visitaaponce.com

Film Dokumenter Sang Punggawa Laut Sumbawa Masuk Nominasi FFI 2023

Film Dokumenter Sang Punggawa Laut Sumbawa Masuk Nominasi FFI 2023
Film dokumenter Sang Punggawa Laut Sumbawa masuk nominasi FFI 2023(Ist)

KERJA keras dan upaya dari dua anak muda asal Sumbawa, Harsa Perdana (22) dan M.Farhan (22) untuk memaksimalkan pembuatan film pendek mengenai kampung halamannya, membuahkan hasil yang manis. Film dokumenter yang berjudul Sang Punggawa Laut Sumbawa berhasil menembus nominasi Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2023.

Film pendek yang diproduksi selama kurang dari dua pekan pada 2022 itu berhasil masuk dalam kategori Film Dokumenter Pendek Terbaik DFI 2023. Sebelumnya, film ini pernah meraih anugerah juara 2 Eagle Award Documentary Competition (EADC) Metro TV.

Harsa dan Farhan merupakan dua anak muda yang tergabung dalam komunitas Sumbawa Cinema Society (SCS) dan tercatat sebagai mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) angkatan 2019.

Baca juga: Ini Sederet Musisi Peraih Nominasi FFI 2023

Hingga hari, capaian tersebut membuat film “Sang Punggawa Laut Sumbawa” menjadi satu-satunya film garapan penduduk Sumbawa yang lolos dan jadi nominasi Festival Film Indonesia.

Lahir sebagai anak dari ayah seorang nelayan dan Ibu uang yang merupakan pekerja imigran, membuat Harsa dan Farhan terinspirasi untuk mengangkat dinamika kehidupan sosial masyarakat di Desa Labuhan Sangoro, Sumbawa.

Baca juga: Jimin BTS Segera Rilis Film Dokumenter Perjalanan Pembuatan Album Face

“Film ini awalnya berusaha untuk mengangkat tentang pengaruh adanya jaringan telekomunikasi di tengah laut dan pemanfaatan teknologi penangkapan ikan (bagi nelayan). Tetapi ketika kami di lapangan, banyak sekali hal-hal dinamis yang terjadi produksi film ini sehingga ceritanya menjadi lebih menarik,” jelas Farhan saat dihubungi Media Indonesia pada Minggu (15/10).

Diketahui, proposal film Sang Punggawa Laut Sumbawa merupakan salah satu yang mendapatkan fasilitas berupa workshop pembuatan film dan pembiayaan produksi film dokumenter dari pihak Eagle Institute Indonesia.

“Kami memberikan berbagai fasilitas dan sebuah pemahaman serta softskill kepada dua peserta kami untuk mengelola ide dan cerita mereka yang begitu liar untuk diwujudkan dalam sebuah film dokumenter,” jelasnya,” jelas Agus Ramdhan selaku perwakilan dari Eagle Institute Indonesia pada Minggu (15/10).

Persoalan Masyarakat Pesisir

Film dokumenter tersebut berkisah tentang seorang Punggawa (kapten) Bagang (kapal penangkap ikan) yang ada di Sumbawa yang memanfaatkan perkembangan telekomunikasi dan teknologi digital sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan seorang nelayan tradisional di pesisir lautan Sumbawa.

Melalui perkembangan teknologi tersebut, para nelayan di kampung tersebut mampu mengubah taraf kehidupannya menjadi lebih baik. Ada perbaikan kondisi ekonomi tersebut akhirnya dapat menyatukan sebuah keluarga yang terpisah karena beratnya tuntutan hidup.

Agus mengatakan bahwa Eagles Institut sebagai wadah belajar untuk mengasah kedua peserta tersebut melalui sebuah program perpaduan beasiswa dan pelatihan produksi film dokumenter, berusaha untuk mengejawantahkan ide menjadi cerita.

“Para peserta ini adalah awalnya belum mempunyai skill dan kemampuan untuk membuat film, maka kami sebagai produser dan mentor berusaha menghadirkan pengalaman sinematik kepada dua peserta ini untuk bisa mengolah ide ceritanya menjadi sebuah film dokumenter yang baik,” jelasnya.

Selama proses produksi, Agus tak menampilkan bahwa ada beberapa kendala teknis dan non-teknis yang harus dihadapi.

“Tantangannya yang cukup besar terutama keterbatasan waktu dan jarak, lalu bagaimana ide-ide itu bisa diarahkan menjadi sebuah cerita yang mengalir, edukatif dan dapat dinikmati oleh masyarakat,” ungkapnya.

Hal itu sejalan dengan Farhan yang mengakui bahwa proses produksi film ini cukup menantang. “Pada tahap produksi selama beberapa hari, kami berada kapal atau dermaga di atas laut sehingga ada beberapa momen tertentu yang yang susah abadikan melalui kamera. Tapi semua kendala itu bisa dihadapi,” ujarnya.

Hingga saat ini, film berdurasi 30 menit itu telah didistribusikan ke berbagai media dan diikutsertakan pada berbagai festival di dalam dan luar negeri baik secara komersial maupun edukasi.

“Tahun ini kami mendistribusikan di dalam negeri seperti festival film dokumenter Jogja dan Piala Citra FFI. Selain itu kami juga berencana memutar film ini di berbagai kampus dan komunitas untuk edukasi. Ada beberapa platform seperti Bioskop Online yang menawarkan pemutaran,” ujarnya.

“Sedangkan di tingkat internasional, film ini sudah di-submit secara daring ke Student World Impact Film Festival Amazon. Pesertanya cukup banyak dari 120 negara,” lanjutnya.

Selain itu, film Sang Punggawa Laut Sumbawa juga akan didistribusikan pada berbagai film festival internasional seperti di Jepang, Korea, Tiongkok, Amerika Serikat dan Asia Pasifik

Sementara itu, pada FFI 2023, film Sang Punggawa Laut Sumbawa akan berkompetisi dengan lima judul film di antaranya Ludruk Dahulu, Kini Dan Nanti yang disutradarai Reni Apriliana, Penantian Iwan karya Dwiki Marta dan Riwayatmu Kini karya Fanny Chotimah.

Selain itu, ada pula The Independence Day: Between Tears and Laughters karya Marjito Iskandar Tri Gunawan dan Wisisi Nie Meke karya Arief Budiman, Harun Rumbara, Bonny Lanny.

Untuk diketahui, nominasi sudah melalui beberapa tahapan seleksi dan penjurian yang dimulai dari penetapan semi finalis, finalis hingga nominasi yang dilakukan secara daring melalui laman Ruang Penayangan FFI dan dapat diakses dari website maupun aplikasi, bekerja sama dengan Bioskop Online.

Pengumuman nominasi akan diselenggarakan tanggal 24 November 2023 secara daring melalui akun YouTube Festival Film Indonesia, Kemendikbud Ristek RI, dan Budaya Saya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat