visitaaponce.com

Lahan Basah Jadi Potensi SDA Luar Biasa yang Harus Dikelola secara Bijaksana

Lahan Basah Jadi Potensi SDA Luar Biasa yang Harus Dikelola secara Bijaksana
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat(Dok.MPR RI)

WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan bahwa sesuai konstitusi amanat Undang-Undang Dasar 1945, pengelolaan seluruh kekayaan sumber daya alam (SDA) harus dimaksimalkan untuk kepentingan bangsa, rakyat dan negara sepenuhnya agar kesejahteraan rakyat tercapai.

Menurutnya terdapat 7 potensi kekayaan SDA di Indonesia mulai dari hutan, biota laut, tambang, tanah, air, udara, serta pariwisata.

“Tetapi yang tidak boleh juga dilupakan, Indonesia adalah wilayah yang memiliki kekayaan akan lahan basah. Lahan basah terjadi di mana air bertemu dengan tanah dan kita bertemu dengan lahan gambut, lahan rawa, sungai, danau dan lainnya. Terpenting memanfaatkan sebagai bagian usaha kita kurangi kerusakan lingkungan dan menjadi penunjang pelestarian lingkungan,” ungkapnya dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk Lahan Basah: Mengeksplorasi Potensi Kekayaan SDA Kita, Rabu (31/1)

Baca juga : Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat Dorong Pengembangan Pariwisata Indonesia Secara Kreatif

Lebih lanjut menurut Rerie, sapaan akrabnya, pemerintah wajib memberikan perlindungan pada lokasi lahan basah, sekaligus merencanakan pemanfaatannya secara berkelanjutan.

Peneliti Ahli Madya, Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Kementerian PPN/Bappenas, Dadang Jainal Mutaqin menambahkan bahwa terkait dengan lahan basah, pihaknya telah membangun atau membuat suatu dokumen terkait dengan pengelolaan lahan basah.

“Dalam hal ini lahan basah hanya terbatas kepada mangrove dan gambut, karena kalau terkait dengan definisi lahan basah ternyata tidak hanya terbatas di mangrove dan lahan gambut saja, karena ada ekosistem lain juga seperti padang lamun juga itu menjadi ekosistem lahan basah,” kata Dadang.

Baca juga : Dukung Pengembangan Pariwisata dengan Langkah Kreatif yang Konsisten

Kondisi lahan basah di Indonesia yaitu mangrove dan gambut dikatakan memiliki potensi yang cukup besar. Berdasarkan Peta Nasional Mangrove, ada sekitar 3,2-3,3 juta hektare (ha)hutan mangrove di Indonesia dan dikatakan sebagai hutan mangrove terluas di dunia.

“Dari segi cadangan karbon juga ini cukup tinggi sekitar 950 mega ton karbon per ha karena Mangrove mampu menyimpan karbon cukup lama ya karena terendam di dalam air dan itu akan berada di sana seterusnya. Kecuali kalau ada konversi mangrove menjadi tambak. Itu akan merusak cadangan karbon,” tuturnya.

Menurut Dadang, manfaat mangrove juga cukup besar seperti menjadi pemijahan ikan sehingga produksi ikan di laut akan berkelanjutan jika mangrove dipelihara dengan baik. Selain itu juga mangrove dapat mengurangi bencana alam seperti banjir rob dan tsunami.

Baca juga : Antisipasi Overtourism Dunia dengan Penguatan Sektor Pariwisata Nasional

Mangrove juga merupakan salah satu bahan baku bagi berbagai jenis kebutuhan pangan dan juga beberapa dimanfaatkan untuk bahan pewarna dan sebagainya.

“Tantangannya tapi cukup besar. Ada pembalakan liar karena mangrove dijadikan sebagai kayu bakar disebabkan mangrove memiliki energi yang cukup besar dari berbagai sumber kayu. Makanya ini menjadi favorit bagi masyarakat untuk mengkonversi mangrove menjadi bahan bakar. Deforestasi juga cukup tinggi,” ujar Dadang.

Di lain pihak, potensi lahan gambut Indonesia juga dikatakan cukup besar atau mencapai sekitar 13,4 juta ha dan mampu menyimpan cadangan karbon yang cukup tinggi atau mencapai 2.600 ton karbon per ha.

Baca juga : Tren Pariwisata Berkelanjutan Buka Potensi Perluasan Lapangan Kerja 

Tidak kalah dari mangrove, manfaat dari lahan gambut juga sangat besar seperti menjadi ekosistem bagi satwa liar, hutan primer dan sekunder juga tumbuh di lahan gambut sehingga dapat menghasilkan sumber daya alam yang cukup tinggi.

“Salah satu tantangan kebakaran hutan dan lahan adalah terjadi setiap tahun. Pada 2023 juga terjadi peningkatan secara tajam kebakaran di lahan gambut,” sambungnya.

Di tempat yang sama, Sekretaris Utama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Ayu Dewi Utari mengatakan bahwa capaian rehabilitasi mangrove saat ini masih rendah. Dari target 600.000 ha, yang baru tercapai hanya sekitar 40.000 ha.

Baca juga : Potensi Pariwisata 2024 Harus Diantisipasi dengan Langkah Tepat

“Ini karena pendanaannya juga memang masih terbatas. Next time kita ingin rencanakan dan melakukan penganggaran dari pihak luar tapi pastinya ini juga akan kita lakukan bersama dengan banyak pihak, ada Freeport, Pertamina, dan Adaro yang bersama kami akan melakukan rehabilitasi mangrove,” tegas Ayu.

Sementara itu, Direktur Wetlands International Indonesia Yus Rusila Noor menekankan bahwa lahan basah sebagai solusi berbasis alam dapat bekerja dengan baik hanya jika terjadi kerja sama antara pemerintah daerah, pusat, serta bekerja di bawah arahan yang berorientasi ilmiah.

“Apa yang dimulai sebagai suatu program kecil mulai dari pilot bisa menjadi besar. Mungkin apa yang dilakukan kami atau teman-teman lain hanya merupakan satu bagian kecil dari program pemerintah yang demikian besar. Tapi mudah-mudahan kontribusi tersebut bisa memberikan efek sehingga dapat memberikan kontribusi yang luar biasa untuk Indonesia,” ujar Yus Rusila.

Baca juga : Pertumbuhan Sektor Pariwisata Harus Mampu Wujudkan Pemerataan Kesejahteraan di Tanah Air

Dia juga mengucapkan selamat Hari Lahan Basah Sedunia 2024 yang akan berlangsung pada 2 Februari 2024 mendatang. Ini dikatakan dapat menjadi momentum penting dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan lahan basah secara bijaksana. (Des/Z-7)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat