visitaaponce.com

Rasio Pajak Daerah belum Optimal

Rasio Pajak Daerah belum Optimal
Petugas mengitung uang rupiah(Antara)

TOTAL rasio pajak daerah (local tax ratio) dinilai belum mencapai titik optimal. Angka yang dianggap ideal adalah 3%, namun pada 2022 rasio pajak daerah nasional baru mencapai 1,30%.

Hal itu disampaikan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Sandy Firdaus dalam taklimat media, Senin (16/10).

"Ini perlu didorong bagaimana kita bisa meningkatkan local taxing power supaya daerah tidak benar-benar bergantung dari dana transfer ke daerah (TKD). Sebenarnya angka 3% itu sudah bagus," tuturnya.

Baca juga : Perekonomian Stabil, Pemerintah Optimistis Penerimaan Pajak Lampaui Target

Sedianya, kata Sandy, local tax ratio pada 2022 yang tercatat 1,30% mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Hanya peningkatan itu belum menggambarkan capaian optimum dari kinerja pajak daerah.

Baca juga : Mudahkan Masyarakat, Sistem Perpajakan Core Tax Diluncurkan 2024

Dari peningkatan itu pula, masih terdapat ketimpangan yang menjadi permasalahan dari pajak daerah. Di level provinsi pada 2022, misalnya, rasio pajak daerah tertinggi di Sumatra diperoleh Bangka Belitung, yaitu 1,29%. Sementara Riau menjadi wilayah dengan rasio pajak daerah terendah, yakni 0,71%.

Lalu Provinsi Kalimantan Selatan memperoleh rasio pajak daerah tertinggi di wilayah Kalimantan, yaitu 1,89% dan terendah ialah Kalimantan Timur yang hanya 0,32%. Kemudian Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi wilayah dengan rasio pajak daerah tertinggi di Jawa, yakni 2,18% dan terendah dialami Jawa Timur sebesar 1,14%.

Sementara di wilayah Sulawesi, provinsi dengan rasio pajak daerah tertinggi ialah Gorontalo, yaitu 1,40% dan terendah ialah Sulawesi Tenggara 0,55%. Berikutnya Provinsi Maluku memiliki rasio pajak daerah tertinggi di wilayah Maluku-Papua, yakni 1,42% dan terendah ialah Papua 0,79%.

Sedangkan Bali menjadi provinsi dengan rasio pajak daerah tertinggi di wilayah Bali-Nusra, yaitu 3,23% dan terendah ada di Nusa Tenggara Barat yang tercatat 1,48%. "Data ini menunjukkan adanya indikasi belum optimalnya administrasi perpajakan di daerah," kata Sandy.

Dia menambahkan, lemahnya administrasi perpajakan di daerah menjadi salah satu sebab masih rendahnya pendapatan asli daerah (PAD). Hal itu menurutnya juga dikarenakan ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak daerah yang ada di dalam UU 28/2009 tentang Pajak Daerah belum diatur secara mendetail.

Selain itu, upaya perpajakan di daerah belum dilakukan secara optimal. Salah satunya dikarenakan pemda belum begitu aktif melakukan penagihan perpajakan. "Ini yang kami dorong melalui UU HKPD, bagaimana kita bisa bantu peningkatan local taxing power terjadi," pungkas Sandy. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat