visitaaponce.com

Kadin Tidak Setuju Bahan Pokok Dikenakan PPN

Kadin Tidak Setuju Bahan Pokok Dikenakan PPN
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Suryadi Sasmita.(MI/Atet)

WAKIL Ketua Umum Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryadi Sasmita menuturkan, pengusaha sejatinya menerima keputusan penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11%. Namun, penerimaan itu diikuti dengan dua syarat yang telah disampaikan kepada pengambil kebijakan.

"Jadi kami menerima penaikan tarif PPN menjadi 11% itu, tapi dengan catatan," ujarnya saat dihubungi, Kamis (24/3/2022).

Catatan pertama yakni pemerintah mesti mengecualikan pengenaan PPN atas bahan-bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat. Kadin, kata Suryadi, sedari awal mendorong agar pemerintah tak menjadikan bahan-bahan pokok sebagai objek PPN.

Kalau pun mau dijadikan sebagai objek PPN, pemerintah mesti menanggung pengenaan tarif pajak atas bahan-bahan pokok. "Pemerintah mesti menggunakan pungutan yang 11% itu untuk membantu rakyat kecil. Itu yang kita mohon kepada pemerintah. Dengan penaikan tarif, maka kompensasinya adalah diabsorb semua yang untuk rakyat kecil," imbuh Suryadi.

"Pemerintah mesti melakukan hal yang sama seperti insentif mobil, properti, di mana PPN nya di-absorb oleh pemerintah. Jadi pemerintah jangan mau enak saja, mengambil pajak tapi tidak membantu yang di bawah," tambahnya.

Catatan kedua ialah pemerintah mesti memastikan bantuan sosial kepada masyarakat tersalur dengan baik. Salah satu tujuannya ialah untuk menghindari peningkatan inflasi yang bisa menggerus daya beli masyarakat.

Terlebih, penaikan tarif PPN dilakukan pada momen Ramadan dan Idulfitri yang umumnya kebutuhan masyarakat meningkat. "Karena ada kekhawatiran inflasi, maka kami meminta pemerintah menambah BLT agar daya beli masyarakat tetap ada. Karena ekonomi itu naik dari bawah, bukan dari atas," terang Suryadi.

Namun dia juga mengapresiasi keputusan pemerintah yang menunda kenaikan tarif PPN sebesar 2%. Mulanya, kata Suryadi, penaikan tarif PPN direncanakan sebesar 2% ketika tarif PPh Badan diturunkan. Namun setelah UU HPP diterbitkan, penaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap yakni menjadi 11% di 2022 dan 12% di 2025.

"PPN itu sebetulnya kita mesti bersyukur, karena awalnya itu mau naik 2% ketika PPh turun, tapi Bapak Presiden meminta itu tidak dilakukan. Kami dunia usaha menilai yang penting adalah bagaimana bahan pokok ini tidak naik," pungkas Suryadi.

Diketahui, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tarif PPN 11% tetap akan berlaku mulai 1 April 2022. Pemerintah beranggapan tak ada urgensi untuk menunda kebijakan tersebut meski diakui perekonomian belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi covid-19 dan dinamika global.

"(Tidak ditunda) karena kita menggunakannya kembali kepada masyarakat, fondasinya tetap harus kita siapkan, karena kalau tidak kita nanti kehilangan kesempatan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam CNBC Economic Outlook 2022 bertema Percepatan Pemulihan Ekonomi Indonesia 2022, Selasa (22/3/2022).

Penaikan tarif PPN disebut sebagai salah satu cara mewujudkan keadilan perpajakan. Sri Mulyani menyampaikan, penaikan tarif juga merupakan upaya untuk memperkuat fondasi perpajakan dan mengoptimalisasi penerimaan negara.

Menurutnya, tarif PPN 10% yang selama ini diterapkan di Indonesia terbilang rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Tarif PPN 11% juga hanya akan berlaku selama tiga tahun. Sebab, pada 2025 tarif PPN akan kembali dinaikkan menjadi 12%. (Mir/A-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat