BMKG Tingkatkan Literasi Iklim Guna Cegah Krisis Pangan
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memitigasi ancaman krisis pangan akibat perubahan iklim dengan cara meningkatkan literasi iklim di kalangan petani melalui Sekolah Lapang Iklim.
"Guna memitigasi ancaman krisis pangan, BMKG terus melakukan literasi iklim melalui Sekolah Lapang Iklim," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (18/10), seperti dilansir dari Antara.
Dwikorita mengatakan bahwa sasaran dari Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang bergulir sejak 27 September 2023 adalah para petani Indonesia yang dilatih kemampuan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayahnya.
Salah satu metode edukasi, kata Dwikorita, adalah penyertaan teknologi dalam penggunaan pranoto mongso atau kalender petani yang berisi informasi pelaksanaan tanam dan panen.
Baca juga: Bumi Semakin Panas, BMKG Ajak Generasi Muda Lakukan Aksi Nyata
Kalender itu berisi penyesuaian waktu tanam, jenis tanaman yang tepat dan waktu tanam, kapan harus menunda tanam, waktu memanen, pengelolaan air, mitigasi gagal panen, dan lain sebagainya.
"Dengan begitu, para petani bisa terhindar dari risiko terburuk berupa gagal panen akibat dampak cuaca ekstrem," katanya.
Kepala BMKG ini mengatakan bahwa sektor pertanian sangat berhubungan erat dengan keadaan cuaca dan iklim. Dampak buruk kejadian ekstrem dapat mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas maupun kualitasnya.
Melansir World Meteorolgical Organization (WMO), kata Dwikorita, 2023 menjadi tahun dengan rekor temperatur tertinggi, di antaranya adalah sepanjang Juni sampai dengan Agustus menjadi 3 bulan terpanas sepanjang sejarah serta gelombang panas (heatwave) terjadi di banyak tempat secara bersamaan.
Baca juga: Yuk, Kenali Jenis Pangan Lokal yang Sehat dan Mendunia
BMKG mencatat situasi pada tahun 2016 menjadi tahun terpanas di Indonesia dengan nilai anomali sebesar 0,8 derajat celcius relatif terhadap periode klimatologi 1981 hingga 2020.
Pada 2020 menempati urutan kedua tahun terpanas dengan nilai anomali sebesar 0,7 derajat celcius. Sebelumnya, pada tahun 2019 berada di peringkat ketiga dengan nilai anomali sebesar 0,6 derajat celcius.
Dampak perubahan iklim, kata Dwikorita, sudah sangat terasa di Indonesia. Akan tetapi, banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak menyadari.
"Kondisi ini membutuhkan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi dan menurunkan emisi gas rumah kaca," katanya. (Z-6)
Terkini Lainnya
Prakiraan Cuaca DKI Jakarta: Cerah Berawan Sepanjang Selasa 9 Juli 2024
Prakiraan Cuaca Hari ini, Jakarta Cerah Berawan Kecuali Kepulauan Seribu
Ini Penyebab Hujan Lebat Berhari-Hari di Tengah Musim Kemarau Menurut BMKG
Korban Gempa Bumi Batang dan Pekalongan Bertambah: 12 Orang Luka dan 55 Bangunan Rusak
Waspada Hujan Disertai Petir di Jakarta, Ini Prakiraan Cuaca Senin (8/7)
Menteri LHK Siti Nurbaya Teken Kerja Sama Dengan Bezos Earth Fund
Memerangi Perubahan Iklim, Pengembang Harus Punya Peran Aktif
Heru Budi Sebut 5.170 Bencana Melanda Jakarta selama 4 Tahun Akibat Perubahan Iklim
WWF Sahkan Pusat Ketahanan Air, Ecolab Merespons
Prakiraan Cuaca Sabtu 25 Mei 2024, Cuaca di Sebagian Wilayah Tidak Stabil
Wujudkan Kepekaan Sosial Masyarakat terhadap Ancaman Bencana Alam
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap