermain gim, dopamin akan dilepas di otak dan memberikan rasa senang. Kejadian ini disebut dengan brain reward system.

 

Jika bermain gim dilakukan terus-menerus, pelepasan dopamin menjadi tidak teratur dan membuat pemain menjadi sulit mengendalikan perilaku untuk berhenti. Kecanduan gim ini juga dapat merusak sistem saraf pusat dan juga organ-organ pada tubuh. Semakin lama, para pemain tidak dapat mengendalikan pikirannya, sehingga waktu bermain menjadi lebih banyak dan aktivitas lain menjadi terganggu. Menurunnya fungsi memori, konsentrasi, dan kognitif bagi para pemain juga dampak lain dari adiksi gim.

 

Di Indonesia, ada beberapa gim populer saat ini, terutama gim seluler, seperti Mobile Legends: Bang Bang, Free Fire, dan PUBG-M. Ketiga gim dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat dengan cara mengunduhnya di handphone. Muncul juga kata baru di tengah masyarakat, yaitu gamer atau orang yang gemar bermain gim komputer, termasuk gim daring.

 

Masih terkait dengan adiksi gim, ada satu masalah juga yang dapat menjadi sorotan, yaitu perilaku top up in-game. Ini adalah aktivitas pengisian, pembelian, atau pengisian ulang mata uang dalam gim untuk kebutuhan transaksi di dalam gim, seperti membeli skin (salah satu fitur di dalam gim).

 

Skin yang dibeli biasanya adalah pakaian (kostum) karakter, senjata, dan benda dalam gim, yang biasanya menjadi incaran karena hanya muncul 1x saja (langka). Proses top up meningkat karena dapat dilakukan dengan mudah di internet dengan jasa yang sudah banyak disediakan. Prosesnya mirip seperti mengisi pulsa, di mana pembeli akan membeli uang daring (bisa dalam bentuk diamond) untuk dapat melakukan transaksi dalam gim. Perilaku top up juga sudah sering dilakukan oleh F saat bermain.

 

Skin yang muncul biasanya ada temanya, seperti skin musim panas, musim dingin, dan masih banyak lagi. Tentu saja, saya tidak mau terlewat karena skin-nya bagus-bagus dan sesuai dengan karakter yang saya mainkan. Tujuan saya membeli juga supaya bisa pamer ke teman-teman karena mereka tidak punya skin-nya, hanya saya yang punya. Kalau dikira-kira, biasanya saya mengeluarkan 1-2 juta/bulan,” aku F.

 

Ia mengungkapkan jika memiliki skin akan menambah keseruan dan daya tarik ketika sedang bermain. F lalu bercerita salah satu pengalamannya dalam mendapatkan skin yang membuatnya harus berkali-kali membuka treasure atau kotak hadiah.

 

Biasanya dia harus membuka 10-20 kotak sebelum berhasil mendapatkan skin yang diincar. Hal ini yang membuat dia melakukan top up terus-menerus sampai berhasil mendapatkannya. Akibatnya, F pernah mengambil uang tabungan orangtuanya dan melakukan top up, tanpa sepengetahuan mereka.

 

Menurut Jingxin Wang, pada artikel “Review of Psychological Factors That Cause the Game to Charge Money”, para pemain gim melakukan top up dan menjadi lebih sering bermain dikarenakan adanya rasa saling melengkapi dan memiliki antara pemain dan karakter gim yang dimainkan. Berdasarkan penelitiannya, para pemain membayangkan dirinya sebagai karakter yang dimainkan.

 

Mereka beranggapan bahwa dunia gim yang mereka mainkan adalah dunia yang nyata dan mereka bisa melakukan apapun dengan karakter yang dimainkan. Semakin bagus dan langka skin yang dirilis, mereka akan semakin terdorong untuk membelinya.

 

Peran keluarga sangat penting untuk dapat mengetahui adanya tanda kecanduan yang dialami anggota keluarga. Beberapa hal yang dapat dilihat dan diawasi untuk mengetahui ada tidaknya kecanduan adalah lamanya waktu bermain dan apakah hall tersebut sudah mengganggu aktivitas penting lain seperti makan atau tidur. Apabila melihat tanda menuju kecanduan maka keluarga semestinya segera mengingatkan sang penderita dan tentu saja menolongnya untuk lepas dari kecanduan.

 

Fenomena kecanduan gim ini semetinya juga dapat menjadi perhatian khusus dari pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Kominfo diharapkan segera memblokir situs-situs gim yang terdapat unsur judi.

 

Tidak kalah peting, kesadaran akan bahaya kecanduan harus dimiliki setiap orang. Ketika aktivitas sudah mengganggu rutinitas hidup normal dan membuat banyak kerugian maka anda harus bisa menguatkan tekad untuk berhenti dari kecanduan. (Tim penulis/M-1)

 

Tim  penulis: Arielle Victoria, Chika Berlia Putri, Christopher Winata Sutanto, Lui Sakurai Dananjaya, Made Divara Ariesta Sekar Suryadi, Nicola Kael Hogan, dan Syema Elsa Putri Siringoringo. Pembimbing: dr. Aila Johanna, MSc, Sp.KJ.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat