visitaaponce.com

BPPT Dukung Hilirisasi Radiologi Digital Buatan Dosen UGM Tangani Pandemi

BPPT Dukung Hilirisasi Radiologi Digital Buatan Dosen UGM Tangani Pandemi
Produk Direct Digital Radiography (DDR) bersama inovator I Gede Bayu Suparta(Tangkapan layar zoom Webinar Kemandirian Teknologi Kesehatan Dalam Negeri)

KEPALA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan salah satu simpul terpenting untuk mengurai kompleksitas permasalahan terkait pndemi dengan mengedepankan solusi berbasis inovasi dan teknologi.

Ia menambahkan seja Task Force Riset dan Inovasi Teknologi Penanganan Covid-19 (TFRIC-19) bentukan BPPT hadir tahun lalu merespons kondisi pandemi di Indonesia, dengan mengedepankan konsep ekosistem inovasi dan kebutuhan berbagai teknologi dalam pengelolaan pandemi.

"Dengan mengembangkan sebuah model solutif untuk mengatasi pandemi dengan mengedepankan konsep ekosistem inovasi yang selain dapat mengakomodir kebutuhan berbagai teknologi dalam pengelolaan pandemi, juga sekaligus menganalisis berbagai potensi para peneliti dan perekayasa Indonesia dalam satu platform bersama," kata Hammam saat membuka webinar Kemandirian Teknologi Kesehatan Dalam Negeri, Kamis (29/7)

Baca juga : Peduli Covid-19, Prudential Donasikan Peralatan Medis ke Rumah Sakit

Hammam mengatakan model solusi dengan pendekatan ekosistem inovasi dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang dikembangkan melalui TFRIC-19 ini, secara holistik dan paralel telah menginisiasi proses hilirisasi inovasi di berbagai bidang sekaligus. Sebagai contoh upaya hilirisasi produk inovasi adalah produk Direct Digital Radiography (DDR) yang dikembangkan berbasis AI (Artificial Intelligence).

"Dalam proses hilirisasi produk inovasi DDR, sejak tahapan  paten oleh Universitas Gajah Mada, program Program Pengembangan Riset Industri dari Kementerian Riset dan Teknologi serta kolaborasi di dalam TFRIC, dilakukan beberapa uji sesuai dengan kaidah standar internasional oleh Bapeten, BPFK dan Kementerian Kesehatan," terangnya.

Untuk itu DDR ini, lanjut Hammam harus dihilirasi agar hasil inovasi tidak masuk dalam jurang lembah kematian.

Baca juga : Toyota Terus Berpartisipasi Dukung Penanganan Covid-19 

BPPT terus mendorong serta mengawal inovasi teknologi yang dikerjakan oleh super team yang terdiri dari berbagai stakeholder ABCGM (academician, business, community, government, media), atau disebut penta helix, dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari uji kinerja sampai mendapatkan izin edar yang hingga saat ini masih berproses, termasuk berkoordinasi dengan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta terkait perolehan  data pasien melalui AI sehingga citra X-ray dan CT-Scan dapat diunggah secara mudah.

"Kemudian hilirisasi produk inovasi DDR ini peran dari UGM sangat penting  sebagai pemegang paten sekaligus inovator, PT Madeena sebagai mitra industri dan Pusat Teknologi Elektronika – Kedeputian TIEM sebagai pendamping prototype serta perolehan izin edar," pungkasnya.

Pembicara lain adalah I Gede Bayu Suparta, dosen UGM sekaligus inovator DDR. Pembuatan alat radiologi digital ini digagas Bayu Suparta saat ia masih menulis hasil kajian untuk tesis. Ia kemudian menginginkan inovasinya ini diwujudkan menjadi produk alat kesehatan. Dan pada 2009 paten radiologi digital telah diperoleh. Setelah itu ia mendirikan PT Madeena yang berasal dari kata Made Ina atau buatan Indonesia. Kata lainnya Madina atau madaniah berarti peradaban.

Baca juga : BPPT Kembangkan Alat Radiografi Untuk Tentukan Level Covid-19 Pada Pasien

"Saya menciptakan radiologi digital ini setelah lihat di Google. Setelah itu saya kembangkan sendiri. Di masa pandemi saat ini, radiologi menjadi penting karena pasien covid-19 akan dicek kondisi paru-parunya. Selama ini kita masih mengandalkan PCR yang berbiaya mahal," paparnya.

Disebutkan DDR ciptaannya dirancang dengan fitur pengambilan mode thorax untuk diagnosis untuk diagnosis pasien Covid-19. Alat ini dilengkapi dengan fitur data Digital Imaging Communication Medicine (Dicom).

"DDR ini merupakan buatan Indonesia dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) seluruhnya dari dalam negeri. Memang Madeena belum menjadi leader teknologi produk alat kesehatan di Indonesia, tapi saya menginginkan agar produk ini bisa menjadi alat kesehatan yang melayani rakyat Indonesia," kata Gede Suparta berharap.

Diakuinya untuk izin edar pun ia mengalami kesulitan karena dalam peraturan harus disertai uji klinis. Padahal inovasi yang dibuatnya memiliki efek radiasi rendah, low power, dan merupakan produk dalam negeri dengan harga terjangkau dibandingkan tes PCR yang mahal. Ia berharap pemerintah memberikan kemudahan izin edar inovasi DDR ini agar bisa andil membantu menangani pandemi.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat