visitaaponce.com

Ahli Sebut Sulit Terbentuk Kartel Minyak Goreng karena Model Bisnis Berbeda

Ahli Sebut Sulit Terbentuk Kartel Minyak Goreng karena Model Bisnis Berbeda
Petani memanen sawit(Antara)

MODEL bisnis di industri sawit dan minyak goreng berbeda-beda sehingga kecil atau bahkan tidak mungkin bisa terjadi kesepakatan kartel di antara pelaku usaha.

Hal tersebut disampaikan ahli bidang industri sawit, Rio Christiawan saat memberi keterangan dalam sidang perkara dugaan kartel minyak goreng yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara daring.   

“Ada yang bisnisnya hanya di upstream, artinya perkebunan dan pabrik kelapa sawit. Produknya adalah tandan buah segar yang diolah jadi CPO. Ada yang hanya di hilir. Dengan model bisnis yang beda-beda  seperti itu, kepentingan antara pelaku usaha juga berbeda sehingga sangat kecil atau bahkan tidak mungkin bisa terjadi kartel. Tujuan kartel itu kan kepentingan bersama," ujarnya.

Dalam perkara ini, KPPU menduga sebanyak 27 perusahaan minyak goreng kemasan (Terlapor) melakukan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli).

Para terlapor dituduh membuat kesepakatan penetapan harga minyak goreng kemasan pada periode Oktober-Desember 2021 dan periode Maret-Mei 2022. Kemudian membatasi peredaran atau penjualan minyak goreng kemasan pada periode Januari-Mei 2022.

Menurut Rio, kenaikan harga minyak goreng yang terjadi pada 2021-2022 bukan atas kesepakatan antara pelaku usaha, tetapi merupakan respons bersama yang rasional menyikapi kenaikan harga CPO sebagai bahan baku utama minyak goreng. Hal ini juga dapat dilihat pada produk turunan CPO selain minyak goreng yang juga mengalami kenaikan harga akibat dampak dari kenaikan harga CPO. Misalnya mentega putih dari harga Rp19.000 di 2020. Lalu naik menjadi Rp24.000 di tahun 2021.

“Perumpamaannya, di tempat olahraga orang pasti akan ramai-ramai berjualan air minum dan di pemakaman orang banyak berjualan kembang untuk ziarah.  Itu adalah pilihan bersama yang rasional, bukan berarti mereka bersepakat,” jelas Rio.   

Terkait dengan kelangkaan minyak goreng yang terjadi tahun lalu, Rio menyebut kebijakan pemerintah yang menjadi pemicunya. Peraturan mengenai harga eceran tertinggi (HET) yanag diikuti dengan domestic market obligation (DMO)/domestic price obligation (DPO) justru tidak tepat dan menimbulkann kelangkaan. Apalagi, kebijakan yang dikeluarkan berubah-ubah dalam waktu yang singkat.

Dalam konsep “economic analysis of law”, sambung Rio, kebijakan pemerintah sangat penting karena menjadi basis untuk membuat pilihan-pilihan bisnis yang rasional dan legal bagi pelaku usaha. “Kalau tiap minggu ganti kebijakan, kapan melakukan analisanya,” pungkasnya. (OL-8)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat