visitaaponce.com

IDI Indonesia Masih Gelombang Pertama dan Belum Alami Penurunan

IDI: Indonesia Masih Gelombang Pertama dan Belum Alami Penurunan
Mural sosialiasi pencegahan covid-19(Antara)

KETUA Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi menyampaikan bahwa Indonesia masih berada di fase pengelolaan infeksi dan krisis puncak gelombang pandemi Covid-19 atau berada dalam stage 3 dari total 5 stage.

"Pada stage 3 ini, tren angka kesakitan menuju puncak dan angka kasus positif meningkat pesat. Dalam stage ini, okupansi ruang HCU dan ICU Covid-19 meningkat," kata Adib dalam konferensi pers Senin (1/3).

Menurutnya, angka positivity rate di Indonesia masih tinggi. Sehingga bisa berdampak pada angka kematian akibat Covid-19. Begitu juga dampak penanggulangan pandemi tidak bertolok ukur pada penurunan kasus semata tetapi justru kembali adanya mutasi korona baru di sejumlah negara.

"Kita memang didukung oleh adanya pelaksanaan vaksin tapi apakah avaksin ini masih menjadi tolak ukur (terkendalinya) pandemi, kita bisa belum katakan seperti itu, karena belum ada data," terangnya.

Atas dasar itu, ia berharap Indonesia bisa segera melewati stage 3 ini agar kurva pandemi bisa segera melandai. Dimana fase new normal akan berada pada stage 5. Sehingga Indonesia butuh satu stage lagi menuju stage 4 de-eskalasi krisis.

"Tentu yang sangat urgent harus dilakukan adalah 3T, testing, tracing, treatment. Serta isolasi. Lalu penambahan ruang rawat Covid-19 dan penyediaan APD sesuai levelnya," ujarnya.

Dia menambahkan, agar kebijakan di Indonesia bisa mempertegas rujukan berjenjang, dengan memaksimalkan peran puskesmas dalam perawatan kasus tanpa gejala ataupun gejala ringan.

"Problem yang berkaitan dengan integrasi data, saya kira beberapa hal ini yang menjadi masalah yang harus diselesaikan ke depan. Di tahun 2021 ini harus menjadi prioritas pemerintah," terangnya

Dia tak memungkiri bahwa setahun pandemi Covid-19 ada banyak masalah yang perlu segera dibenahi dalam penanganan pandemi. Salah satunya soal integritas data.

"Kita tahu bahwa supply chain sistem tentang kebutuhan alat obat dan tentunya berkaitan dengan vaksin yang harus kita perbaiki ke depan, dan juga kemampuan anggaran," tegasnya.

Apalagi saat ini, kasus Covid-19 tak bisa diselesaikan satu hingga dua bulan. Masih butuh hingga dua tahun lamanya agar Covid-19 terkendali.

"Kita belum mengalami penurunan dari gelombang pertama atau menurun darI puncak," tungkasnya.

Sebelumnya, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 menyampaikan bahwa data Covid-19 di Indonesia belum juga sinkron meskipun upaya yang dilakukan berlangsung selama hampir satu tahun.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menyebut pandemi seharusnya menjadi momen bagi Indonesia untuk memperbaiki sistem data yang terintegrasi sehingga melindungi kesehatan masyarakat.

"Namun realitanya, peluang tersebut masih akan jauh dari jangkauan, jika harmonisasi dan interoperabilitas data belum terwujud," kata Wiku Adisasmito dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.

Namun data dan teknologi yang seharusnya menjadi cahaya terang sebagai panduan penanganan Covid-19 tidak akan bekerja secara optimum jika sinarnya putus-putus dan tidak konstan.

"Data-data epidemiologi dan perubahan perilaku selama ini dikumpulkan dari instansi terkecil di daerah-daerah mulai dari laboratorium, puskesmas, dan rumah sakit ke Kementerian Kesehatan melalui Sistem Bersatu Lawan Covid (BLC)," jelasnya.

Padahal data BLC itu menjadi bahan pertimbangan membuat kebijakan penanganan pandemi nasional, sehingga Wiku meminta peningkatan koordinasi antara pusat dan daerah terkait sinkronisasi data ini.

"Untuk itu dimohon kepada seluruh instansi pemegang data baik di pusat maupun daerah agar berkoordinasi dengan baik agar tercapai kualitas data yang mumpuni," pungkasnya. (OL-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat