Buruknya Relasi Megawati dan Jokowi
DI tengah suasana Idul Fitri, ketika masyarakat umumnya saling bermaafan, publik disuguhi 'drama perseteruan' antarelite politik terutama Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi. Perseteruan itu merupakan residu pilpres yang dimenangi pasangan Prabowo dan Gibran, putra Jokowi.
Pimpinan PDIP, partai tempat Jokowi dan Gibran bernaung, merasa dikhianati oleh keduanya karena menyempal dari kesepakatan partai yang mengusung Ganjar-Mahfud. Sebagai partai yang membesarkan Jokowi, juga Gibran, PDIP merasa perlu mendapatkan rasa hormat yang tinggi.
Kini, setelah pilpres berakhir dan KPU menetapkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang, perseteruan bukannya mereda, melainkan tampaknya kian meruncing.
Penyebabnya sepele. Jokowi kabarnya ingin bertemu Megawati. Sebagai kader PDIP, mantan Wali Kota Solo yang kini menjabat sebagai presiden itu, diberitakan ingin bertemu Mega, selaku ketua umum partai berlambang Banteng tersebut. Suatu keinginan yang wajar, yang muda menyambangi yang tua. Apalagi ini masih momen Hari Raya, saat yang pas untuk bersilaturahim dan bermaafan. Kata pihak istana, rencana silaturahim antarpemimpin itu sedang diatur.
Kita tentu menyambut baik rencana itu. Sudah sewajarnya para pemimpin memberi teladan. Perbedaan sikap politik selama pemilu, memang semestinya ditepikan sejenak. Perkara tidak setuju dengan proses penyelenggaraannya yang dianggap tidak adil atau curang, biarlah itu diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Tugas pemimpin adalah memberi contoh bahwa rivalitas politik tidak harus memutus persaudaraan dan pertemanan.
Kami yakin, bahkan teramat yakin, Megawati dan Jokowi menyadari hal itu. Yang jadi persoalan adalah masing-masing pendukung seolah tidak rela kedua pemimpin tersebut bertemu. Mereka saling sindir di media massa. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Jokowi tidak bisa langsung bertemu Megawati, tapi harus menemui anak ranting partai terlebih dulu.
Menurut Hasto, itu merupakan usulan kader arus bawah PDIP. Ucapan Hasto ini mendapat reaksi dari relawan Jokowi yang menilai syarat itu mengada-ada dan menganggapnya kekanak-kanakan.
Polemik inilah yang mengemuka dan menghiasi percakapan di ruang publik akhir-akhir ini. Suatu komunikasi politik yang kurang baik. Sebaiknya, kedua pihak bersikap bijak dengan menahan diri untuk tidak saling melontarkan pernyataan yang dapat menyinggung satu sama lain. Selain kurang elok, sikap semacam itu hanya memperkeruh suasana.
Masyarakat yang terbelah sewaktu pemilu saja sudah saling berangkulan dan bermaafan, masak elitenya terus gontok-gontokan. Mau sampai kapan?
Terkini Lainnya
Memastikan Transisi Kekuasaan Lancar
Matikan Judi Online
Hormati Putusan Mahkamah Konstitusi
Berbesar Hati Terima Putusan MK
Akhiri Eskalasi Ketegangan
Pantang Menekan Putusan MK
Mobilisasi Amtenar Jangan Tergesa
Ramai-ramai Menjadi Amicus Curae
Setop Angin Surga Harga BBM
Hati Lapang Sambut Putusan MK
Mitigasi Dampak Perang Iran-Israel
Tanggalkan Cara Usang demi Damai Papua
Silaturahim tanpa Bagi-Bagi Kekuasaan
Obral Remisi Manjakan Koruptor
Menjamin Kelancaran Arus Balik
Mengenal Penyakit Parkinson: Harapan dan Tatalaksana di Masa Depan
Pilpres 2024 Selesai, Semoga tidak Seperti Firaun
Kota (dalam) Plastik
Kartini dan Emansipasi bagi PRT
Menakar Kebutuhan Pendanaan untuk Pilpres 2024 Putaran Kedua
Arus Balik, Urbanisasi, dan Nasib Penduduk Perdesaan
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Gerakan Green Movement Sabuk Hijau Nusantara Tanam 10 Ribu Pohon di IKN
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap