visitaaponce.com

Indonesia Ajak ASEAN Lakukan Penghijauan Industri

Indonesia Ajak ASEAN Lakukan Penghijauan Industri
Indonesia ajak negara ASEAN canangkan industri hijau(AFP)

INDONESIA mengajak negara anggota ASEAN memandang penghijauan industri manufaktur sebagai peluang, alih-alih sebagai kebuntuan. Pemerintah tiap negara mesti melalukan intervensi agar peluang tersebut dapat timbul dan menarik minat para pelaku industri pengolahan.

Demikian disampaikan Tenaga Ahli Menteri Keuangan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional Kiki Verico dalam seminar side event ASEAN Indonesia 2023 bertajuk Renewable Energy Manufacturing: Opportunities For Southeast Asia, Jakarta, Kamis (24/8).

"Kita harus berubah pikiran, tidak hanya memandang lingkungan sebagai sebuah biaya, namun juga sebagai pendapatan yang akan mempengaruhi mekanisme pasar kita. Dan hal ini memerlukan intervensi pemerintah untuk menginternalisasikan eksternalitas," jelasnya.

Baca juga: Airlangga: Pertumbuhan Digital Ekonomi ASEAN akan Tembus US$2 T di 2030

Negara-negara ASEAN didorong untuk berkomitmen penuh dan melaksanakan tujuh rencana aksi yang ada di dalam cetak biru Asean Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) fase II. Rencana aksi pertama ialah membangun jaringan listrik ASEAN.

Hal itu dilakukan untuk memperluas perdagangan listrik multilateral regional, memperkuat ketahanan dan modernisasi jaringan listrik, serta mendorong integrasi energi bersih dan terbarukan.

Baca juga: Anggota ASEAN Bentuk Response Fund

Rencana aksi kedua, yakni mengerjakan pipa gas trans-ASEAN. Itu ditujukan untuk mengejar pengembangan pasar gas bersama ASEAN dengan meningkatkan konektivitas dan aksesibilitas gas dan LNG.

Ketiga, menciptakan batu bara dan teknologi batu bara bersih. Hal tersebut guna mengoptimalkan peran teknologi batu bara ramah lingkungan dalam memfasilitasi transisi menuju pembangunan berkelanjutan dan rendah emisi.

Keempat, melakukan efisiensi dan konservasi energi. Hal itu dilakukan untuk mengurangi intensitas energi sebesar 32% pada tahun 2025 berdasarkan tingkat tahun 2005 dan mendorong upaya efisiensi dan konservasi energi lebih lanjut, terutama di sektor transportasi dan industri.

Kelima, memanfaatkan energi baru terbarukan. Hal itu, kata Kiki, bertujuan untuk mencapai target aspirasional peningkatan komponen energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025 dalam bauran energi ASEAN, termasuk melalui peningkatan pangsa energi terbarukan dalam kapasitas listrik terpasang menjadi 35% pada tahun 2025.

Keenam, penciptaan kebijakan dan konservasi energi. Hal itu untuk memajukan kebijakan dan perencanaan energi guna mempercepat transisi dan ketahanan energi di kawasan. Ketujuh, pemanfaatan energi nuklir sipil.

"Itu perlu untuk membangun kemampuan sumber daya manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk pembangkitan tenaga listrik," terang Kiki.

"Sebagai sebuah rencana aksi, kita harus memastikan bahwa ini bukan sekadar rencana, namun perlu dilaksanakan," tambahnya.

Tujuh rencana aksi tersebut mesti diimplementasikan lantaran negara ASEAN yang mayoritasnya merupakan negara berkembang banyak bergantung pada sektor manufaktur. Bahkan, kata Kiki, sektor tersebut dapat dikatakan sebagai tulang punggung dari perekonomian kawasan.

Di saat yang sama, sektor manufaktur juga lebih banyak mengonsumsi energi dan mengeluarkan lebih banyak emisi. Itu kemudian yang kerap dianggap menimbulkan dilema bagi pelaku industri pengolahan.

Sebab implementasi dari penghijauan industri membutuhkan dana yang cukup besar. "Kita harus mengubah pola pikir kita. Pandangan terhadap energi terbarukan atau batasan emisi dilihat dari sisi biaya. Jika dilihat dari sisi itu, transisi energi dari energi terbarukan membutuhkan biaya yang mahal," ujar Kiki.

"Jadi anda harus melihat dari sudut pandang keuntungan, bahwa anda perlu memastikan bahwa produk anda bisa terjual habis," tambahnya.

Penghijauan industri pengolahan juga menjadi krusial karena sejalan dengan agenda dunia melawan perubahan iklim. Itu harus dilakukan agar tak berimbas buruk pada perekonomian ke depan.

"Jika negara-negara di Asia Tenggara tidak berkomitmen terhadap perubahan iklim, maka kita akan mengalami penurunan PDB hingga 30% pada tahun 2050. Ini adalah pesan kuat bahwa kita perlu mengejar ketertinggalan dari ekonomi hijau dan seterusnya," pungkas Kiki.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat