visitaaponce.com

Malam Para Jahanam, Balutan Horor dalam Perjalanan Sejarah

Malam Para Jahanam, Balutan Horor dalam Perjalanan Sejarah
FIlm horor Malam Para Jahanam(Ist)

FILM layar lebar bergenre horor sekaligus laga garapan rumah produksi Starvision siap menghibur para pecinta tayangan sejarah dan horor lokal. Film Malam Para Jahanam digadang terinspirasi dari salah satu peristiwa kelam nan menyedihkan yang terjadi Indonesia.

Cerita diawali dengan kilas balik berlatar Desa Winongo pada tahun 1965, ketika lurah desa tersebut meninggal dengan cara yang mengenaskan. Jasad lurah sedang dimandikan dalam bilik oleh sekumpulan orang.

Di luar bilik, terdapat sejumlah tamu yang menghadiri acara tersebut. Meski suasana muram mendominasi, ternyata ada semacam ketegangan antara dua pria, yaitu Kyai Malik (Teddy Syach) dan Bachtiar (Derry Oktami), yang saling menatap penuh kecurigaan.

Baca juga: Film Horor Malam Para Jahanam Siap Menghantui Penonton Mulai 7 Desember 2023!

Di tengah ketegangan tanpa kata itu, tiba-tiba ada obor yang dilemparkan ke arah halaman rumah tempat acara duka berlangsung, dan mendarat tepat di atas meja. Api dari obor yang menyala tersebut menyambar seseorang, dan langsung membuat panik warga yang sedang berkabung. Kemudian api tersebut menjalar ke rumah lurah, karena orang yang terbakar tersebut lari dan menghantam pintu kayu rumah itu.

Kepanikan akibat serangan pertama belum selesai, obor kedua dilemparkan. Sebagian warga pun bergegas untuk mengejar pelaku, yang kemudian diinterogasi, tetapi tidak mau menjawab apa pun. Pelaku tersebut langsung ditikam hingga mati.

Baca juga: Monisme dan Setan Alas Film Terbaik JAFF Ke-18

Adegan pun kembali ke tahun 2023, penonton disuguhkan dengan adegan kematian kakek Rendi, seorang purnawirawan tentara. Di ruang kerja sang kakek, Rendi (Harris Vriza) menemukan sejumlah barang-barang almarhum, yang berupa kotak berisi foto, tasbih, serta pesan untuk menguburkan jasadnya di Desa Winongo, sebuah desa di mana dia pernah bertugas.

Rendi bersama teman-temannya, Martin (Zoul Pandjoul) dan Siska (Amel Carla) pun pergi mengantarkan jasad si kakek ke Desa Winongo. Walaupun dibantu dengan GPS, mereka menemui sejumlah kesulitan, seperti hilang sinyal, serta mobil yang mendadak mogok tepat di gapura desa tersebut.

Karena mobilnya mogok hingga dua kali, terpaksa mereka bermalam di dekat rumah jagal. Dari situlah keanehan-keanehan mulai terjadi. Rendi dan kawan-kawannya mulai melihat arwah-arwah yang saling bertengkar di dekat rumah jagal, yang saling adu bacok hingga berdarah-darah.

Dalam upaya mereka untuk menyelamatkan diri, mereka bertemu dengan seorang warga lokal, yaitu Marni (Djenar Maesa Ayu). Marni tinggal bersama Dira (Aghniny Haque) di sebuah rumah klasik bergaya Jawa. Keduanya mengimbau Rendi, Martin, dan Siska untuk menginap dan berdiam diri di rumah mereka selama tiga malam, guna menyelamatkan diri dari Malam Para Jahanam, yaitu kejadian horor yang tiap tahunnya menghantui Desa Winongo.

Marni dan Dira juga menceritakan apa yang sebenarnya terjadi hingga akhirnya arwah-arwah penasaran tersebut selalu muncul dan merasuki warga desa selama tiga hari berturut-turut, menghabisi satu sama lain.

Cerita Horor yang Unik

Cerita ini menjadi unik karena horor yang disuguhkan terasa berbeda dari horor-horor Indonesia pada umumnya. Latar cerita film ini diinterpretasikan dari kejadian-kejadian kelam pada tahun 1965 dan 1966, yaitu pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pendukung komunisme.

Keistimewaan lainnya dari film itu adalah momen penayangannya, yaitu 7 Desember 2023, yang notabene adalah saat-saat tahun politik.

Presiden Direktur Starvision Chand Parwez Servia mengatakan, pihaknya berharap bahwa selain menjadi sebuah tontonan, film tersebut dapat menjadi bahan pelajaran bagi masyarakat Indonesia agar tidak terpecah belah, mewarisi dendam masa lalu, bahkan sampai saling menyerang satu sama lain
meskipun saudara sendiri.

Adegan di Desa Winongo diambil di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Para kreator film menilai tempat itu cocok sebagai tempat syuting, karena menggambarkan suasana Indonesia pada era 60an, panas, gersang, dengan banyaknya pohon-pohon jati yang mengering.

Visual Menarik dan Didukung Sound Effect Baik

Karena inspirasinya adalah pembantaian, maka tak heran dalam film berdurasi sekitar satu setengah jam ini banyak ditampilkan aksi penyerangan dan pembunuhan. 

Bagi yang memiliki depresi atau gangguan mental, disarankan untuk berhati-hati dalam menonton film ini, karena terdapat beberapa adegan bunuh diri berupa gantung diri.

Sejumlah hal yang menarik dalam film ini yaitu sound effect serta permainan musiknya. Ketika seseorang dihantam, ditendang, atau ditusuk, penonton bisa mendengar, bahkan merasakan bunyi-bunyian yang begitu nyata, seolah-olah sedang berada di tempat kejadian tersebut, melihat, dan mengalami secara langsung.

Film horor tentu belum lengkap tanpa adegan mengejutkan. Dalam film ini pun, ada beberapa yang bisa ditemui. Adapun kapan adegan tersebut muncul dapat diketahui dari keheningan selama beberapa saat sebelum akhirnya diikuti dengan kejutan itu, yang biasanya disertai dengan suara-suara keras.

Meski jumpscare dalam film ini mengikuti sebuah formula yang membuat sensasi kejutannya mudah ditebak, namun ada satu adegan jumpscare ang menggunakan efek dolly zoom secara tepat, sehingga dapat memacu adrenalin dan ketegangan para penonton.

Untuk ukuran film layar lebar, efek spesial terasa seperti di sinetron-sinetron, seperti pada adegan-adegan terbang, terlempar, dan terbakar api. (Z-10)
  
 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat