visitaaponce.com

Penambahan Utang Perlu Diwaspadai

Penambahan Utang Perlu Diwaspadai
Ilustrasi utang negara(Ist )

DIREKTUR Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai perlu diwaspadai utang luar negeri terutama dari beban utang pemerintah dan BUMN yang makin tidak berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi.

"Kalau utang dianggap sebagai leverage, buktinya dengan kenaikan beban pembayaran bunga utang luar negeri pemerintah 36,4% (yoy), namun pertumbuhan ekonominya hanya kisaran 5%," kat Bhima, dihubungi Senin (18/12).

Terlebih, makin dikhawatirkan tambahan beban bunga utang menciptakan crowding out effect, yang menekan sektor swasta dan perbankan karena likuiditas jadi berkurang.

Baca juga: Kadin: Perputaran Uang Selama Libur Nataru Capai Rp80,25 Triliun

"Dengan bunga utang yang cukup tinggi dipasar, banyak investor akhirnya memilih parkir dana di surat utang valas pemerintah dibanding investasi di sektor produktif," kata Bhima.

Indikator risiko utang lainnya adalah kemampuan bayar utang. Bhima mengatakan debt service ratio (DSR) tier 2 tahun 2014 angkanya 33,3%, sementara di Oktober 2023 melonjak ke 38,6%.

Baca juga: Indonesia SEZ Business Forum 2023: Gali Peluang KEK Manufaktur dan Pariwisata

"Artinya, kenaikan utang luar negeri belum diimbangi oleh kemampuan menghasilkan valas terutama dari sisi ekspor. Ini kurang sehat ya dalam jangka panjang," kata Bhima.

Sebelumnya, Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Ridwan mengatakan, pemerintah menarik utang baru senilai Rp 600 triliun pada tahun 2024.

Adapun, utang baru tersebut untuk menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang ditargetkan naik menjadi sebesar 2,9 persen atau senilai Rp 522,8 triliun, dibandingkan target defisit 2023 sebesar 2,27 persen.

Deni sampaikan bahwa naiknya angka penarikan utang pada 2024 akan menambah pembiayaan untuk utang pokok dan bunga. Namun, menurutnya, rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih terbilang aman.

"Kalau kita bandingkan dengan negara peer, kita dengan debt to GDP makin kecil sekarang sekitar 37 persen. Kalau awal pandemi 40 persen, ini relatif masih rendah let's say ASEAN country Malaysia, Filipina, Thailand mencapai 70 persen," kata Deni, di Jakarta, Senin (18/12). (Try/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat