visitaaponce.com

Sekjen PBB Memperingatkan Krisis Iklim Seperti Membuka Gerbang Neraka

Sekjen PBB Memperingatkan Krisis Iklim Seperti Membuka Gerbang Neraka
Sekjen PBB Antonio Guterres(Adam Gray/Getty Images/AFP)

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan krisis iklim telah membuka pintu neraka. Hal itu ia sampaikan di hadapan sejumlah pemimpin dunia dalam pertemuan puncak KTT Iklim di New York, Rabu (20/9).  

Ironisnya, negara-negara pencemar utama seperti Tiongkok dan Amerika Serikat tidak hadir dalam pertemuan itu. Pembicaraan tersebut sebagian dibayangi oleh pengumuman dari Inggris – yang juga tidak hadir – bahwa mereka membatalkan kebijakan yang akan membantu pengurangan karbon.

Meskipun cuaca ekstrem meningkat dan suhu global mencapai rekor tertinggi, emisi gas rumah kaca terus meningkat dan bahan bakar fosil tetap disubsidi sebesar $7 triliun setiap tahunnya. Dalam pidatonya, Guterres menyinggung panas yang mengerikan dan kebakaran  ang terjadi sepanjang tahun ini ““Umat manusia telah membuka pintu neraka,” Guterres memperingatkan.

Perdana Menteri Ingggris Rishi Sunak mengumumkan bahwa ia mengadopsi pendekatan yang lebih “pragmatis” untuk mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2050, termasuk mencabut larangan penjualan mobil yang sepenuhnya menggunakan bahan bakar fosil dan mengurangi target efisiensi energi untuk properti sewaan.

Langkah ini dilakukan ketika Partai Konservatif yang dipimpinnya tertinggal dalam jajak pendapat dari oposisi Partai Buruh di tengah krisis biaya hidup.

Presiden AS Joe Biden, yang dijadwalkan berpidato di markas PBB,  cuma mengirimkan utusan iklimnya John Kerry, meskipun ia sebetulnya tidak diizinkan untuk berbicara di segmen tingkat tinggi.

Catherine Abreu, direktur eksekutif organisasi nirlaba Destination Zero, mengatakan “Mungkin merupakan berita baik bahwa kita melihat Biden tidak diberi kesempatan berbicara karena Amerika Serikat secara agresif memperluas proyek bahan bakar fosil meskipun negara tersebut melakukan investasi bersejarah. dalam energi terbarukan.

Kemarahan semakin meningkat di kalangan aktivis iklim, khususnya kaum muda, yang hadir dalam jumlah puluhan ribu orang pada akhir pekan lalu dalam acara “Maret untuk Mengakhiri Bahan Bakar Fosil” di New York.

Di sisi lain, Kanselir Jerman Olaf Scholz memuji komitmen negaranya sebesar 2 miliar euro (US$2,1 miliar) untuk mendanai aksi iklim di negara-negara berkembang, sementara Brasil mengatakan negaranya akan mencapai nihil deforestasi di Amazon pada tahun 2030 – sebuah kebalikan besar dari kebijakan mantan presidennya, Jair Bolsonaro.

“Langkah-langkah kecil yang ditawarkan negara-negara ini disambut baik, namun mereka seperti mencoba memadamkan api dengan selang yang bocor,” kata David Waskow dari World Resources Institute. Ia menyesalkan sejumlah negara kunci justru tidak mengambil langkah apapun.

Negara-negara maju, yang bertanggung jawab atas emisi terbesar dalam sejarah, berjanji pada tahun 2009 untuk menyalurkan US$100 miliar per tahun ke negara-negara kurang berkembang pada tahun 2020 – sebuah janji yang hingga kini masih belum terpenuhi.

Sementara itu, dana kerugian dan kerusakan untuk membantu negara-negara yang paling terkena dampak perubahan iklim, juga masih belum dioperasionalkan. (AFP/M-3)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat