visitaaponce.com

Enam Obat Gaya Hidup untuk Panjang Umur

Enam Obat Gaya Hidup untuk Panjang Umur
Alexa Hoovis berolahraga di halaman rumah dengan pelatih kebugaran virtualnya Dennis Guerrero di Oceanside, New York, beberapa waktu lalu.(AFP/Al Bello)

MAYORITAS orang modern kini mengalami stres, kurang tidur, dan kelebihan berat badan serta menderita penyakit akibat gaya hidup yang sebagian besar dapat dicegah seperti penyakit jantung, kanker, stroke, dan diabetes. Kelebihan berat badan atau obesitas berkontribusi pada 50% orang dewasa yang menderita tekanan darah tinggi, 10% dengan diabetes, dan 35% dengan pradiabetes.

Namun, sejatinya ada obat-obatan berupa gaya hidup baru yang gratis dan dapat diresepkan oleh dokter untuk semua pasien. Pengobatan gaya hidup merupakan aplikasi klinis dari perilaku sehat untuk mencegah, mengobati, dan menyembuhkan penyakit.

Baca juga: Peregangan Turunkan Hipertensi Lebih Baik daripada Berjalan

Lebih dari sebelumnya, suatu penelitian menggarisbawahi bahwa pil yang harus diresepkan dokter saat ini untuk pasien yaitu enam obat gaya hidup. Profesor Bedah University of Pittsburgh Yoram Vodovotz dan Direktur Medis Senior Kesehatan dan Produktivitas UPMC Health Plan & Workpartners University of Pittsburgh Michael Parkinson memaparkan obat gaya hidup yang ampuh itu.

1. Makanan nabati yang utuh

Diet tinggi dengan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan lebih rendah produk hewani dan makanan olahan telah dikaitkan dengan pencegahan banyak penyakit. Pola makan ini juga meningkatkan kesehatan dan bahkan membalikkan penyakit kardiovaskular, metabolik, otak, hormonal, ginjal, dan autoimun umum, serta 35% dari semua jenis kanker.

2. Aktivitas fisik secara teratur

Selama beberapa dekade, pedoman umum ahli bedah menekankan bahwa aktivitas fisik aerobik sedang hingga kuat setiap hari memiliki manfaat kesehatan langsung dan jangka panjang. Usia kronologis versus usia biologis ditentukan oleh beberapa proses molekuler yang secara langsung dipengaruhi oleh aktivitas fisik.

Dan sekarang para ilmuwan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan seluler dan molekuler yang disebabkan oleh olahraga untuk mengurangi risiko penyakit.

3. Tidur restoratif

Tidur membantu sel, organ, dan seluruh tubuh berfungsi lebih baik. Tidur teratur tanpa gangguan selama tujuh jam per malam untuk orang dewasa, delapan hingga 10 jam untuk remaja, dan 10 jam atau lebih untuk anak-anak diperlukan untuk kesehatan yang baik.

Meski belum banyak dipelajari, terdapat bukti bahwa kualitas tidur yang tinggi dapat mengurangi peradangan, disfungsi kekebalan, stres oksidatif, dan modifikasi epigenetik DNA, yang semua terkait dengan atau menyebabkan penyakit kronis.

4. Manajemen stres

Meskipun beberapa stres bermanfaat, stres yang berkepanjangan atau ekstrem dapat membebani otak dan tubuh. Stres kronis meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, penyakit iritasi usus besar, obesitas, depresi, asma, artritis, penyakit autoimun, penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, gangguan saraf, dan obesitas.

Salah satu mekanisme paling ampuh untuk mengurangi stres dan meningkatkan ketahanan yaitu memunculkan respons relaksasi menggunakan terapi pikiran-tubuh dan terapi perilaku kognitif.

5. Pengurangan dan eliminasi kecanduan

Banyak faktor sosial, ekonomi dan lingkungan telah memicu peningkatan penyalahgunaan zat secara umum. Dokter dan peneliti mulai memahami fisiologi dan psikologi yang mendasari kecanduan.

6. Psikologi positif dan hubungan sosial

Mempertahankan pola pikir positif melalui praktik syukur dan maaf memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan psikologis dan subjektif. Ini selanjutnya terkait dengan manfaat kesehatan fisik.

Konektivitas sosial, yaitu kuantitas dan kualitas hubungan kita, mungkin memiliki manfaat kesehatan yang paling kuat. Sebaliknya, isolasi sosial seperti hidup sendiri, memiliki jaringan sosial kecil, berpartisipasi dalam sedikit aktivitas sosial, dan merasa kesepian dikaitkan dengan mortalitas yang lebih besar, morbiditas yang meningkat, fungsi sistem kekebalan yang lebih rendah, depresi, dan penurunan kognitif. (Science Alert/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat