visitaaponce.com

Hidupkan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Cerdaskan Kehidupan Bangsa

Hidupkan Pemikiran Ki Hadjar Dewantara, Cerdaskan Kehidupan Bangsa
(DOK MI)

Pengantar
Salah satu amanah konstitusi kita adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara nyata disampaikan yang perlu dicerdaskan adalah kehidupannya.

Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara, bahwa manusia Indonesia itu sudah cerdas dari 'sononya'. Oleh Ki Hadjar Dewantara, ini disebut 'Dasar'.

Pada dasarnya manusia Indonesia itu pintar, kreatif, dan banyak akal. Jadi tidak perlu dicerdaskan lagi. Jadi yang perlu dicerdaskan adalah 'kehidupannya'.

Guru sebagai faktor utama
Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tentulah melalui pendidikan. Ki Hadjar Dewantara mengibaratkan pendidikan layaknya sebuah taman. Taman yang di mana merupakan sistem tempat untuk bertumbuh kembangnya tanaman beserta buahnya, serta petani yang rutin merawat dan menikmati hasilnya.

Hal yang ditekankan bahwa baik-buruknya hasil tanaman, peran petani sangat penting untuk bisa memperbaiki atau memperindah jenis tanaman yang dihasilkan.

Seorang petani tidak bisa mengubah padi menjadi jagung. Jika ia menanam padi, panennya pasti padi. Ia tidak bisa mengubah kodrat tersebut.

Apa yang bisa ia lakukan adalah menumbuhkan padi dengan memperbaiki tanahnya, memberinya pupuk, memeilhara tanamannya, dan menghilangkan hamanya. Sehingga padi bisa lebih cepat berkembang dan menghasilkan buah yang lebih bagus lagi.

Begitu pula dengan pendidikan bagi anak-anak. Dalam hal ini tugas pendidik relatif sama dengan petani.

Pendidik bisa membimbing anak-anak untuk mengembangkan kecerdasan, bakat dan segenap potensi anak didiknya bagi keberhasilan hidupnya di masa akan datang. Pendidik tidak bisa mengubah kodrat kecerdasan, bakat, dan potensi peserta didiknya.

Setelah itu, pendidik juga harus membantu peserta didik menangkal pengaruh-pengaruh jahat (hama) yang bisa merusak dirinya. Sehingga pertumbuhan dan perkembangannya optimal.

Dengan demikian, berbicara pendidikan sesungguhnya adalah bicara guru. Faktor guru sangat memegang peran penting.

Sesuai dengan amanat undang-undang, bahwa pendidikan kita berbasis standar. Di mana ada 8 standar nasional pendidikan. Yaitu standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana dan standar Pembiayaan (PP 19 Tahun 2005).

Dari delapan standar tersebut, keberhasilannya adalah sebagian besar dipengaruhi oleh faktor guru, kecuali standar sarana dan prasarana dan standar pembiayaan yang bukan domain utama dari guru.

Karena guru adalah faktor kunci dalam keberhasilan pendidikan, fokus untuk memberi perhatian kepada guru adalah sangat diutamakan. Guru-guru harus ditingkatkan, dikedepankan, dimajukan, dimotivasi, digerakkan.

Kembali dengan ilustrasi petani, di mana petani Indonesia bila dibandingkan dengan petani di luar negeri (ambil contoh Thailand), masih ketinggalan. Produktivitas pertanian Thailand lebih tinggi dari Indonesia.

Hal ini terjadi, tentu banyak faktor penyebabnya. Salah satunya adalah adanya inovasi baru, dukungan teknologi, dan permesinan yang canggih. Sehingga petani menjadi lebih mudah untuk memproses tanaman yang akan dihasilkannya.

Demikian juga kita, sebaiknya berlomba-lomba membantu guru untuk menemukan berbagai inovasi baru dalam hal pendidikan. Karena perubahan tidak pernah berhenti. Perlu kolaborasi dari berbagai pihak, antara pemerintah dan para pemangku kepentingan maupun antar pemangku kepentingan untuk meningkatkan kompetensi guru tersebut.

Fokus untuk anak didik
Kalau petani fokus utamanya adalah menghasilkan tanaman yang terbaik. Demikian juga guru. Orientasi utama adalah fokus kepada murid.

Kepentingan anak didik, tentang bagaimana meningkatkan literasi, numerasi, dan penguatan karakter anak didik.

Bagi Ki Hajar Dewantara, kecerdasan memang diperlukan. Tetapi karakter lebih diperlukan. Kecerdasan tanpa diimbangi karakter akan menjerumuskan kehidupan anak didik itu sendiri.

Tujuan pendidikan adalah mendorong munculnya daya cipta/kreatifitas dengan cara mengasah rasa untuk membedakan yang baik dari yang buruk, mempertajam nalar untuk membedakan yang benar dari yang salah, dan menuntun karsa untuk membedakan yang bagus dari yang jelek.

Yang pertama diperoleh melalui pembelajaran etika. Yang kedua, logika. Dan yang ketiga, estetika dengan cara mengembangkan kecerdasan emosional, meningkatkan kecerdasan intelektual, dan menumbuhkan kecerdasan sosial.

Irisan ketiganya, menjadi persemaian kecerdasan spiritual. Dari kecerdasan yang ingin dituai inilah diturunkan mata pelajaran-mata pelajaran sebagai hard skills.

Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
Sekolah, sebagai satuan pendidikan, perlu didukung manajemen sekolah yang baik. Lebih dari itu, dibutuhkan seorang pemimpin (kepala sekolah) yang dapat menggerakkan satuan pendidikan tersebut dapat berjalan sesuai tuntutan zaman.

Bagaimana kepala sekolah memastikan bahwa delapan standar nasional pendidikan dapat tercapai? Bagaimana memimpin guru-guru menjalankan tugasya?

Intinya adalah kepempimpinan. Ki Hadjar sudah memberikan rumusnya. Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.

Kepala sekolah adalah seorang pemimpin. Kepala sekolah harus menjadi teladan. Harus bisa menggerakkan. Bisa memengaruhi orang lain. Serta bisa saatnya di belakang memberi kesempatan yang lain untuk berkembang.

Untuk itu, di samping guru sebagai faktor utama, diperlukan seorang kepala sekolah yang baik. Diperlukan manajemen kepemimpinan yang baik.

Penutup
Negara kita sangat luas sekali dengan penduduk yang sangat banyak. Tidak bisa hanya dijalankan oleh orang perorang saja. Karena itu, keterlibatan berbagai pihak sangat mutlak.

Perlu kolaborasi dari berbagai pihak, antara pemerintah dan para pemangku kepentingan maupun antar pemangku kepentingan untuk meningkatkan pendidikan.

Sebagai penutup, Ki Hajar Dewantara berpesan untuk terselenggaranya pendidikan, agar memberdayakan sinergitas lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat (Tri Pusat Pendidikan).

Kita semua harus peduli dan terlibat terhadap pendidikan. Demi kemajuan pendidikan. Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Semoga.!

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat