DPR Restrukturisasi Batan Harus Dilakukan dengan Hati-hati
![DPR: Restrukturisasi Batan Harus Dilakukan dengan Hati-hati](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2021/05/06f89e3a4e3975842bd934bb01c13d55.jpg)
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menegaskan pemerintah tidak dapat membubarkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) begitu saja melalui peleburan ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Pasalnya, Batan adalah Badan Pelaksana Ketenaganukliran yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
"Sesuai dengan amanat UU No.10/1997 tentang Ketenaganukliran, penyelenggaraan ketenagnukliran tersebut penting dikuasai oleh negara. Ini menyangkut urusan kehidupan, keselamatan, keamanan, ketenteraman, kesehatan pekerja dan masyarakat luas, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Oleh karenanya restrukturisasi fungsi lembaga ini harus dilakukan secara tepat dan hati-hati," ujar Mulyanto dalam keterangan resmi Senin (17/5).
Mulyanto menjelaskan, UU No.10/1997 mengatur dengan jelas dan spesifik bahwa penyelidikan umum, eksplorasi dan eksploitasi bahan galian nuklir hanya dilaksanakan oleh Badan Pelaksana (ada dalam Pasal 9).
Baca juga: Kepala Lapan Minta BRIN Tak Ganti Nama Lembaga Antariksa
Pasal 10 menyebutkan produksi dan/atau pengadaan bahan baku untuk pembuatan bahan bakar nuklir hanya dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Sedangkan pasal 11 menjelaskan produksi bahan bakar nuklir nonkomersial dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.
Sedangkan di pasal 12 dikatakan produksi Radioisotop non-komersial dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Di Pasal 13 dijelaskan pembangunan, pengoperasian, dan dekomisioning reaktor nuklir nonkomersial dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.
Dan di Pasal 14 ditegaskan pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Sementara di Pasal 43 UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja juga ditegaskan bahwa Bahan Galian Nuklir dikuasai oleh negara.
"Jadi tanpa keberadaan Badan Pelaksana tersebut maka pelaksanaan dan pengaturan urusan ketenagnukliran di atas akan sulit untuk diimplementasikan. Oleh karena itu, sesuai amanat Undang-undang, Pemerintah wajib membentuk Badan Pelaksana (Batan). Pasal 3 ayat (1) UU No.10/1997 berbunyi: Pemerintah membentuk Badan Pelaksana yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sehingga jika Badan ini dilebur, lalu siapa yang akan menjalankah urusan pemerintahan dalam penyelenggaraan ketenaganukliran ini," ujar Mulyanto.
Baca juga: Wisma Atlet Bersiap Hadapi Potensi Lonjakan Kasus Pascamudik
Politisi Fraksi PKS ini juga mengingatkan, status Batan bukan lembaga litbang yang bisa begitu saja dilebur. Keberadaan Batan sebagai Badan Pelaksana ketenaganukliran dibentuk oleh UU. Dengan demikian kedudukannya tidak sama dengan lembaga penelitian biasa yang dapat dilebur ke dalam satu kelembagaan baru.
"Eksistensi Batan semakin hari semakin penting. Pemerintah jangan grasa-grusu dengan rencana pembubaran Badan ini, agar pembangunan ketenaganukliran kita tidak semakin mundur. Juga jangan sampai menimbulkan kekosongan hukum, ketidakpastian hukum serta pelanggaran terhadap undang-undang. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mengembangkan Batan agar ketenaganukliran di Indonesia semakin maju dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan dan daya saing bangsa di berbagai bidang, seperti energi listrik, industri, kesehatan, pertanian, pangan dll. Bukan malah membubarkannya," papar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan selama ini kinerja Batan cukup baik. Bahkan hasil sidang paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang langsung dipimpin Presiden Jokowi memutuskan untuk mempersiapkan segala sesuatunya terkait dengan introduksi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dalam tingkat yang lebih teknis, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah memasukkan listrik nuklir dalam Grand Skenario Energi Nasional (GSEN) sebagai bahan untuk penyusunan rencana umum energi nasional (RUEN), yang akan segera diterbitkan DEN.
Seperti diketahui sesuai dengan Perpres No. 33/2021 tentang BRIN, pemerintah berencana melebur Batan dan LPNK Ristek lainnya seperti BPPT, LIPI, dan Lapan yang selanjutnya akan berubah menjadi Organisasi Pelaksana Litbangjirap (OPL). Kepala OPL merupakan jabatan fungsional tertentu utama yang diberi tugas tambahan.
Kepala OPL diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BRIN setingkat Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (JPTM). Rencana ini menimbulkan pro dan kontra. “Banyak hal krusial yang harus cermat dan hati-hati ditangani. Pemerintah perlu mengkaji secara mendalam amanat Undang-Undang Ketenagnukliran,” pungkasnya. (H-3)
Terkini Lainnya
Dua Skema BRIN terkait Pendanaan Riset dan Inovasi
Polemik Kandungan Zat Adiktif dalam Kratom, Presiden Perintahkan Lakukan Riset Mendalam
IKN akan Dilengkapi Kawasan Pusat Riset dan Inovasi
Kolaborasi Meningkatkan Ekosistem Riset dan Inovasi
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Tingkatkan Kapabilitas Riset Kosmetik, Skinproof Buka Kantor Baru
Bukan untuk Perang Dunia, Nuklir Aman untuk Terapi Pengobatan Tiroid
Vladimir Putin: Rusia Akan Gunakan Semua Cara Jika Kedaulatannya Terancam
Iran Kecam Resolusi Pengawas Nuklir PBB
Kim Jong Un Pimpin Latihan 'Kontra Serangan Nuklir' di Korea Utara
Israel Dikhawatirkan Serang Fasilitas Nuklir Iran
IAEA Peringatkan Bahaya Kecelakaan Nuklir di Pabrik Nuklir Ukraina
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap