visitaaponce.com

Perlu Harmonisasi Peraturan dalam Pembiayaan Syariah

Perlu Harmonisasi Peraturan dalam Pembiayaan Syariah
Ilustrasi.(Freepik)

SEBAGAI negara dengan  muslim terbesar di dunia--sekitar 87,1% dari total jumlah penduduk Indonesia--perbankan dan lembaga keuangan syariah merupakan salah satu pilar terpenting dalam menunjang ekonomi bangsa.   

"Namun jika  dicermati, kunci sukses negara-negara di dunia dalam mengembangkan potensi keuangan berbasis syariah ialah ada kepastian hukum bagi investor," ujar Cahyo Rahadian, Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM, dalam pernyataan tertulis, dalam diskusi bertema Penerapan Prinsip Syariah pada Perjanjian Pembiayaan dalam Rangka Standardisasi Akta, Jakarta, Kamis (13/6/2024). Diskusi digelar Kelompok Notaris Pendengar, Pembaca dan Pemikir (Kelompencapir). 

Di sisi lain, Cahyo menyoroti bahwa notaris di perbankan syariah perlu mencermati dan mampu memberikan pendapat hukum serta pemahaman kepada para pihak sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dalam mewujudkan kepastian dan rasa aman bagi para pihak. Ia menyarankan dibuat kertas kerja untuk penyesuaian dan penyelarasan konsep dalam standardisasi akad-akad syariah sebagai kontribusi kepada masyarakat.

Baca juga : Pemerintah Targetkan 30 Juta UMKM Masuk Platform Digital Akhir 2024

"Dalam praktik banyak regulasi simpang siur membuat para praktisi di perbankan syariah, seperti notaris, tidak terjepit di tengah-tengah. Karena itu perlu didorong harmonisasi dan sinkronisasi antarregulasi dan harus dipecahkan bersama-sama," jelasnya. 

Founder Kelompencapir Dr. Dewi Tenty Septi Artiany menyampaikan bahwa diskusi kali ini merupakan bentuk keprihatinan terkait praktik pembiayaan syariah yang belum menerapkan prinsip syariah. Padahal masyarakat yang memilih transaksi syariah berharap pilihannya sesuai dengan syariat agama Islam. "Maka tidak heran apabila demi mengejar suatu pencapaian, perbankan menerapkan transaksi syariah masih berupa gimik saja, belum sampai ke esensi dari syariah itu sendiri," jelasnya. 

Azharuddin Lathif dari Dewan Syariah Nasional menyoroti isu-isu yang terkait harmonisasi perundang-undangan tentang pengikatan jaminan, perpajakan, penyelesaian sengketa di pengadilan, KUH Perdata, dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. "Jika menggunakan UU tentang lembaga keuangan, transaksi syariah bisa terkena pajak berkali-kali. Karena itu diperlukan harmonisasi," jelasnya.  

Baca juga : Kuota Pembiayaan Rumah Subsidi Hampir Habis, 3 DPD REI Usul Hal Ini

Ia mengidentifikasi sumber disharmoni antara Kompilasi Hukum Syariah dan Dewan Syariah Nasional MUI, seperti penggunaan istilah yang tidak tepat, definisi yang sama dengan konsep konvensional, penerjemahan istilah yang salah, fatwa baru yang mengelaborasi konsep lama, penggunaan objek fatwa yang tidak utuh, ada pengembangan konsep saat fatwa lama belum diperbaiki, dan perumusan konsep yang berbeda. 

Direktur Pengaturan dan Pengembangan Perbankan Syariah OJK Nyimas Rohmah menjelaskan peta jalan pengembangan dan penguatan perbankan syariah Indonesia (2023-2027) terdapat lima pilar yang dituju. Pilar itu yakni penguatan struktur dan ketahanan industri perbankan syariah, akselerasi digitalisasi perbankan syariah, penguatan karakteristik perbankan syariah, peningkatan kontribusi perbankan syariah dalam perekonomian nasional, penguatan pengaturan, perizinan, dan pengawasan perbankan syariah.

"Pada 2027 diharapkan terbentuk perbankan syariah yang sehat dan berintegritas, memiliki daya saing dengan keunikan syariahnya, serta berkontribusi terhadap perekonomian nasional untuk mencapai kemaslahatan masyarakat," ujarnya. 

Partner di AZP Legal Consultant Endang Setyowati menyampaikan tantangan yang dihadapi oleh para praktisi dalam penyusunan dan akad pembiayan syariah, yakni perlu pemahaman fikih muamalah, penggunaan istilah hukum Islam yang belum diakomodasi dalam peraturan yang digunakan dalam akad pembiayaan. Hal lain yang juga penting ialah dasar hukum yang digunakan tidak hanya peraturan-peraturan terkait, melainkan juga fatwa Dewan Syariah Nasional MUI dan prinsip-prinsip hukum Islam. 

"Belum lagi soal implementasi penerapan peraturan perpajakan terkait dengan PPN dan PPh serta implementasi peraturan OJK produk bank umum yang juga terdapat ketentuan terkait musyarakah, pengaturan sengketa juga harus jelas. Hal ini memang membutuhkan adanya harmonisasi peraturan," jelasnya. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat