visitaaponce.com

Kelapa Sawit Ideal Penuhi Kebutuhan Minyak Sayur 9,8 Miliar Populasi Dunia

Kelapa Sawit Ideal Penuhi Kebutuhan Minyak Sayur 9,8 Miliar Populasi Dunia
Petani memanen kelapa sawit untuk diproses ke pabrik CPO.(Antara)

Dunia diperkirakan bakal memiliki populasi mencapai 9,8 miliar pada 2050. Itu berarti diperlukan tambahan 200 juta ton porduksi minyak nabati untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan itu dapat dipenuhi oleh kelapa sawit yang sedianya turut selaras dengan agenda ekonomi keberlanjutan nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, kelapa sawit ideal memenuhi kebutuhan itu lantaran mampu menghasilkan 5 Metricton per Hectare (MT/Ha) dan hanya membutuhkan 40 Metricton per Hectare (MT/Ha) juta Ha lahan.

“Ini jauh lebih sedikit lahan dibandingkan minyak nabati lainnya seperti kedelai dan kanola yang masing-masing membutuhkan 445 juta Ha dan 290 juta Ha lahan. Karena itu, minyak sawit merupakan cara yang berkelanjutan dan efisien untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat untuk minyak sayur,” ujarnya dalam International Palm Oil Conference (IPOC) ke-19 di Nusa Dua, Bali, Kamis (2/11).

Selain itu, lanjut Airlangga, kelapa sawit juga mendukung penyediaan transportasi yang lebih bersih bahan bakar, seperti bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF). Indonesia telah mengembangkan SAF yang dikenal dengan sebutan BioAvtur 2,4% atau J2.4.

Guna meningkatkan produktivitas kelapa sawit, Indonesia telah melakukan penanaman kembali seluas 200.000 hektare. Sejak tahun 2007 dan 180.000 hektare sedang dilakukan penanaman kembali pada anggaran tahun ini alokasi US$386 juta.

Lebih lanjut, Airlangga mengatakan, kelapa sawit juga menghadapi tantangan di tingkat global. UU Deforestasi Eropa (EUDR) merupakan inisiatif baru untuk membatasi dampak deforestasi oleh kegiatan kehutanan dan pertanian di seluruh dunia. Ini akan mempengaruhi tujuh komoditas, antara lain kelapa sawit, kopi, kakao, karet, kedelai, sapi, dan kayu.

“Terlepas dari kekhawatiran kami, pemerintah masing-masing negara siap berkolaborasi dengan UE dalam membangun kerangka kerja yang mendorong pertanian berkelanjutan, termasuk produksi minyak nabati, dengan perlakuan yang inklusif, holistik, adil, dan cara yang tidak diskriminatif,” jelasnya.

“Hal ini sangat penting bagi UE untuk melakukan hal ini mengakui dan mengakui sepenuhnya bahwa standar keberlanjutan nasional negara-negara produsen ini dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses pasar UE,” tambah Airlangga.

Sejauh ini, lanjut dia, Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) telah melakukan komunikasi intensif dengan komisi UE. Enam tim kerja dihasilkan melalui diskusi yang membahas inklusivitas petani kecil; skema sertifikasi yang relevan; ketertelusuran; data ilmiah mengenai deforestasi dan degradasi hutan; dan perlindungan data privasi.

Pemerintah juga sedang mengembangkan clearing house untuk menjamin seluruh perkebunan komoditas yang akan diekspor dapat ditelusuri untuk menjamin pasar global yang produk dihasilkan dari perkebunan berkelanjutan.

“Melalui Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) mendorong pengembangan minyak sawit berkelanjutan. Sertifikasi ISPO menjamin praktik produksi yang dilakukan oleh perusahaan dan kelapa sawit petani mengikuti prinsip dan aturan keberlanjutan. Selain ISPO, Pemerintah Indonesia juga mendukung Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah skema sertifikasi sukarela,” pungkas Airlangga. (Mir/E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Raja Suhud

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat