visitaaponce.com

Riset terkait Koreksi Waktu Salat, Tim Uhamka Kunjungi Amerika

Riset terkait Koreksi Waktu Salat, Tim Uhamka Kunjungi Amerika
Islamic Science Research Network (ISRN) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka)(Ist)

ISLAMIC Science Research Network (ISRN) Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) terus berupaya untuk mengoreksi penetapan waktu salat subuh dan isya di Indonesia. Di antaranya melengkapi data terkait tibanya saat fajar matahari dan tenggelamnya matahari di sejumlah wilayah di dunia.

Selain itu, ISRN akan bertolak ke Amerika Serikat untuk melakukan perekaman.

" Tim ISRN Uhamka akan bertolak Washington Amerika Serikat  guna melakukan perekaman waktu fajar dan tenggelam matahari di wilayah AS bertepatan musim panas," kata Ketua ISRN Uhamka Prof Dr Tono Laksono melalui keterangan yang diterima Sabtu (15/6).

Tim ISRN akan berada di AS mulai 13 Juli hingga 26 Juli 2019. Diharapkan, tim bisa mengambil data terkait tingkat kegelapan malam atau kecerahan langit sehingga waktu fajar dan tenggelam matahari bisa disimpulkan.

Di AS, lanjut Prof Tono, pihak ISRN Uhamka akan berkolaborasi dengan sejumlah komunitas muslim internasioal. Mereka akan melakukan kerja sama riset dalam pengambilan data fajar dan tenggelamnya matahari.

Adapun untuk wilayah Indonesia, ISRN  sudah melakukan perekaman mulai dari Medan, Depok, Yogyakarta, Labuanbajo, Manokwari, dan lokasi-lokasi lain.

Tono mengemukakan, saat ini ISRN Uhamka telah menjalin kerja sama dengan Open Fajr Project, sebuah komunitas Mlmuslim di Inggris. Bersama komunitas tersebut, ISRN Uhamka melakukan diskusi intensif bahkan merencanakan pembangunan algoritma dengan Direktur Open Fajr Project Dr Shahid Meralli dan kini hampir final.

Kerja sama tersebut telah menghasilkan belasan ribu foto rekaman fajar dan tenggelam matahari selama 700 hari. Di mana per hari, telah direkam rata-rata 74 foto menggunakan berbagai peralatan dan kamera. Untuk wilayah Inggris, pengambilan foto telah dilakukan selama 2017-2018.

Bersama Universiti Teknologi Malaysia (UTM), ISRN Uhamka juga telah berkomitmen mengambil foto pada 1-5 Juli 2019 di wilayah Johor, Malaysia. Pengambilan gambar dan proses pengambilan data waktu salat subuh dan usya di Johor dilakukan bekerja sama dengan sebuah organisasi profesi yang sangat terpandang, The Royal Institution of Surveyors Malaysia (RISM).

RISM merupakan bagian dari royal institution lainnya di negara commonwealth seperti Royal Institution of Surveyors UK, Australia, Canada, dan lainnya.

"Rencananya, proyek ini akan dikembangkan untuk seluruh wilayah Malaysia," ungkap Tono.

Seperti diberitakan sebelumnya, ISRN Uhamka menemukan penetapan waktu salat subuh dan isya di Indonesia terlalu cepat. Waktu salat subuh saat ini ditetapkan 20 menit lebih cepat daripada yang seharusnya. Demikian juga salat isya yang ditetapkan pemerintah terlalu malam.

ISRN Uhamka berupaya melakukan koreksi terhadap penetapan dua waktu salat tersebut.


Baca juga: Cosmas Batubara Terkenang Demo di ITB


Kehadiran sinar fajar untuk menentukan jadwal salat subuh ternyata 80 menit sebelum matahari terbit (dip-20 derajat). Penetapan waktu ini, menurutnya, harus segera dikoreksi. Karena sebenarnya sinar matahari pagi baru dideteksi 53 menit sebelum matahari terbit (dip-13,3 derajat).

Demikian pula untuk waktu salat isya. Ketetapan pemerintah untuk awal waktu salat isya telah menghilangkan sinar syafaq, yang mana baru terjadi 72 menit setelah magrib (dip-18 derajat). Penetapan ini harus juga dikoreksi, karena sinar syafaq telah habis sekitar 52 menit setelah Magrib (dip-13,2 derajat).

"Penetapan waktu salat subuh saat ini sekitar 26 menit lebih awal. Dan awal waktu isya kita sekitar 19 menit lebih lambat," ungkapnya.

Tono mengungkapkan kekacauan penetapan waktu salat subuh dan isya tidak hanya terjadi di Indonesia. Di beberapa negara seperti Malaysia juga mengalami kejadian serupa yang menggunakan standar dip minus 20 derajat.

"Hasil riset ISRN Uhamka telah diminta negara Malaysia untuk ditelaah. Karena, bukan saja Indonesia, negara-negara Asia Tenggara selama ini menggunakan standar dip minus 20 derajat," pungkasnya. (RO/OL-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat