visitaaponce.com

Manulife Kenaikan BI Rate Bikin Rupiah dan Inflasi Terjaga

Manulife: Kenaikan BI Rate Bikin Rupiah dan Inflasi Terjaga
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta.(Dok. Antara)

CHIEF Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan melihat keputusan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis point (bps) menjadi 6,25% pada April 2024 dilakukan untuk memperkuat stabilitas rupiah dan menjaga pertumbuhan inflasi hingga akhir tahun ini.

"Dampaknya pasti ada, seperti pertumbuhan kredit akan sedikit mengerem. Namun, sisi positifnya rupiah akan lebih terjaga sehingga angka inflasi juga akan terjaga di level 3,2% - 3,3% hingga akhir tahun," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (27/4).

BI disebut memiliki beragam instrumen untuk mengupayakan penguatan nilai tukar rupiah, seperti intervensi langsung di pasar, menghimpun dana melalui sekuritas rupiah Bank Indonesia (SRBI), sekuritas valuta asing Bank Indonesia (SVBI) dan sukuk valuta asing Bank Indonesia (SUVBI), aktif di pasar non-deliverable forward (NDF) dan mengeluarkan kebijakan makroprudensial.

Baca juga : BI Naikkan Suku Bunga Antisipasi Dampak Ekonomi Global

Katarina juga berpandangan meredanya tensi politik dalam negeri pasca putusan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum yang mengesahkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres tahun 2024, serta cukup tingginya cadangan devisa Indonesia, membuat BI memiliki modal yang cukup untuk menjaga nilai tukar rupiah ke depan.

“Saat ini kenaikan suku bunga acuan dipandang efektif dan perlu. Untuk tahun ini, suku bunga acuan BI Rate diperkirakan masih di kisaran 5,75%-6,25%. Adapun untuk nilai rupiah di kisaran Rp15.400–16.000 per dolar AS,” imbuhnya.

Ia menjelaskan ada dua hal yang melatarbelakangi kenaikan BI Rate di pekan ini. Pertama, kondisi perekonomian di AS, yang mana data-data perekonomian AS menunjukkan inflasi yang masih tinggi, pertumbuhan sektor tenaga kerja yang masih solid, dan kuatnya penjualan ritel. Kesemuanya membuat The Fed harus menunggu sedikit lebih lama dalam pemangkasan suku bunga.

Baca juga : Tok! BI Naikkan Suku Bunga Acuan Sebesar 0,25 Persen

Hal lainnya adalah kondisi geopolitik di Timur Tengah yang dipicu ketegangan antara Iran dan Israel. Jika terus tereskalasi, dapat meningkatkan potensi inflasi global lewat kenaikan harga minyak dunia. Dua penyebab utama ini yang menyebabkan mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang lain di dunia, termasuk Indonesia.

"Melemahnya rupiah membuat membuat BI mengambil langkah preemptif dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25%," terangnya.

Masih Volatil

Katarina menambahkan saat ini pasar finansial masih cenderung volatil terutama dalam jangka pendek. Kendati demikian, masih ada peluang yang bisa diambil investor di pasar saham ataupun pasar obligasi. Di pasar saham, dapat memanfaatkan peluang investasi di sektor-sektor yang pendapatannya dalam mata uang dolar AS dan perusahaan dengan utang yang lebih terbatas.

Baca juga : BI Putuskan Tetap Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6%

Sementara untuk pasar obligasi, Katarina menyebut saat ini imbal hasil pasar obligasi sedang mengalami kenaikan yang cukup signifikan setelah sebelumnya ada ketidakpastian dari The Fed, dimana asing sudah banyak yang keluar dari pasar Indonesia.

"Investor bisa mencermati peluang di obligasi tenor pendek yakni 2 tahun yang kenaikan imbal hasilnya paling lebar di antara tenor-tenor lainnya," pungkasnya.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat