visitaaponce.com

Dewan Energi Nasional Menaikan Harga BBM Subsidi Ada di Tangan Kemenkeu

Dewan Energi Nasional: Menaikan Harga BBM Subsidi Ada di Tangan Kemenkeu
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha.(Ist)

ANGGOTA  Dewan Energi Nasional (DEN) Ir. Satya Widya Yudha, M.Sc.,menjelaskan, landasan pemberian subsidi adalah UU 30 tahun 2007 tentang Energi. Dalam UU tersebut dijelaskan, subsidi energi harus tepat sasaran.

Lalu di UU no 6 tahun 2021 tentang APBN Tahun Anggaran 2022 pasal 16 disebutkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) di tahun anggaran 2022 mencapai Rp 206 triliun.

Di dalam pasal 17 UU no 6 tahun 2021 mengatur mengenai pendapatan negara bukan pajak. Sehingga ketika harga minyak naik ,pendapatan negara dari minyak meningkat.

Merujuk Perpres no 69 tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM di Indonesia, Satya menerangkan di Ayat 8 disebutkan, subsidi disesuaikan dengan kemapuan keuangan negara. Sehingga subsidi BBM nantinya tidak membebani keuangan Negara

Selain itu pemberian subsidi juga mempertimbangkan daya beli masyarakat dan ekonomi Nasional.

"Sehingga subsidi BBM harus terefleksi kemampuan keuangan negara, memperhatikan daya beli masyarakat dan harus tepat sasaran," katanya. 

Diakui Satya, memang saat ini harga minyak dunia mengalami penurunan. Bahkan lebih kecil dari asumsi APBN tahun anggaran 2023.

Baca juga: Anggota DPR Sebut Tidak Tepat Naikan Harga BBM

Namun, menurut Satya, harga minyak bumi memiliki fluktuasi yang cukup tinggi. Kondisi ini membuat nilai subsidi ikut berfluktuasi.

Di tahun 2022 Pemerintah mematok subsidi BBM Rp 502,4 triliun yang terdiri dari subsidi energi Rp 208,9 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp 293,5 triliun. 

Saat ini subsidi Pertalite hanya tersisa 6 juta KL. Dari 23 juta KL subsidi yang disepakati hingga akhir 2022. Pemerintah memperkirakan jumlah tersebut akan habis di Oktober.

Jika untuk memenuhi hingga Desember 2022, Satya menerangkan perlu adanya tambahan volume BBM subsidi.

Termasuk subsidi untuk solar yang volumenya terus mengalami peningkatan. Tambahan ini tentunya akan membuat jumlah subsidi mengalami peningkatan.

"Untuk menyikapi tambahan BBM subsidi ini kita serahkan ke Kementrian Keuangan (KemenKeu). Sebab mereka yang tau kemampuan APBN untuk membiayai subsidi BBM. Jika dianggap APBN berat, maka volume BBM subsidi bisa dikontrol melalui Kementrian ESDM," katanya.

"Sesuai dengan PerPres no 69 pemberian subsidi ditentukan oleh KemenKeu. Karena Mereka yang tau kekuatan anggaran negara. Pengaturan volume dilakukan oleh Kementrian ESDM. Bukan Kementrian BUMN," terang Satya.

Agar subsidi BBM saat tepat sasaran Satya mengatakan Pemerintah memiliki 2 cara. Melalui distribusi tertutup dengan menggunakan aplikasi (untuk pemilik kendaraan) dan memberikan bantuan langsung tunai ke masyarakat yang sangat membutuhkan. Tujuannya agar menjaga daya beli masyarakat tak mampu.

DEN sudah memiliki strategi jangka panjang untuk mengurangi impor BBM. Salahsatunya dengan cara mempercepat konversi mobil menggunakan listrik atau BBG. Dengan konversi mobil listrik atau BBG dipercaya akan mengurangi konsumsi BBM.

Satya menilai saat ini suplai listrik dan BBG di Indonesia lebih dari cukup. Karena suplai cukup maka kedua energi tersebut relatif tak terpengaruh dengan fluktuasi harga minyak dunia. Selain itu untuk mengurangi ketergantungan BBM impor, DEN juga memiliki rencana untuk meningkatkan campuran BBM penambahan biomasa atau biodisel.

DEN juga memiliki strategi untuk mengurangi subsidi LPG dengan meningkatkan jumlah penggunaan gas melalui pipa.

Dengan makin banyaknya jaringan gas melalui pipa dipercaya akan mengurangi konsumsi LPG yang sebagian besar masih diimpor. Sehingga jaringan gas rumah tangga, dinilai Satya, bisa dijadikan salah satu solusi mengurangi impor LPG.

Selain itu untuk mengurangi ketergantungan impor LPG, Satya meminta agar Kementrian ESDM mempercepat dan menggalakkan konversi kompor LPG ke listrik. Selain suplai listrik yang cukup, harga kalori kompor listrik induksi masih lebih murah dibandingkan LPG. 

"Memang konversi ini tak bisa diimplementasikan dalam waktu cepat. Namun itu semua harus dijalankan Kementrian ESDM agar kita tak tergantung BBM dan LPG impor. Sebab di dalam APBN 2023 subsidi BBM akan berkurang menjadi Rp 360 triliun. Meski angkanya masih besar namun pengurangannya juga besar," tutur Satya. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat