visitaaponce.com

Risiko Suku Bunga Tinggi Bayangi Negara Berkembang di Asia Timur

Risiko Suku Bunga Tinggi Bayangi Negara Berkembang di Asia Timur
Negara berkembang di Asia Timur masih dibayangi suku bunga tinggi(AFP)

PEMERINTAH dan bank sentral di kawasan Asia Timur yang sedang berkembang harus tetap waspada terhadap potensi risiko keuangan terkait suku bunga lebih tinggi, demikian menurut laporan Bank Pembangunan Asia / Asian Development Bank (ADB). 

Melemahnya inflasi dalam beberapa bulan terakhir memungkinkan sebagian besar bank sentral kawasan ini untuk tidak menaikkan suku bunga, beberapa bahkan mulai menurunkan suku bunga demi mendorong pertumbuhan ekonomi.

Namun, tekanan dari kenaikan harga, pasar tenaga kerja yang solid, dan kuatnya kinerja perekonomian Amerika Serikat dapat menyebabkan US Federal Reserve menaikkan lagi suku bunga, demikian menurut edisi terbaru Asia Bond Monitor.

Baca juga: Apindo Apresiasi Keputusan BI Pertahankan Suku Bunga di Angka 5,75%

Peralihan baru-baru ini dengan tidak lagi menaikkan suku bunga, bersamaan dengan fundamental perekonomian yang lebih baik, membantu menopang kondisi keuangan di sebagian besar pasar kawasan Asia Timur yang sedang berkembang antara 1 Juni sampai 31 Agustus, menurut laporan tersebut.

Di luar Republik Rakyat Tiongkok (RRT), sentimen investasi positif di pasar regional mendukung penurunan premium risiko, kenaikan pasar saham, dan aliran masuk portofolio asing ke pasar obligasi. Di RRT, proyeksi perekonomian yang meredup menjadi pemberat pasar keuangan domestik. 

Baca juga: Tiongkok Pangkas Suku Bunga Acuan untuk Perkuat Ekonomi

Sementara itu, suku bunga di kawasan ini masih tetap tinggi. Biaya pinjaman yang lebih tinggi turut berkontribusi pada tekanan utang dan gagal bayar obligasi di sejumlah pasar Asia selama beberapa bulan terakhir.

"Sektor perbankan Asia menunjukkan ketahanannya selama gejolak perbankan di Amerika Serikat dan Eropa baru-baru ini, tetapi kami mendapati sejumlah kerentanan dan gagal bayar di antara peminjam publik maupun swasta sejak tahun lalu," kata Kepala Ekonom ADB Albert Park.

Biaya pinjaman yang lebih tinggi dapat menimbulkan persoalan, terutama bagi peminjam dengan tata kelola dan neraca keuangan yang lemah.

Di sisi lain, penurunan inflasi yang terjadi lebih cepat daripada perkiraan di sejumlah perekonomian maju, bersamaan dengan mendinginnya pasar tenaga kerja dan/atau berkurangnya kekhawatiran mengenai kestabilan keuangan dan pertumbuhan, dapat mengarah pada postur moneter yang lebih longgar, sebut laporan itu. 

Asia Timur yang sedang berkembang meliputi perekonomian negara-negara anggota ASEAN, Tiongkok, Hong Kong, dan Republik Korea. Jumlah total obligasi yang beredar di kawasan ini naik 2,0% dalam waktu tiga bulan sejak Juni menjadi $23,1 triliun.

Pertambahan obligasi dari sektor pemerintah maupun korporat telah melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

"Banyak pemerintah yang menumpuk penerbitan obligasi di kuartal pertama tahun ini, ketika obligasi pemerintah dan korporat dalam nilai yang cukup besar jatuh tempo di hampir semua pasar," kata Albert Park.

Obligasi berkelanjutan di ASEAN plus RRT, Jepang, dan Republik Korea (ASEAN+3) bertambah 5,1% dari kuartal sebelumnya menjadi $694,4 miliar, mencapai porsi 19,1% dari nilai obligasi berkelanjutan yang beredar di seluruh dunia.

"Negara-negara ASEAN+3 masih merupakan pasar regional obligasi berkelanjutan kedua terbesar di dunia setelah pasar Uni Eropa, meskipun segmen ini hanya mencakup 1,9% dari keseluruhan pasar obligasi di ASEAN+3," kata Albert Park. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat